Ji Sixi menelepon Shen Xiaoran menggunakan ponselnya.
Hatinya dilanda kegelisahan.
Bersyukur dia belum melupakan nomor telepon Shen Xiaoran.
Shen Xiaoran mengangkat telepon lebih cepat dari perkiraannya, saat itu hati Sixi sudah setengah lega. "Manajer Shen."
Shen Xiaoran terdengar terkejut, "Sixi?"
"Aku."
Shen Xiaoran tak percaya, "Benar-benar kau yang menelepon aku?"
“Aku malu,” kata Ji Sixi dengan perasaan bersalah. “Maaf, sebelumnya saat kau datang ke Selandia Baru menjengukku, aku bersikap dingin padamu.”
Shen Xiaoran segera berkata, “Urusan ini tak pernah kanggap penting.”
“Sikapku saat itu padamu hanya karena aku tak ingin lagi terlibat dengan masa lalu. Saat itu aku sedang hidup dengan status baru di Selandia Baru, aku tak bisa mengakui diri sebagai Ji Sixi,” jelas Ji Sixi.
“Aku paham... gara-gara Lu, kau dikejar-kejar anggota Malaikat Kegelapan. Tentu saja kau tak ingin kedatanganku merusak kehidupan tenangmu yang sudah terbangun.” Shen Xiaoran berbicara dengan tulus.
Ji Sixi mendesah pelan, ragu-ragu ingin bicara.
Shen Xiaoran merasakan keraguan Ji Sixi, “Ada yang ingin kau katakan padaku?”
“Sebenarnya persahabatan kita tidak terlalu dalam, aku seharusnya tidak membuthkanmu, tapi saat ini aku tidak tahu lagi siapa yang bisa kuminta bantuan, jadi...” Ji Sixi merasa sangat malu. Mendengar perkataan Ji Sixi, Shen Xiaoran tampak kecewa, "Kau seharusnya tidak berkata begitu, Xixi... Mungkin persahabatan kita berasal dari hubunganmu dengan Lu, tapi dulu kita pernah menjadi atasan dan bawahan, dan kita selalu bersahabat... Jadi apapun kesulitanmu
, dengan kemampuan yang bisa kujangkau, aku pasti akan membantumu."
Ji Sixi menggigit bibir bawahnya dengan lembut, relung hati terasa hangat mengalir. "Terima kasih, Manajer Shen."
"Urusan apa?" Shen Xiaoran sudah menanyakan dengan khidmat.
Ji Sixi baru kemudian berkata, "Aku sekarang berada di Berlin, diam-diam dibelenggu oleh Lu Jingzhi di vilanya."
"Apa?" Shen Xiaoran terkejut. "Xi, kau pergi ke Berlin, masih belum dibebaskan oleh Lu?"
Ji Sixi mendesah penuh kegelisahan, "Manajer Shen, aku sekarang tidak punya waktu menjelaskan situasi detail padamu, tapi aku perlu bantuanmu."
"Katakan." Shen Xiaoran sama sekali tidak ragu.
Ji Sixi berkata dengan khidmat, "Orang tuaku dan Sen Sen sekarang ada di sana bersama Iblis, aku ingin membawa mereka pergi, tapi Iblis tidak boleh tahu. Bisakah kau membantuku?"
"Tunggu, Xi..." Shen Xiaoran bersuara berat, "Bukankah kau dan Iblis sudah mau..."
Ji Sixi menjelaskan dengan tenang, "Awalnya memang aku berniat menikah dengannya, tapi sekarang aku menyadari mungkin belum benar-benar mengenalnya. Jadi, aku ingin mempertimbangkan lagi..."
"Jadi, kau khawatir jika menyatakan keraguanmu pada Iblis, dia takkan pernah membebaskanmu dan keluargamu?" kata Shen Xiaoran.
Ji Sixi mengangguk, "Tentu ini baru dugaan, tapi urusan pernikahan dengannya memang masih perlu kupikirkan... Jadi maukah kau membantuku?"
“Tapi memintaku mencari posisi iblis sangat sulit.” Shen Xiaoran berkata sejujurnya, “Kau harus tahu, Dark Angel juga terus-menerus mencari jejak iblis, tapi sampai sekarang belum menemukan posisinya.”“Aku tahu, tapi sebelum meninggalkan Selandia Baru, aku sudah mengingatkan keluargaku untuk menunggu di sana. Jadi mereka masih berada di kota kecil tempat kau pernah bertemu denganku di Selandia Baru. Sementara iblis belum tahu kalau aku sudah mulai mencurigainya, jadi tak mungkin ia membelenggu keluargaku, maksimal hanya
menyuruh orang diam-diam menatap mereka... Jadi kau tak perlu tahu posisi iblis, cukup pergi ke kota kecil itu di Selandia Baru dan temui keluargaku saja.” Ji Sixi berkata dengan serius.
