Ji Sixi terpaku.
Lu Jingzhi memandangnya tenang. "Masihkah kau anggap ini rayuan?" Surat bukti besi itu telah tenggelam di dasar laut.
"Aku..." Ji Sixi kehilangan kata.
Kedua tangan Lu Jingzhi menopang bahu Ji Sixi, matanya tak berkedip memandangnya. "Aku takkan izinkan kau pergi lagi."
Ji Sixi masih membeku.
Lu Jingzhi menyipitkan mata, kelembutan tak terduga mengisi tatapan gelapnya. "Aku akui, kemarin sempat ragu. Apakah bisa kuakhiri balas dendam dan kekuasaan demi dirimu... Tapi nyatanya, kehilanganmu lagi takkan kumampu."
Air mata Ji Sixi memenuhi seluruh orbit matanya.
Lu Jingzhi menggenggam erat bahu kurus Ji Sixi, menatapnya dengan tatapan penuh kasih. "Xi, kau percaya? Empat hari lalu saat kau tertembak dan Tak Sadarkan Diri, aku sudah bersumpah dalam relung hati - jika kau tidak bisa diselamatkan, akan kubunuh habis semua orang yang menyebabkan kematianmu itu, lalu bersama-sama ke surga untuk menemanimu..."
"Kenapa kemarin tidak kau katakan?" tanya Ji Sixi dengan suara tersekat. "Karena kemarin sebelum kau menyergahku, aku masih terobsesi balas dendam... Saat itu aku masih mengira dendam dan kekuasaan adalah yang terpenting dalam hatiku. Tapi saat kau terjatuh di hadapanku, kau menguras habis seluruh tenagaku. Kau membuatku kehilangan semua perasaanku, kau membuat hatiku seolah terkorek habis... Baru saat itu aku tahu, ternyata balas dendam dan kekuasaan bukan lagi yang terpenting. Rupanya aku sudah tidak bisa lagi menggunakan alasan 'melindungimu' untuk mendorongmu pergi, karena aku sudah tidak bisa hidup tanpamu..." Kilatan air mata muncul di mata Lu Jingzhi, suaranya serak
parau.
"Kau benar-benar bersedia?" Ji Sixi mengira ini mimpi, ia mencubit lembut pahanya sendiri. Merasakan sakit, ia bertanya dengan suara tercekat.
Lu Jingzhi kembali menekan Ji Sixi ke dalam pelukannya, memeluk erat-erat seolah ingin meremukkan tubuhnya hingga ke tulang. "Aku Lu Jingzhi bersumpah di hadapan langit! Jika perasaanku pada Ji Sixi ada sedikit pun kepalsuan, biarlah aku mati mengenaskan!"
"Tak mau." Ji Sixi seketika mundur dari pangkuan Lu Jingzhi, menutup mulutnya dengan tangan. "Jangan ucapkan kata-kata seperti itu…"
Mata Lu Jingzhi memerah, suaranya parau berkata, "Aku tak bisa kehilanganmu, Xi... Segala harta bisa kutinggalkan, balas dendam dan kekuasaan bisa kusurutkan... Asalkan kau tetap di sisiku."
"Dasar bodoh, kenapa bersumpah begitu..." Tangis Ji Sixi tersendat-sendat.
"Asal kau percaya, seratus sumpah pun akan kurajut..." Khawatir Ji Sixi ragu, Lu Jingzhi bersiap melanjutkan sumpahnya.
"Dasar kekanakan... Kau pikir sumpah itu ada gunanya?" Ji Sixi menurunkan tangan Lu Jingzhi, menggenggam erat pergelangannya.
Senyum merekah di wajah Lu Jingzhi, menyadari maaf telah diberikan. Ia merangkul Ji Sixi dalam dekapan.
Tanpa keraguan lagi, Ji Sixi membalas rangkulan itu dengan erat.
Di luar kabin, angin laut berdesir lembut, bagai melantunkan kidung restu untuk mereka.
Mentari pun menembus awan kelam, menyinari wajah bumi dengan senyum keemasan.
……
Paris, kantor pusat Dark Angel.
Setelah mendengar laporan bawahan, raut Mu Yi tampak lebih tenang.
Jason menghampiri meja kerjanya, berbisik, "Masih belum ada jejak Lu?"
