“Kalau memang masih satu keluarga, bolehkah Ayah menggandeng tangan Mama?” Lu Yixin mendongakkan kepala, bola mata lugunya menatap erat sang ayah, bertanya serius.
Ji Sixi penuh keraguan berkata, “Mengapa Xin Xin mau Ayah menggandeng tangan Mama?”
Lu Yixin tetap memandang ayahnya, menjawab, “Karena Ayah Mama sama sekali tidak terlihat seperti keluarga, saat berbicara selalu seperti bertengkar... Aku ingin Ayah Mama berpegangan tangan, menjadi sahabat baik.”
Ji Sixi tersenyum lembut.
Rupanya sang anak mengira perselisihan orang dewasa seperti anak kecil, cukup berpegangan tangan bisa selesaikan...
“Ayah, bolehkah?” Lu Yixin terus memohon.
Saat itu, Lu Jingzhi melirik Ji Sixi, suara tenangnya berkata, “Kalau Mamamu tidak keberatan, aku juga tidak.”
“Mama pasti setuju...” Lu Yixin menjawab gembira, lalu segera menggandeng tangan Lu Jingzhi dan Ji Sixi.
Memikirkan "perdamaian" mereka bisa memberi hiburan pada anak, Ji Sixi tidak menolak.
Lu Jingzhi juga tak menolak...
Saat Lu Yixin meletakkan tangan Ji Sixi di genggamannya, ia perlahan menggenggamnya...
Saat itu...
Tak ada yang tahu, takkan ada yang melihat, di mata Lu Jingzhi dan Ji Sixi terkandung emosi yang pekat, namun tak satu pun dari mereka menunduk atau mendongak untuk saling memandang.
Melihat orang tuanya berpegangan tangan, Lu Yixin melompat-lompat gembira. “Yey...Ayah Mama akhirnya berdamai...”
“Melihat anak begitu bahagia, Ji Sixi menunjukkan senyum tipis penuh kepuasan.”
Lu Jingzhi menyadari senyum di wajah Ji Sixi. Banyak kenangan terlintas dalam pikirannya, membuatnya bengong sejenak. Tanpa sadar, tangannya menggenggam erat tangan Ji Sixi.
Tiba-tiba merasakan genggaman Lu Jingzhi semakin erat, dan kehangatan dari telapak tangannya semakin terasa, Ji Sixi mulai curiga. Tepat saat itu, suara Situ Jing terdengar——
“Lu.”
Dia secara insting melepaskan diri dari genggaman Lu Jingzhi.
Saat itu juga, kehangatan tiba-tiba menghilang. Dingin menusuk tiba-tiba terasa di telapak tangan.
Lu Jingzhi menoleh ke Situ Jing. "Kau datang."
Situ Jing jelas telah melihat adegan Lu Jingzhi menggandeng Ji Sixi tadi. Tapi dia berpura-pura baik-baik saja. Meski tubuhnya agak kaku, senyumnya tetap natural. "Kepala rumah tangga bilang kau di taman, jadi aku datang mencarimu!"
"Ya." Lu Jingzhi sama sekali tidak memberikan penjelasan tentang gandengan tangan tadi.
Situ Jing mengusap lembut kepala Lu Yixin. "Putri kecil, sedang melukis di taman?"
Lu Yixin menjawab penurut, "Aku melukis Ayah, Ibu, dan aku..."
"Benarkah?" Situ Jing penasaran melihat lukisan di tangan Lu Jingzhi, ekspresinya tetap biasa. "Wah, lukisan putri kecil bagus sekali... Kemampuan melukisnya hampir menyamai orang dewasa. Sepertinya mewarisi bakat desainer ibunya, sejak lahir sudah tahu cara menangani garis."
Lu Yixin sepertinya takut Situ Jing marah, menambahkan dengan suara kecil, "Aku hanya berharap Ayah Ibu dan aku selamanya tetap satu keluarga..."
Situ Jing segera menghibur, "Si kecil yang bodoh, tentu saja Ayah Ibumu selamanya satu keluarga... Apapun hubungan Ayah Ibumu sekarang, mereka akan selalu menyayangi dan mencintaimu."
Lu Yixin sangat senang dengan jawaban Situ Jing, tangan mungilnya menarik tangan Situ Jing, berkata demikian, "Bibi Situ, nanti kita juga akan menjadi keluarga..."
Situ Jing dengan penuh kasihan membungkuk mencium dahi Lu Yixin, "Sayang..."
Lu Jingzhi bertanya, "Apakah persiapan pesta ulang tahun besok sudah diatur?"
