Lama?
Hanya setahun lebih.
Hanya dunia yang sudah berubah...
“Pak Lu, apakah kau ingin memusnahkan sampai ke akar?” Meski mengucapkan kalimat ini, Ji Sixi tak menunjukkan sedikit pun ketakutan di wajahnya. Dengan elegan, dia duduk di sofa, menyilangkan kaki panjangnya.
Lu Jingzhi tersenyum tipis, “Kau terlalu banyak berpikir. Jika aku benar-benar ingin menghancurkanmu, untuk apa aku jauh-jauh datang ke Selandia Baru? Aku bisa saja menyerahkan urusan ini ke bawahan.”
“Sepertinya Manajer Shen yang membocorkan jejakku.” Kata Ji Sixi dengan dingin.
Lu Jingzhi tetap mempertahankan senyumnya, “Tak bisa dikatakan membocorkan. Dia hanya bilang kau baik-baik saja, lalu aku menduga pasti dia pernah menemuimu. Jadi kuselidiki jejaknya.”
Ji Sixi menunduk, memandang datar ke arah bunga hyacinth putih di atas meja. “Langsung saja, Pak Lu. Katakan maksud kedatanganmu!”
“Tidakkah kau bisa menatapku langsung?” Lu Jingzhi tersenyum.
Baru kemudian Ji Sixi mengangkat tatapannya, tapi mata itu tak mengandung kehangatan, dingin menusuk bagai es. “Mengapa Pak Lu memaksa? Kau tahu, aku tidak menyambutmu.”
“Oh?” Lu Jingzhi menaikkan alisnya, “Aku kira Xi sudah melupakan masa lalu, memulai hidup baru.”
"Ji Sixi just tersenyum dingin, suara dinginnya sambil berkata, "Pak Lu, kau benar-benar meremehkan ingatanku... Apalagi, pengalaman yang tertoreh dalam tulang dan hati seperti ini, pasti akan kuingat seumur hidup!"
"Mengapa harus menyimpan dendam seperti ini? Xi..." Lu Jingzhi berkata dengan kelembutan.
Senyuman sinis di bibir Ji Sixi semakin kentara, "Apa yang Pak Lu khawatirkan? Aku tak punya kemampuan untuk membalas dendam ini padamu. Aku hanya menggunakan urusan ini untuk memujiku saat menghadapi kegagalan. Bahkan saat kepedihan seperti ini pun aku bisa melewatinya, masih ada apa lagi yang tak bisa kuhadapi?"
Lu Jingzhi tiba-tiba diam, meninjau ulang ekspresi wajah Ji Sixi, entah sedang mencari apa.
Ji Sixi sangat menjengkelkan tatapan pengamatan Lu Jingzhi ini, seolah di detik berikutnya ia bisa mengungkap pikirannya. "Apa maksud Pak Lu mengamatiku seperti ini?" Ia memutuskan menyerang aktif.
Lu Jingzhi mendesah pelan, berkata, "Xi, kau telah berubah..."
Kalimat ini lagi...
Sebelumnya Shen Xiaoran juga pernah mengatakannya padanya. Ternyata di mata orang lain, dirinya memang bukan lagi Ji Sixi yang dulu...
Ji Sixi tertawa pendek, "Manusia selalu harus berkembang, Pak Lu."
Lu Jingzhi kembali diam.
Ji Sixi mengalihkan pandangannya kembali ke hyacinth di atas meja.
Ia menyadari hyacinth hari ini mekar sangat indah. Sayang, perasaannya saat mengagumi hyacinth langka ini telah dihancurkan oleh tamu tak diundang ini!
Beberapa detik kemudian, Ji Sixi baru mendengar suara berat Lu Jingzhi, “Kau tahu untuk apa aku datang mencarimu kali ini?”
Ji Sixi sedikit mengangkat tubuhnya, memindahkan pot hyacinth lebih dekat ke dirinya, seolah takut bunga itu akan terkontaminasi aura dari tubuh Lu Jingzhi. Baru kemudian ia menjawab, “Resepsionis bilang kau datang untuk memesan desain... desain rumah pernikahan, kan?”
“Aku memang akan segera menikah, tapi rumah pernikahan sudah disiapkan sejak lama. Tak perlu tekad khusus datang ke Selandia Baru untuk memintamu mendesain... Kedatanganku kali ini adalah demi Yi Xin.” Lu Jingzhi berkata dengan tenang,
Begitu mendengar nama Yi Xin, Ji Sixi langsung mengangkat kepala, tak bisa mengendali kegelisahan di hatinya, memandang tajam Lu Jingzhi.
Apakah dia membawa Yi Xin?