Mu Yi mengangguk, "Jika dugaanku tepat, pastilah ia sedang berlayar di wilayah tertentu. Mustahil hilang begitu saja."
"Lanjutkan pencarian?" Jason menyambung bertanya.
Munyi memandang dingin Jason. "Tentu harus dicari, bisa kabur itu takdirnya, tapi Dark Angel takkan pernah berhenti mencarinya."
Jason mendengar, nada suaranya langsung datar. "Ya, Tuan Munyi benar, mana mungkin kita membiarkan pengkhianat organisasi tetap hidup?"
"Maksudmu dengan nada sinis itu apa?" tanya Munyi tak senang.
Jason seketika menggeleng, wajah polos. "Mana ada nada sinis? Aku sedang serius berdiskusi denganmu tentang urusan ini!"
Munyi kembali melontarkan tatapan tajam, kali ini matanya berisi permusuhan. "Jaga baik-baik rasionalitasmu, jangan sampai melakukan hal emosional seperti memberi bantuan diam-diam... Jika tidak, aku dan Mo akan memasukkanmu ke daftar buruan seperti Lu."
Jason pura-pura asyik memainkan pistolnya, bergumam lirih. "Sok rasional, padahal juga lega waktu dengar anak buah gagal melacak jejak Lu."
Munyi jelas mendengar ocehan Jason, tapi ia memilih diam sambil mengunci rapat bibirnya.
Di saat yang sama, seorang bawahan masuk dari luar.
Ekspresi Munyi langsung berubah penuh kewibawaan pemimpin. "Ada urusan apa?"
Bawahan itu menunduk hormat. "Maaf Tuan Munyi, kami gagal mengawasi Iblis... dia kabur..."
"Kabur?" Munyi tidak percaya, bola matanya terbelalak. "Di sel Dark Angel yang dijaga ketat, masih ada yang bisa melarikan diri?" Bawahannya gemetar, berbisik gugup, "Iblis terlalu licik... Sejam lalu, kami mengantar makanan untuk Iblis, tiba-tiba menemukan Iblis kena tembak, detak jantungnya sudah berhenti. Kami kira Iblis sudah mati, langsung memanggil dokter... Tapi tak disangka, Iblis ternyata belum mati. Ia hanya
menelan obat yang bisa menghentikan detak jantung sementara. Saat dokter mendekatinya, tiba-tiba ia sadar, merebut senjata salah satu penjaga, menembak mati semua orang di sel... Ketika aku tiba, Iblis sudah menghilang."
"Benar-benar ember sampah!" Munyi menggeram.
Bawahannya tak berani membela diri, menunduk siap menerima hukuman.
Tiba-tiba Jason bersuara, "Menurutku kau tak bisa menyalahkan mereka. Kalau Iblis tidak punya dua kuas khusus, bagaimana mungkin dulu Lu tertarik? Lagipula, pasti Iblis sudah merencanakan kabur sejak ditangkap, kalau tidak mana mungkin mempertaruhkan nyawanya untuk menukar nyawa Lu..."
"Jason benar, ini bukan kesalahan mereka." Guan Yumo memasuki kantor luas itu, suaranya berat.
Munyi mengangkat kepala melirik Guan Yumo. "Bukannya kau bilang hari ini menemani Xiao Ying, tidak ada waktu ke sini?"
Guan Yumo melambaikan tangan menyuruh bawahannya mundur, baru berkata, "Aku ingin tahu kondisi Lu."
Jason mengangkat bibirnya, "Sepertinya juga tidak yakin kembali ke markas... Benar seperti dugaanku, kalian semua adalah orang-orang yang mulut dan hati tidak sejalan. Jelas sangat memperhatikan Lu, tapi berpura-pura ingin menghabisi nyawanya."
Munyi dan Guan Yumo secara bersamaan menatap Jason dengan tatapan dingin.
Jason akhirnya diam.
Guan Yumo melanjutkan, "Sudah seminggu... Menurut penilaianku, seharusnya dia sudah kembali dari laut."
"Rupanya kau juga merasa Lu ada di laut, tadi Munyi juga berkata seperti itu," ujar Jason.
Guan Yumo menjawab tenang, "Tidak ada catatan masuk-keluar, menghilang begitu saja dari daratan, sudah pasti pergi ke laut. Lagi pula dia tidak memasang koordinat, jadi tidak ada yang tahu di wilayah laut mana dia berada."