Situ Jing baru melepaskan Lu Yixin, menjawab lembut, "Sudah hampir selesai... Tapi besok undanganku cukup banyak, mungkin akan benar-benar mengganggu ketenangan rumah Lu."
Lu Jingzhi merangkul bahu Situ Jing, dengan santai melangkah pergi. "Tidak apa, yang penting kau bahagia."
Situ Jing puas menatap dalam-dalam Lu Jingzhi sejenak, lalu pergi bersama dengannya.
Meski sepanjang waktu Ji Sixi mengunci tatapannya pada putrinya, pandangan sampingannya tetap menangkap gerakan antara Lu Jingzhi dan Situ Jing.
Hatinya terasa pedih, sangat pedih.
Pada ketukan ini ia benar-benar mengerti, di hari-hari lalu Lu Jingzhi memang hanya memanfaatkannya, sama sekali tak pernah mencintainya.
"Mama..." Lu Yixin memanggil pelan.
Ji Sixi tersentak, di wajahnya sudah tak tersisa sedikit pun kesedihan, tersenyum, "Ada apa, Sayang?"
Lu Yixin mengulurkan tangan memeluk Ji Sixi, memandang ke atas wajahnya. "Yang paling-paling kucintai adalah Mama, meski Ayah dan Bibi Situ menikah nanti, tetap Mama yang paling kucintai..."
Matanya memerah, Ji Sixi memeluk erat Lu Yixin. "Mama tahu... Sayang, Mama juga paling mencintaimu."
……
Di sepanjang perjalanan pulang dari taman, senyuman lembut selalu menghiasi wajah Situ Jing. "Yi Xin benar-benar menggemaskan... Dia masih sangat kecil, belum mengerti inti diri bahwa kau dan Sixi adalah orang tuanya, fakta bahwa kalian adalah satu keluarga yang takkan pernah berubah." Lu Jingzhi berkata dengan tenang, "Jika maksudmu berbelit-belit tentang saat aku dan Sixi tadi berpegangan tangan, bisa kujelaskan bahwa itu hanyalah permainan anak-anak... Dia mengira dengan melakukan ini aku dan Ji Sixi bisa berdamai, persis seperti saat anak-anak TK bertengkar lalu guru menyuruh mereka berpegangan tangan atau merangkul
“Memeluk.”
Situ Jing seketika mengangguk, "Aku tidak mencurigai maksudmu, aku tahu ini anak yang membuat kalian melakukan ini... Aku hanya punya sedikit rasa terharu, orang tua berpisah, yang paling kasihan adalah anak."
“Jadi kau harus memberi lebih banyak kasih sayang padanya di kemudian hari.” Lu Jingzhi melirik Situ Jing sambil berkata demikian.
Situ Jing mengangkat pandangan menatap mata gelapnya Lu Jingzhi, “Lu, apakah kau khawatir aku akan menzalimi Yi Xin di masa depan?”
Lu Jingzhi berkata langsung, “Lagipula dia bukan anak kandungmu.”
“Tapi kita tak akan punya anak lagi di masa depan, selain menyayanginya, siapa lagi yang bisa aku sayangi?” Situ Jing berkata penuh keluhan.
Lu Jingzhi seketika menghentikan langkahnya, ekspresi wajahnya menunjukkan ketidaksenangan. “Kupikir kita sudah membahas masalah ini, aku tak mau mendiskusikannya lagi.”
Situ Jing menundukkan bulu mata panjangnya dengan kesepian, suara parau berkata, “Aku bukan ingin berdiskusi tentang ini, karena aku tahu hal yang sudah kau putuskan tak ada celah kompromi, aku hanya benar-benar berharap kita bisa punya anak di masa depan...”
Lu Jingzhi tidak memberikan respons.
Hati Situ Jing sangat sakit, tapi ia tetap memaksa diri mengangkat kepala, tersenyum paksa. “Sudah, kalau kau tak suka, aku tak akan bicara lagi, aku hanya berharap kau bahagia... Lagipula, yang penting kita hidup bahagia di kemudian hari!”
Wajah Lu Jingzhi baru mulai sedikit membaik. “Kuharap ini benar-benar isi hatimu, karena aku tak mau kau melakukan hal yang melanggar keinginanku.”
Situ Jing berbisik penuh kasih, “Aku takkan pernah.”
Lu Jingzhi membelai lembut punggung Situ Jing. “Ayo pergi... Jangan banyak khayalan.”
“Ya.” “Kau bilang besok kau juga mengundang orang dari keluarga Situ?”