“Baik.” Shen Xiaoran menyetujui. “Tapi ke mana kau ingin kubawa mereka?”
“Bawa ke rumah Lu, besok malam menyusul denganku.” Ji Sixi berkata.
“Begitu terburu-buru?” Shen Xiaoran bertanya dengan terkejut.
“Ya, dan aku juga ingin meminta bantuanmu untuk mengatur kepergianku dari Berlin lusa.” Ji Sixi mengatakan dengan berat hati.
Shen Xiaoran tetap lancar berjanji, “Ini tidak sulit, nanti akan kuatur pesawatnya... Tapi sudahkah kau memikirkan mau ke mana?”
Ji Sixi menggelengkan kepala, “Aku belum terpikir tujuan pasti, tapi aku tak mau Lu Jingzhi atau iblis menemukanku.”
“Kalau begitu biar kau yang atur, jika kau mempercayaiku.” Shen Xiaoran berkata.
“Tentu, jika tidak percaya, aku tak akan minta tolong. Tapi Manajer Shen, kau harus menjagakan rahasia ini, jangan sampai Lu Jingzhi mencium sesuatu.”
“Aku pasti akan melakukannya.”
Sampai memutuskan sambungan telepon, Ji Sixi baru sedikit menghela napas lega.
Dia akhirnya bisa menunggu dengan tenang hingga Situ Jing menyelamatkan Qin Housheng...
"Mama——"
Suara kekanak-kanakan Lu Yixin sampai di telinga Ji Sixi, baru kemudian dia membuka pintu kamar mandi.
Lu Yixin mendongakkan wajah mungilnya yang putih dan cantik, bertanya dengan suara penurut, "Mama, bolehkah kita menggambar di taman?"
"Ayo!" Ji Sixi mengusap kepala anaknya penuh kasih sayang.
Lu Yixin dengan gembira menggandeng tangan Ji Sixi, berjalan menuju lantai satu.
……
Di dalam taman, Ji Sixi duduk di ayunan, memandangi putrinya yang sedang asyik melukis dengan penuh kepuasan.
Dia benar-benar tak tega berpisah walau selangkah dari Lu Yixin, tapi kali ini dia tidak berniat membawa sang putri...
Bukan karena egois, tapi karena sadar Lu Yixin akan jauh lebih baik bersama Lu Jingzhi. Lagipula, jika harus memilih antara Lu Jingzhi dan dirinya, dia yakin sang putri belum tentu memilihnya.
Jadi meski berat meninggalkan Lu Yixin, dia memutuskan anak itu tetap ikut Lu Jingzhi...
Hanya memikirkan harus berpisah lagi dua hari mendatang, hatinya kembali teriris...
Tanpa disadari, kilatan air mata mulai menggenang di matanya.
Saat pikirannya tenggelam dalam lamunan, Ji Sixi tak menyadari derap langkah kaki yang mendekat.
Baru ketika suara itu berbunyi, "Sudahkah kau putuskan?" Ji Sixi tersentak dari renungannya.
“Dia sangat terkejut, karena tak menyangka Lu Jingzhi akan muncul di sini saat ini.”
“Tapi melihat pakaiannya yang putih dan kasual, jelas ia baru kembali dari main golf.”
“Hidupnya begitu nyaman...”
“Sementara dirinya dalam penderitaan yang dalam dan panasnya api, di belakangnya ada penyiksaan, tapi dia malah rileks dan tenang.”
“Tapi melihatnya dalam keadaan santai seperti ini memang jarang, lagipula ia sering mengerutkan alis, selalu terlihat punya masalah di hati.”
“Mungkin bisa rileks sekarang karena sudah menangkap pembunuh ayahnya, batu besar yang selama ini menindih hatinya akhirnya jatuh. ‘Aku sudah lama mempertimbangkan, tak perlu kau ingatkan bagaimana iblis itu. Di hatiku sudah ada penilaian sendiri. Jadi janjimu untuk melepasku dua hari lagi, harap tepati.’ Ji Sixi harus mengakui, saat bicara dengan Lu Jingzhi hatinya memang tersulut emosi. Dia tahu”
“ini karena masih peduli pada orang ini, hati terasa sakit, baru kemudian sedih, lalu marah. Tapi dia tak bisa mengendalikan diri.”
