Ibu Ji mendesah, mengangguk pada Chi Zhishen. “Terima kasih, Zhishen... Untung kau membantu aku dan Xi mengurus urusan Lao Ji, kalau tidak kami yatim piatu ini tak tahu harus bagaimana...” Ibu Ji menerima buket bunga itu, berkata dengan tulus.
Chi Zhishen langsung menggelengkan kepala, berkata serius, “Ibu, aku tidak ingin Ibu terlalu berlebihan. Aku dan Xi adalah teman sekelas, juga sahabat. Aku hanya khawatir tidak bisa membantu banyak.”
“Bagaimana mungkin tidak membantu... Akhir-akhir ini kalau bukan kau yang sibuk mengurus segalanya, mungkin Lao Ji sampai sekarang masih belum bisa dikuburkan, Kembali ke Pangkuan Tanah.”
Benar, saat Pak Ji meninggal, masih ada bagian tubuhnya yang belum utuh.
Saat petugas pemadam kebakaran menangani urusan kebakaran, mereka tidak serius mengurus TKP. Hingga kemudian mencari bagian yang rusak itu menjadi sangat sulit. Untungnya Chi Zhishen memanggil orang dan berusaha sekuat tenaga mencari semua bagian yang hilang dari almarhum Ji, akhirnya memungkinkan beliau dikuburkan dengan layak.
Chi Zhishen mendekat dan memapah Ibu Ji dengan lembut, berkata tulus, "Jika Ibu benar-benar berterima kasih padaku, tolong relakan kepergiannya... Kini Paman sudah tenang di peristirahatan terakhir. Kuharap Ibu tak terus tenggelam dalam kesedihan ini, bangkitlah agar Sixi tak lagi khawatir."
Ibu Ji mengangguk, "Setelah pemakaman selesai, aku tak akan memikirkan hal ini lagi... Aku akan merawat Sixi dan Sen Sen dengan baik, agar Lao Ji dan Silin tak khawatir." Saat mengatakannya, air mata Ibu Ji tak tahan menitik.
Chi Zhishen tak tahu cara menghibur, akhirnya membantu Ibu Ji meletakkan bunga di depan nisan Ayah Ji.
Ji Sixi diam seribu bahasa, diam-diam mengusap air mata di pipi ibunya.
Ibu Ji tahu Sixi juga tenggelam dalam duka kehilangan ayah. Ia menarik hidungnya, memaksa diri bangkit sebelum berkata, "Jangan temani aku. Direktur Tan dan istrinya juga datang berduka. Aku belum sempat menyambut mereka... Tolong sambut mereka atas nama Ibu!"
Menyadari ibunya enggan bertemu Tan Yan karena wajahnya hampir identik dengan Lu Jingzhi, Sixi mengangguk sambil menghiburnya, "Jangan menangis, Ibu. Aku akan kembali sebentar saja."
“Baik.” Ibu Ji angkat kepala kembali memandangi nisan Ayah Ji.
……
Ji Sixi muncul di hadapan Tan Yan dan Qin Qian, mereka berdua berpakaian hitam dengan ekspresi khawatir.
“Mama benar-benar sedang sedih. Aku mewakili mereka berterima kasih atas kehadiran kalian.” kata Ji Sixi.
Qin Qian membungkuk hormat padanya. “Xi, tabah menghadapi musibah. Ayah Ji pasti akan bertemu kakakmu di surga.”
Ji Sixi membalas membungkuk. “Terima kasih.”
Tan Yan sepertinya ragu sejenak di relung hati, baru bertanya, “Kak tidak datang?”
Pertanyaan Tan Yan membuat hati Ji Sixi seketika tersentak hebat.
Sebenarnya hasil seperti ini adalah usaha kerasnya, namun ketidakhadiran Lu Jingzhi benar-benar melukai hatinya.
Ya, ketidakhadiran Lu Jingzhi membuktikan bahwa dia sudah berniat putus hubungan.
Lagipula jika masih ada perasaan, tentu dia takkan absen dari pemakaman ayahnya...
Kini dia sangat takut, takut Lu Jingzhi benar-benar salah paham...
Namun beruntungnya dia sudah menjelaskan situasi pada Shen Xiaoran. Jika nanti Lu Jingzhi tak percaya, Shen pasti bisa membantunya menjelaskan...
Memikirkan ini, hatinya agak tenang. Dengan datar dijawab, “Aku dan dia sudah putus. Buat apa dia datang?”
Mendengar ini, tatapan Tan Yan muram. “Xi...”
Ji Sixi tidak memberi kesempatan pada Tan Yan untuk melanjutkan, langsung memotong, "Sudahlah... Aku berharap hari ini kau datang sebagai atasanku untuk melayat ayahku, bukan karena hubunganmu dengan Lu Jingzhi."
Tan Yan seketika terdiam.
Ji Sixi akhirnya membungkuk hormat pada Tan Yan, lalu berbalik.
