"Maaf..."
Memandangi Ji Sixi yang terbaring di bawahnya, dengan jejak air mata di sudut mata namun memalingkan wajah, Lu Jingzhi berkata dengan tulus.
Ji Sixi tetap tak menoleh, air matanya terus mengalir deras. "Apa di hatimu aku hanyalah wanita yang bisa kaupermainkan sesukamu, sehingga kau perlakukan aku seperti ini?"
Lu Jingzhi mendesah pelan, mengusap air mata di pipi Ji Sixi dengan punggung tangan. "Tidakkah kau lihat kondisiku sedang tidak normal?"
Kehangatan punggung tangannya menyapu pipinya yang dingin, memberi sedikit kelegaan di hatinya.
Ji Sixi perlahan menoleh, memandanginya. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu?"
Sebelum dia mengamuk tadi, dia memang terlihat sangat tidak biasa.
Lu Jingzhi terus sabar mengusap air mata di sudut matanya. "Aku di-bius."
“Di-bius?” Ji Sixi terpaku.“Kau……”
Lu Jingzhi menyipitkan mata, “Jika tidak, mengapa kau kira tadi aku menyuruhmu menjauh?”
Kilasan adegan tadi terlintas di kepala Ji Sixi, membuatnya terdiam.
Lu Jingzhi menunduk mematuk bibir Ji Sixi, baru melanjutkan, “Kusuruh pergi, kau malah bertahan… Sekarang kau benar-benar mengacaukan semua rencanaku.”
“Rencana apa?” Ji Sixi bingung. Lu Jingzhi perlahan mendekat, tatapannya membara di bibir montok kemerahannya. “Sekarang itu tak penting. Yang penting…” Suara baritanya serak menggema, bibirnya kembali menyambar bibirnya.
“...Kau harus tetap menemaniku…”
Dua pipi Ji Sixi memerah, wajahnya memaling. “Kau bilang di-bius, siapa yang berani menjebakmu?”
Masih ada yang bisa mengakali pria licik ini? Sungguh membuat penasaran.
Lu Jingzhi mengubur wajah di leher Ji Sixi, menghirup harum tubuhnya. “Situ Jing.”
“Situ Jing?”
Ji Sixi menoleh kaget, tapi ia sudah menarik diri. Persis saat ia mengangkat kepala, bibirnya direngkuh.
“Hmm…” Ji Sixi mengerang, berusaha melepaskan diri. Tangan Lu Jingzhi sudah erat membelenggu tubuhnya.
Ia dengan semena-mena mengusap, menggigit dengan lembut, dan menghisap bibirnya.
Ji Sixi tak kuasa melawan, juga tak bisa menolak, karena semua gerakannya bagai mengandung sihir yang perlahan meluluhkan tubuhnya...
Namun, ponsel Lu Jingzhi tiba-tiba berdering di saat seperti ini.
Ji Sixi bagai mendapat penolong, segera mendorong tubuh pria yang menindihnya. "Ponselmu berdering..."
Lu Jingzhi mengabaikannya. "Tak perlu dihiraukan." Hanya empat kata itu yang diucapkannya.
Ji Sixi putus asa mencengkeram lengan Lu Jingzhi. "Mungkin ada urusan penting..."
Lu Jingzhi tetap tak bereaksi, menggigit daun telinganya sambil dengan sabar membangkitkan hasrat serupa di relung hatinya...
Ji Sixi sudah tak bisa bertahan, tahu kelanjutannya akan membuatnya tak berdaya. Tapi Shen Xiaoran masih belum bisa dihubungi, kondisi orang tua pun tak diketahui. Ia tak punya waktu untuk berlama-lama di sini. "Jangan sakiti aku lagi, Lu Jingzhi..." desisnya parau.
Benar seperti dugaan, tubuh Lu Jingzhi gemetar nyata, semua gerakannya terhenti.
Ji Sixi menahan napas memandanginya, sorot mata menyiratkan kepedihan. "Apakah di hatimu, aku memang wanita yang bisa kauinjak-injak semaumu?"
Lu Jingzhi mendesah panjang, lalu menutup mata.
Ji Sixi segera mendorongnya perlahan, merangkul selimut lalu bangkit duduk. "Silakan tinggalkan tempat ini."
Lu Jingzhi baru kemudian membuka mata, tatapan kompleksnya menatap dalam-dalam Ji Sixi. Akhirnya, dengan tekad baja, ia mengenakan celana dan duduk di tepi ranjang.