“Bodoh sekali!” Lu Jingzhi memuntahkan empat kata ini dengan tak senang.
“Ji Sixi mengabaikannya.”
“Kalau memang kau nekat melakukan hal bodoh ini, aku tak akan menghentikanmu.” Setelah meninggalkan kalimat ini, Lu Jingzhi berbalik dan bersiap pergi.
“Ji Sixi menatap bayangan Lu Jingzhi yang menjauh, hatinya tersentak hebat oleh kesedihan.”
“Perpisahan mereka kali ini, mungkin tak akan ada lagi pertemuan...”
“Sebenarnya dia ingin mengobrol baik-baik dengannya...”
"Meski sebelumnya ia memanfaatkan dan menyakitinya, dia bisa memahami tindakannya. Bagaimanapun juga dia adalah anak pembunuh ayahnya. Jadi jika memungkinkan, meski tak bisa menjadi suami-istri, berharap bisa menjadi sahabat..."
Setahun tak bertemu, sebenarnya dia ingin bertanya apakah ia baik-baik saja...
Walau dia tahu pasti hidupnya bahagia——ada orang yang dicintai di sampingnya, karier mulus, seharusnya ia merasakan kebahagiaan. Tapi dia tetap ingin mendengar jawaban langsung darinya: apakah ia bahagia?
Ya...
Dia ingin tahu: di dunia tanpa dirinya, apakah ada sedikit kesedihan yang pernah ia rasakan?
Selama setahun berjauhan ini, apakah ada sedetik pun ia mengingatnya?
Benarkah ia bisa begitu mudah melepaskan semua yang pernah terjadi antara mereka?
Sayang...
Pada akhirnya dia tak punya keberanian untuk menghentikan langkahnya yang menjauh dan menanyakan semua jawaban yang ada di hatinya...
Hanya bisa mengucapkan selamat tinggal dalam hati——
Lu Jingzhi, semoga di masa depan kau hidup bahagia. Semua hal buruk di separuh hidup sebelumnya, semoga Tuhan mengimbangi di sisa waktumu.
Dalam hati, dia diam-diam mendoakannya.
"Ayah——"
Ji Sixi tak menyangka, Lu Yixin tiba-tiba memanggil ayahnya.
Lu Jingzhi menoleh, menghadapi putrinya. Wajah tampannya penuh kasihan seorang ayah, "Ada apa, Xin Xin?"
Lu Yixin malah menarik Ji Sixi mendekat, baru kemudian berkata, "Ayah Ibu lihat gambar yang kubuat."
Di hadapan Lu Jingzhi, tubuh Ji Sixi agak kaku, suaranya terdengar canggung, "E... bagus."
Lu Jingzhi tidak menunjukkan keanehan, mengambil gambar tersebut.
Lu Yixin berkata dengan bangga, "Ini gambar yang baru saja kulihat, aku hebat kan!"
Ji Sixi baru menoleh ke gambar, detik berikutnya ia membeku.
Tak disangkanya anaknya menggambar tiga anggota keluarga mereka dengan detail hidup... Padahal tadi ia mengira anaknya sedang melukis pemandangan.
"Memang cukup baik, tapi teknik melukis masih perlu ditingkatkan. Perbatasan antara nyata dan ilusi belum cukup jelas." Lu Jingzhi mengevaluasi tanpa emosi.
Lu Yixin menyatukan tangan, menunduk, wajahnya kecewa. "Ayah hanya melihat itu?"
Lu Jingzhi terdiam beberapa detik, lalu melanjutkan, "Kombinasi warnanya juga kurang sedikit, tapi secara keseluruhan bagus."
Lu Yixin semakin menunduk, bergumam lirih, "Ayah tidak bisa melihat ini gambar Ayah, Mama dan aku?"
Lu Jingzhi tidak menjawab.
Ji Sixi menatap gambar itu dengan bengong, tiba-tiba bersuara, "Gambar Yi Xin bagus. Meski Ayah dan Mama sudah berpisah, kita tetap keluarga selamanya." Ia menoleh ke Lu Jingzhi, meminta kerja sama.
Ia tahu anak ini paham, bukan memaksa mereka rujuk, hanya ingin melekatkan harapan agar tak pernah berpisah... Lu Jingzhi sepertinya menerima isyarat halus itu, menjawab lembut, "Mamamu benar. Meski kami sudah berpisah, kita tetap keluarga, jadi gambar Xin Xin bagus..."
