“Kehidupan seperti sekarang ini adalah yang selalu diimpikan Ji Sixi. Dia menjalani hidup dengan bahagia dan penuh kebahagiaan. Sekarang dia hanya berharap Lu Jingzhi bisa segera menangkap 'Ayah angkat' ini, agar hidup mereka tak lagi punya masalah belakang...”
“Akhir-akhir ini, sebagian besar waktu Ji Sixi dihabiskan untuk merawat dua anaknya. Tapi setiap kali melihat Sen Sen dan mengingat syarat ketat yang ayahnya ajukan pada Lu Jingzhi, hatinya langsung terasa sesak...”
“Dia tahu, ini pengorbanan Lu Jingzhi demi dirinya. Jika tidak, tak peduli wanita mana yang dinikahinya, keinginannya untuk punya beberapa anak pasti sudah tercapai...”
“Tante, ponselmu berdering lama.”
Suara Sen Sen menggema di telinga Ji Sixi. Baru tersentak dari pikirannya, dia melihat wajah Sen Sen yang berkucuran keringat. Tangan wanita itu mengusap dahi anak itu. “Dasar, main sampai berkeringat!”
Dengan penuh pengertian Sen Sen menjawab, “Lain kali aku akan lebih hati-hati, biar nggak sakit.”
“Sayang.” Ji Sixi mengelus kepala Sen Sen. “Temani adik main dulu, Tante mau angkat telepon.”
“Oke.”
Sen Sen langsung berlari menemani Lu Yixin yang duduk di ayunan, perlahan mendorong ayunan itu.
Melihat keharmonisan kakak-beradik ini, Ji Sixi tersenyum puas. Barulah dia mengeluarkan ponselnya.
Mengetahui peneleponnya adalah Chi Zhishen, senyum merekah di wajahnya saat menekan tombol penerimaan. “Zhishen.”
“Dari suaramu, aku bisa merasakan kau sedang sangat bahagia.”
Ji Sixi menunduk malu-malu. “Iya, dia sangat baik padaku.”
“Kau benar, perasaannya padamu tulus.” Chi Zhishen menghela napas sambil berkata.
“Ya.”
“Dia memang lebih layak dariku, setidaknya dia pintar tak tertandingi. Ini sesuatu yang takkan pernah bisa kuraih.” Chi Zhishen berkata dengan nada kecewa.
Ji Sixi menggelengkan kepala, “Bukan lebih pintar, tapi pengalamannya lebih banyak darimu.”
“Sudahlah, aku tahu batas kemampuannya. Saat mencari lapangan golf waktu itu, adu kekuatan dengan Lu Jingzhi sudah cukup membuktikan kebodohanku di hadapannya...”
“Bukan begitu.”
“Bukan merendahkan diri, tapi aku harus punya kesadaran diri.” Chi Zhishen melanjutkan.
Ji Sixi seketika sunyi sepi.
Chi Zhishen tersenyum, mencairkan kecanggungan di antara mereka. “Bagaimanapun, aku ingin ucapkan selamat. Pertama untuk keselamatan pamanmu, kedua untuk hubunganmu dengan Lu Jingzhi yang akhirnya bisa stabil.”
Tak ingin Chi Zhishen tahu urusan "Ayah angkat", Ji Sixi ikut tersenyum. “Terima kasih... Meski akan tinggal di Jerman, kuharap kita tetap bisa berkomunikasi saat aku kembali ke Kota C.”
Suara Chi Zhishen terdengar haru, “Hanya saja kau tak tahu kapan akan kembali...”
“Graaah...”
Chi Zhishen segera tersenyum lembut, “Hanya bercanda... Sejujurnya, aku tak ingin kau sering pulang. Karena semakin jarang kau kembali, artinya hidupmu di Jerman semakin baik.”
“Tapi saat aku kembali, pasti akan menghubungimu.” Ji Sixi berkata dengan serius. “Kuharap lain kali kau bisa bawa pacarmu menemuiiku.”
“Baik.”
Setelah mengakhiri percakapan dengan Chi Zhishen, Ji Sixi menatap kedua anaknya yang sedang asyik bermain, wajahnya merekah kebahagiaan.
Kini ia benar-benar merasa beruntung. Bersama Lu Jingzhi tak ada lagi tekanan, bahkan telah mendapat restu keluarga dan sahabat. Ia merasa tak ingin memiliki apapun lagi, karena segala yang dimilikinya sekarang sudah lebih dari cukup...
