Selama setahun, Ji Sixi hidup di Selandia Baru dengan identitas "Zoye". Ia mengira bisa terus hidup tenang, tapi tak menyangka Shen Xiaoran tiba-tiba muncul kembali dalam dunianya.
Hari itu, sambil membawa papan gambar, ia hendak pulang ke apartemen kremnya di pinggiran kota kecil. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di sampingnya, dan Shen Xiaoran turun.
Melihat sahabat lama setelah setahun, Ji Sixi merasa seperti sudah terpisah zaman. Ia terpaku cukup lama.
Shen Xiaoran menyungging senyuman khas. "Kenapa? Tak mengenaliku lagi?"
Ji Sixi baru tersentak, lalu berkata datar, "Kau kebetulan bertemu aku di sini, atau kau tahu aku tinggal di sini?"
"Kau khawatir Dark Angel masih akan mengejar kau?" balas Shen Xiaoran bertanya.
Ji Sixi diam mengiyakan secara implisit.
Shen Xiaoran terkecil tipis, "Tenang, Dark Angel tak akan lagi mengejar kau. Karena selama setahun melacakmu tanpa hasil, mereka sudah memastikan kau 'mati'. Tentu saja jika kau mau memulihkan status 'Ji Sixi'-mu, bencana mematikan mungkin akan datang lagi."
Mendengar itu, Ji Sixi menghela napas lega. "Kau belum menjawab, bagaimana kau tahu aku di sini?" tanyanya dengan serius. Bayangan Shen Xiaoran yang tegak dan sombong berdiri di hadapannya, senyum tipis di sudut bibir, "Harus disebut kebetulan... Ada bawahan di perusahaanku yang orang Selandia Baru. Saat aku kesulitan dengan desain kuartal baru perusahaan, bawahan Selandia Baru ini bilang dia kenal desainer sangat berbakat. Hanya saja desainer ini bekerja di kota kecil, sepertinya tak punya keinginan berkembang keluar. Tapi desainnya laris dijual, bahkan merek pakaian ternama luar negeri mengundangnya membuat desain kuartal baru... Saat itu aku langsung tertarik, ditambah bawahan ini menjamin jika desainer ini mau membuat desain untuk merek kita, aku pasti puas. Lalu kusuruhnya mencari beberapa contoh karyamu... Kemudian dia menunjukkan desain terakhirmu untuk merek pakaian, yang sederhana namun tetap elegan dan
desain mulia itu, seketika membuatku teringat padamu."
Ji Sixi menyipitkan matanya sedikit, berkata dengan datar, "Aku kira 'kabar kematian'ku sudah lama masuk ke telinga kalian!"
Shen Xiaoran mendengus, "Xi, kau pura-pura mati ini benar-benar akan dipercaya orang?"
Ji Sixi tetap diam.
Shen Xiaoran melanjutkan, "Aku tahu iblis takkan membiarkanmu mati, kalau tidak dia takkan berusaha keras menyelamatkanmu!"
Ji Sixi masih juga tidak bersuara.
Tatapan Shen Xiaoran tiba-tiba meredup, menatap dalam-dalam wajah Ji Sixi yang lebih kurus dari setahun lalu. "Setahun ini, kau mengurus sekali." Ji Sixi menghindari pandangannya, memandang pemandangan jalan di samping. "Apa kau mencariku untuk membahas desain? Jika iya, studiku ada di kota. Kau bisa hubungi asistenku, tapi belakangan aku mungkin sibuk. Klienku banyak. Kalau mau kubuatkan desain,"
"tolong tunggu sampai urusanku selesai." Katanya dengan dingin. Shen Xiaoran tak percaya melihat Ji Sixi yang sekarang begitu datar. Setahun lalu, wajahnya selalu dihiasi senyum lembut, bicaranya penuh kelembutan dan pengertian. Tapi sekarang, dingin bagai es, seolah tak ada hal atau orang yang bisa
membuatnya tersenyum sedikit pun.
Hati Shen Xiaoran mencengkeram kencang. Dia tahu perubahan besar ini terjadi karena pukulan Lu Jingzhi yang terlalu berat.
Hatinya sakit...
Dia sangat tangisi, mengapa tak bisa menemukannya lebih awal?
“Desain aku pasti bisa minta kau yang buat, tapi aku lebih ingin cari tempat duduk berdua, ngobrol baik-baik.” Suara parau Shen Xiaoran terdengar.