Suara Lu Jingzhi kembali berat, “Yi Xin sekarang sedang makan es krim di toko es krim yang berjarak 500 meter dari studionmu. Kau punya waktu dua jam untuk bersamanya.”
Ji Sixi tiba-tiba bangkit dari sofa, menahan napas, “Kau... tidak menipuku?”
Lu Jingzhi tersenyum lembut, “Jika tak percaya, kau tak perlu datang. Tapi ingat, waktuku hanya dua jam.”
Mendengar itu, Ji Sixi langsung berlari ke kantornya, meraih tas, lalu menerobos keluar dari studionya.
Melihat hal itu, sudut bibir Lu Jingzhi sedikit terangkat. Ia kemudian mengangkat secangkir kopi yang baru saja dibuatkan oleh resepsionis, menyeruputnya perlahan.
……
Saat berlari secepat mungkin menuju toko es krim di sudut jalan, hati Ji Sixi dilanda kegelisahan.
Ia sangat takut Lu Jingzhi sedang menipunya, tapi tak ada cara lain selain datang ke sini...
Sepanjang tahun ini, yang selalu dia pikirkan hanyalah Yi Xin.
Setiap kali teringat Yi Xin tiba-tiba kehilangan Mama, hatinya terasa pedih...
Saat mendekati toko es krim, Ji Sixi melihat sosok kecil yang anggun——ikat kepala bergambar Mickey menghiasi kepalanya, mengenakan kaos putih dipadukan dengan celana jeans bertali, sepatu putih bersahaja di kaki, terlihat manis dan menggemaskan.
Inikah putri kecilnya?
Tapi dari bayangan punggungnya, Ji Sixi ragu-ragu untuk memastikan...
Karena baru setahun berlalu, anak ini sudah setinggi ini...
Karenanya, saat hampir sampai di hadapan Lu Yixin, Ji Sixi tiba-tiba menghentikan langkahnya.
Tiba-tiba, dia mengenali tahi lalat kecil di leher Lu Yixin...
Saat Lu Yixin baru lahir dulu, Ji Sixi sudah memperhatikan tahi lalat ini, sehingga saat ini matanya berkaca-kaca...
Benar-benar putrinya, Yi Xin...
Air mata menetes di pipinya.
Saat itu, pelayan toko es krim menghampiri dan ramah bertanya, "Nona, ada yang bisa saya bantu?"
Tenggorokan Ji Sixi tersekat, setengah hari baru bisa berbisik, "Tolong berikan es krim blueberry, taruh di meja sebelah gadis kecil itu..."
"Baik, Nona." Pelayan itu bergegas mundur pergi.
Gadis kecil itu mendengar suara, punggungnya sedikit kaku, tiba-tiba menoleh.
Saat tatapan saling bertemu dengan Ji Sixi, gadis kecil itu juga matanya berkaca-kaca. Detik berikutnya, gadis itu melompat dari kursi dan berlari cekatan ke arahnya. "Mama……"
Tak disangka kemampuan berjalan anak ini sudah begitu stabil. Ji Sixi merasa sangat lega. Wajahnya dipenuhi air mata saat berjongkok.
Lu Yixin berlari masuk ke dalam pelukannya dan memeluknya erat-erat. "Mama……"
Ji Sixi pun memeluk Lu Yixin erat. Ingin berbicara namun tenggorokannya tersekat. Entah berapa lama, barulah ia melepaskan pelukan. Matanya yang merah memandangi Lu Yixin. "Sayang, rindu Mama?"
Lu Yixin mengangguk kuat-kuat. Di matanya masih menggenang air mata yang belum kering. Dengan suara sedih ia bertanya, "Mama pergi ke mana? Mama tak mau aku lagi?"
Ji Sixi menutup matanya sebentar dengan berat hati. Tak tahu harus menjawab apa.
Lu Yixin sangat penuh pengertian. Tangan mungilnya yang sudah kurus mengusap air mata di wajah ibunya perlahan. Dengan kepatuhan ia berkata, "Mama jangan nangis... Apa karena aku tak patuh, Mama baru tidak pulang? Kalau begitu mulai sekarang aku akan patuh, setuju?"
Mendengar itu, air mata Ji Sixi semakin deras mengalir. Seketika ia mengangkat putrinya dan duduk di kursi.
Lu Yixin dengan tenang bersandar di pangkuan Ji Sixi, sepertinya karena sudah lama tak melihat ibunya, takut sang ibu akan pergi, tangannya terus erat melingkari leher Ji Sixi. Ji Sixi mulai menjelaskan dengan sabar, "Xin Xin, Mama tak mau meninggalkanmu. Hanya saja Ayah dan Mama tak bisa terus hidup bersama, jadi Mama terpaksa menyerahkanmu pada Ayah untuk dirawat..."