Ji Sixi menyandarkan diri erat di kepala ranjang, membungkus tubuhnya rapat-rapat dengan selimut.
"Maaf." Lu Jingzhi mengulangi permintaannya.
Ji Sixi tetap diam, hanya berharap Lu Jingzhi segera meninggalkan kamar ini.
Lu Jingzhi langsung mengambil ponsel yang terus berdering, menarik napas dalam, lalu menekan tombol penerimaan.
"Pak Lu, saya Li Ao bawahan Manajer Shen. Manajer Shen dalam bahaya... Iblis membawa anak buahnya untuk membawa pergi Pasangan Ji. Manajer Shen sedang bertahan, tapi mungkin tidak bisa bertahan lama..." suara di seberang terdengar panik.
Mendengar ini, raut wajah Lu Jingzhi langsung berubah dingin.
Ji Sixi juga menangkap percakapan itu. Dengan tubuh tegang, ia bertanya tak percaya, "Iblis... dia datang?"
Lu Jingzhi langsung berdiri dan mulai mengenakan kemejanya.
Ji Sixi dengan gugup berganti piyama, lalu melompat turun dari ranjang.
Melihat ini, Lu Jingzhi berkata dengan nada dingin, "Kau tetap di sini. Aku jamin orang tuamu dan Sen Sen akan kuantar ke sini dengan selamat."
Ji Sixi menggelengkan kepala, "Aku harus ikut! Bagaimana aku bisa tenang... Lagipula Manajer Shen kan kuyundang untuk membantu. Tidak mungkin aku hanya diam melihatnya dalam bahaya!"
Lu Jingzhi tak senang mengerutkan alisnya, namun dengan tak berdaya menyampirkan mantel jasnya di bahu perempuan itu, lalu menuntun tangannya menuju lift vila.
Karena lift langsung terhubung ke garasi bawah tanah vila, tak ada yang melihat mereka.
Lu Jingzhi mengambil salah satu mobilnya di garasi, mengantar Ji Sixi, langsung melesat keluar dari rumah Lu.
Di dalam mobil, Ji Sixi bertanya panik, "Kau tahu dimana mereka?"
Tatapan dingin Lu Jingzhi menatap jalan di depan, merespons datar, "Perlu dipikir? Satu-satunya tempat yang bisa menepikan pesawat pribadi hanyalah lapangan golf di belakang gunung."
Ji Sixi seketika tersadar.
Benar, Shen Xiaoran pernah bilang pesawat sudah dipersiapkan...
Kalau memang mau menepikan pesawat, lapangan terbuka tentu syarat utama, dan sekitar sini hanya lapangan golf yang cukup luas.
Ji Sixi tiba-tiba merasa kepalanya di hadapan Lu Jingzhi bagai kepala batu.
……
Iblis tahu Shen Xiaoran meminta tolong pada Lu Jingzhi, tapi tidak menghentikannya karena malam ini memang rencana mengambil nyawa Lu Jingzhi.
Jika Lu Jingzhi datang sekarang, itu tepat sesuai tekad hatinya.
Hanya saja, iblis sama sekali tidak menyangka Lu Jingzhi ternyata tidak datang sendirian, ia membawa Ji Sixi, yang paling menentukan—
Saat Ji Sixi turun dari mobil, ia hanya mengenakan piyama, dengan mantel jas Lu Jingzhi masih tersampir di bahunya.
"Iblis malah memiliki mata yang sangat tajam, dengan mudah memperhatikan beberapa bekas ciuman di leher Ji Sixi. Ini membuatnya langsung menyadari apa yang baru saja dilakukan Lu Jingzhi dan Ji Sixi..."
Amarah menggelegak dalam sekejap di dada iblis, tapi saat ini ia hanya bisa menahan aliran emosi ini. Namun tangannya tak kuasa mengepalkan tinju.
"Akhirnya kau datang... Pak Lu, hampir saja kupikir kau sibuk dengan malam romantis..." Shen Xiaoran mengangkat senjata sambil mundur perlahan ke sisi Lu Jingzhi, bergumam kesal.
Ji Sixi merasa malu mendengar ini.
Shen Xiaoran menyadari kecanggungan Ji Sixi, lalu berhenti berbicara. Pasangan Ji segera membawa Sen Sen mendekati putri mereka.