Ya ampun, selama setahun ini dia hampir mencari ke seluruh penjuru dunia...
Dia tahu dia pasti takkan berhenti mendesain, lalu menyuruh orang mencari desainer keturunan Tionghoa di kota-kota besar dunia. Tapi dari semua desainer yang ditemukan, tak satupun yang merupakan dirinya...
Dia benar-benar khawatir tak akan bisa melihatnya lagi. Tak disangka Tuhan memberinya kabar tentangnya di saat keputusasaan...
Sukacitanya saat ini, hanya Yang Di Atas yang tahu.
Benar, ternyata dia tinggal di kota kecil tak mencolok di Selandia Baru dengan status kewarganegaraan sana. Pantas saja tak bisa ditemukan...
Zoye……
Nama ini sangat indah, dalam slang Selandia Baru artinya hyacinth. Jadi mungkin hyacinth adalah bunga kesukaannya! Tapi setelah susah payah mencarinya, yang didapat malah respons dingin, "Tidak...Aku dan Manajer Shen memang pernah kenal, bisa dibilang sahabat. Tapi maaf, aku tak mau lagi berurusan dengan masa lalu. Jadi hubungan persahabatan kita sudah berakhir setahun lalu...Jika Manajer Shen mau
bicara bisnis, silakan hubungi asistenku. Kalau mau bernostalgia, maaf, aku tak berminat." Usai berkata, Ji Sixi langsung melangkah melewati Shen Xiaoran.
"Xi!" teriak Shen Xiaoran.
Ji Sixi tak menengok, tetap melangkah dengan tegas.
Hati Shen Xiaoran tersentak hebat, sangat tangisi...
“Berapa banyak kepedihan yang sebenarnya ditanggung dalam hatinya, hingga membuat dirinya berubah menjadi orang yang dingin seperti sekarang ini?”
……
Saat Ji Sixi kembali ke apartemen berwarna krem, orang tuanya sedang menemani Sen Sen duduk di atas rumput dekat pintu, menikmati cahaya senja sambil membaca buku, membentuk gambaran yang sangat hangat.
Adegan ini tak bisa ditahan oleh Ji Sixi yang akhirnya menyunggingkan senyum tipis di wajahnya yang biasa tanpa ekspresi.
Tiba-tiba, Sen Sen berlari mendekat sambil membawa kertas gambar, bersemangat berkata, "Tante, lihat gambar yang aku buat! Nenek dan Kakek bilang aku hebat..." Ji Sixi mengambil gambar dari tangan Sen Sen, takjub melihat bakat melukis anak ini. Meski masih sangat kecil, garis-garis lembutnya mampu memvisualisasikan pemandangan sekitar dengan gradasi yang pas. Jika dilatih serius, di masa depan pasti akan mencapai
penguasaan yang mendalam dalam dunia seni lukis.
"Benar-benar luar biasa, bahkan lebih bagus dari gambar Tante," puji Ji Sixi tanpa ragu.
Sen Sen langsung berseri-seri, lalu berlari gembira menjauh.
Ayah Ji terus melengkapi gambar tersebut bersama Sen Sen. Ibu Ji menghampiri dengan wajah penuh kasih, "Hari ini kamu pulang lebih awal dari biasa, jarang-jarang begini... Lihat, aku dan Luna bahkan belum masak."
Luna adalah pembantu lokal yang direkrut Ji Sixi. Sehari-hari ia mengurus pekerjaan rumah, tapi Ibu Ji selalu mengeluh masakannya tidak seperti masakan Tionghoa. Karena itu, urusan makan biasanya dikerjakan bersama oleh Ibu Ji dan Luna.
“Studio listrik padam, jadi aku pulang dulu... Tapi Ibu tidak perlu buru-buru masak. Desainku tinggal sedikit lagi selesai, kebetulan aku mau menyelesaikannya di lantai atas.” Ji Sixi berbisik lembut. “Tapi turunkan dulu papan gambarmu...” Ibu Ji dengan sayang mengambil papan gambar yang digendong di punggung putrinya. “Ngapain bawa papan gambar seberat ini buat desain? Sekarang kan semua bisa dikerjakan pakai komputer?” Setelah berkata demikian, ia menyerahkan papan gambar itu kepada Luna yang berdiri di samping.