Tan Yan masih ingin berkata sesuatu, tapi ditarik perlahan ujung bajunya oleh Qin Qian yang berada di sampingnya. "Lupakan saja, urusan perasaan orang ketiga tidak akan pernah bisa membantu, biarkan takdir mereka yang menentukan..."
Baru kemudian Tan Yan diam, merangkul bahu Qin Qian dengan lembut.
……
Setelah pemakaman selesai, setelah menitipkan ibu, Kakak Qin, dan dua anak untuk diantar pulang ke apartemen oleh Chi Zhishen, Ji Sixi langsung memanggil taksi menuju Rumah Sakit Jiang Group.
Yang Sheng sedang menjalani pengobatan di Rumah Sakit Jiang Group, kondisinya saat ini cukup baik, tapi masih membutuhkan banyak waktu untuk rehabilitasi.
Saat Ji Sixi tiba di rumah sakit membawa buah-buahan, Yang Sheng sedang berusaha menggapai remot kendali ranjang, namun karena tubuhnya belum pulih, agak kesulitan mencoba meraihnya selama setengah hari.
Melihat hal itu, Ji Sixi segera meletakkan buah-buahan dan mengambil remot kendali untuk Yang Sheng.
Yang Sheng melihat Ji Sixi, wajahnya merekah hormat. "Nyonya."
Ji Sixi membantu menaikkan sandaran ranjang pasien agar Yang Sheng bisa bersandar di tepi ranjang, baru kemudian berkata, "Kedepannya jangan panggil aku seperti itu lagi, aku dan Lu Jingzhi sudah berpisah."
Yang Sheng membeku, lagipula sebelum tak sadarkan diri, Ji Sixi dan Lu Jingzhi masih baik-baik saja. Dengan ragu ia bertanya, "Nyonya, apa yang terjadi?" Ji Sixi segera menceritakan semua peristiwa setelah kecelakaan Yang Sheng. Namun setelah mendengar, Yang Sheng justru serius membela Lu Jingzhi, "Aku tidak percaya Pak Lu akan tega tidak menyelamatkan Ayah Ji... Meskipun Ayah Ji selalu menghalangi hubungan Nyonya dengan Pak Lu, tapi Pak Lu tak pernah sekalipun menunjukkan ketidaksabaran pada Ayah Ji."
……Apalagi sebelumnya karena kematian saudara laki-laki Nyonya, Pak Lu terus berusaha melunasi hutang pada keluarga Nyonya. Bagaimana mungkin saat ini ia akan melukai Ayah Ji?"
"Tapi ini fakta yang tak terbantahkan. Lu Jingzhi tidak mengerahkan segala upaya untuk melindungi ayahku, hingga ayahku celaka." Suara Ji Sixi terdengar dingin tanpa emosi, seolah tak ada lagi sisa perasaan pada Lu Jingzhi.
Yang Sheng ingin duduk tegak, namun karena lukanya terpaksa tetap bersandar di tepi ranjang. Dengan lemah ia membujuk, "Nyonya, Anda harus percaya pada Pak Lu. Ia pasti takkan membiarkan Ayah Ji dalam bahaya..."
Ji Sixi duduk di sisi ranjang, mengupas apel untuk Yang Sheng. "Sudahlah. Aku sudah menilai siapa dia sebenarnya... Sekarang aku hanya berharap kau cepat sembuh, agar bisa sedikit meringankan kesalahan yang diperbuat ayahku."
Yang Sheng menghela napas pasrah, "Aku tidak menyalahkan Ayah Ji. Aku tahu ia hanya dipengaruhi Gu... Setelah sadar dan tahu Ayah Ji juga celaka, ingin sekali aku turun ranjang menangkap dalang keji di balik semua ini untuk Pak Lu!"
Ji Sixi pura-pura fokus mengupas apel, bertanya santai, "Apakah investigasi Lu Jingzhi sudah ada perkembangan?"
"Dua hari lalu Pak Lu menelepon saya langsung. Saya sempat bertanya pada beliau, dan beliau mengatakan... beliau segera akan menangkap dalang di balik layar ini," jawab Yang Sheng.
Ji Sixi secara refleks mengangkat kepala, terkejut, "Maksudmu, Lu Jingzhi sudah menemukan identitas dalang tersebut?"
"Sepertinya iya. Kalau tidak, nada bicara Pak Lu tidak akan seyakin itu," balas Yang Sheng.
Ji Sixi buru-buru bertanya, "Apakah Lu Jingzhi memberi tahu siapa orangnya?"
Yang Sheng ragu lama, akhirnya berbisik, "Nyonya yakin ingin mengetahuinya?"
"Tentu."
Setelah keraguan dalam hati, Yang Sheng akhirnya berbisik, "Pak Lu mencurigai teman sekaligus sahabat Nyonya, Chi Zhishen."
"Apa?!" Yang Sheng segera menutup mulut Ji Sixi, berbisik, "Pak Lu melarang saya membocorkan ini. Tapi saya tak tega menyembunyikan dari Nyonya... Harap Nyonya jangan menunjukkan celah di depan Chi Zhishen, karena besok Pak Lu akan bertindak."