……
Siang itu, Ji Sixi belajar memasak beberapa hidangan dari bibi di rumah, berencana memberi kejutan pada Lu Jingzhi yang pulang kerja. Namun tak disangka, Lu Jingzhi tak kunjung muncul.
Dua anak itu duduk lesu di meja makan, perut keroncongan memandangi hidangan. Ji Sixi terpaksa menelepon Lu Jingzhi.
Tapi telepon Lu Jingzhi tak diangkat.
Ji Sixi mulai khawatir. Lagipula belakangan ini Lu Jingzhi selalu pulang makan siang. Ia lalu menghubungi Xiao K.
Telepon Xiao K tersambung, namun jawabannya terbata-bata. "Err, Pak Lu... beliau pergi makan siang di luar."
"Makan di luar?" Ji Sixi bertanya penuh tanda tanya. "Dengan teman atau..."
Xiao K ragu sejenak di relung hati, baru menjawab, "Pak Lu pergi dengan Nona Situ. Aku kira beliau sudah memberi kabar pada Nyonya..."
Makan dengan Situ Jing?
Hatinya tiba-tiba sesak.
Xiao K tak berani melanjutkan, berbisik gugup, "Nyonya, jika tak ada perintah lain, hamba masih ada urusan..."
"Pergilah!" Suara Ji Sixi terdengar lebih parau dari sebelumnya.
“Baik.” Xiao K segera mengakhiri panggilan telepon.
Ji Sixi merasa sangat kesal, mengapa ia pergi makan bersama Situ Jing tanpa memberi kabar sebelumnya? Bahkan sekarang pun tidak mengangkat teleponnya?
Sepanjang siang itu, suasana hati Ji Sixi terus memburuk. Dia tidak ingin menjadi wanita yang sekecil itu hatinya, namun bayangan Lu Jingzhi makan bersama Situ Jing lagi membuatnya tidak nyaman.
……
Senja itu, Lu Jingzhi pulang seperti biasa tapi tidak melihat Ji Sixi. Hanya dua anak yang sedang bermain di ruang tamu. Mengingat laporan Xiao K bahwa Ji Sixi meneleponnya siang tadi, Lu Jingzhi sudah menebak kemarahan istrinya.
“Ayah.”
Lu Yixin berlari gembira menghampiri, memeluk ayahnya yang belum terlihat seharian.
Lu Jingzhi penuh kasihan mengangkat tubuh mungil itu, mencium dahi putrinya. “Rindu Ayah tidak?”
Lu Yixin mengangguk kuat-kuat, tangan mungilnya merangkul leher Lu Jingzhi. Dengan manisnya si kecil berbisik, “Ayah... lelah...”
Lu Jingzhi paham maksud putrinya yang sedang berusaha menyayanginya. Sekali lagi ia mencium pipi mungil itu. “Ayah tidak lelah... Katakan, di mana Mama?”
“Mama?” Lu Yixin menggaruk-garuk kepalanya, matanya menyapu sekeliling ruangan. Saat tak menemukan bayangan sang ibu, wajah cantiknya merekah kebingungan.
Melihat Lu Yixin mengerutkan alis dengan wajahnya yang menggemaskan, mata hitam pekat Lu Jingzhi dipenuhi kasih sayang. "Sudah, Ayah akan cari Mama, kau main di sini saja ya Sayang..."
"Ya, ya." Lu Yixin mengangguk patuh.
Lu Jingzhi meletakkan Lu Yixin, hendak naik ke lantai atas ketika Sen Sen tiba-tiba kabur mendekat. "Paman."
Lu Jingzhi memandangi Sen Sen penuh kasih, "Peter Pan Kecil, ada apa?"
Belakangan ini Sen Sen terobsesi pada karakter Peter Pan dari sebuah film animasi, sehingga di rumah Lu Jingzhi memanggilnya dengan julukan itu.
Sen Sen memeluk boneka Peter Pan, berkata serius, "Tante sedang membaca buku di ruang kaca lantai dua..."
"Baik, terima kasih agen intel kecilku." Lu Jingzhi mengusap kepala mungil Sen Sen dengan lembut.
Sen Sen menyunggingkan senyum malu-malu.
Lu Jingzhi segera naik ke lantai atas.
……
Berdasarkan petunjuk Sen Sen, Lu Jingzhi berhasil menemukan Ji Sixi di ruang kaca lantai dua. Ji Sixi sedang bersandar santai di kursi malas, menikmati cahaya senja sambil membaca buku desain.