"Tapi seperti katamu, seharusnya dia akan kembali... Seminggu cukup untuk memulihkan diri Ji Sixi, jadi saatnya dia datang menjemput Lu Yixin!!!" Munyi menganalisis dengan suara berat.
"Lu Yixin ada di tempat Shen Xiaoran. Saat ini tidak ada aktivitas mencurigakan di sana, artinya Lu belum pergi mencarinya," balas Guan Yumo.
Munyi mengangguk, "Suruh orang terus mengawasi ketat Shen Xiaoran. Jika Lu Jingzhi muncul, bunuh tanpa ampun!"
"Aku tahu." Setelah mengucapkan kalimat ini, Guan Yumo terperangkap dalam perenungan.
Jason melirik keduanya, berbisik, "Menurut kalian, saat itu Lu hampir membunuh semua orang karena melihat Ji Sixi tertembak. Kalau dia begitu tegang memikirkan Ji Sixi, kenapa malah berpisah dan menikahi Situ Jing?"
"Sederhana, dia ingin mendominasi organisasi 'Iblis'," Guan Yumo memberikan jawaban.
Mendengar itu, Jason membeku, "Bukannya Lu selalu tidak menganggap penting wewenang jabatan?"
“Sejak saat Lu meminta agar surat bukti organisasi "Iblis" diserahkan padanya untuk disimpan, aku tahu bahwa ia tak pernah menunjukkan wajah aslinya di hadapan kita.” Guan Yumo berkata demikian.
Jason berkata, “Kalau begitu, demi mendapatkan kewenangan, sebelumnya ia baru bercerai dengan Ji Sixi...”
“Seharusnya begitu, namun sekarang ia harus menanggung penderitaan.” Bibir Guan Yumo tiba-tiba mengangkat seberkas senyum sambil berkata. Munyi sepertinya memahami ucapan Guan Yumo, ikut tersenyum, “Sebenarnya sejak awal aku sudah menangkap bahwa intinya ia mencintai Ji Sixi mati-matian, tapi aku sengaja tidak menasihatinya. Aku hanya ingin melihat, bagaimana ekspresi orang yang tak menganggap siapapun berarti ini sekarang terjebak oleh seorang wanita.”
Gambaran seperti apa...”
Guan Yumo menggelengkan kepala, lalu mendesah, “Hukum karma memang ada!”
……
“Lu Jingzhi, aku mau minum air.”
Di geladak kapal, Ji Sixi menyambut angin laut dengan riang sambil membalik halaman buku di tangannya. Melihat Lu Jingzhi sedang fokus memancing, ia tersenyum nakal lalu berseru.
Lu Jingzhi mengerutkan alis, tapi tetap menjawab dengan lembut, “Tunggu sebentar boleh? Aku merasa ada ikan menyambar umpan.”
“Tidak bisa, sekarang juga. Aku sangat haus.” Demikian jawab Ji Sixi.
“Baik, segera datang.” Lu Jingzhi memaksa diri meletakkan pancingannya, bangkit dari kursi sambil tersenyum pada Ji Sixi.
Ji Sixi pura-pura fokus membaca buku, menambahkan, “Aku juga mau makan buah... Bukankah masih ada mangga di kabin? Kupaskan mangga untukku.”
“Baik.”
Tak lama kemudian, Lu Jingzhi datang membawa segelas air lemon dan sepiring mangga.
Ji Sixi baru meletakkan buku di tangannya, menatapnya sekilas. "Air ini tidak dingin sama sekali, aku mau yang ada esnya. Mangga ini juga terlalu kecil, aku mau potongan yang lebih besar..."
Lu Jingzhi memandangi wanita cantik yang tampak segar itu sambil tetap tersenyum, "Nyonya Lu, kondisi tubuhmu belum pulih sepenuhnya. Es tidak baik untuk pemulihan. Sedangkan mangga lebih baik dipotong kecil-kecil, nanti kau bisa mengotori sudut bibirmu kalau potongannya besar."
Ji Sixi menutup bukunya, mengangkat kepala, lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Dengan tenang ia memandangi pria tampan di hadapannya. "Aku tetap mau."
Mata sipit memanjang Lu Jingzhi yang gelap sedikit menyipit, "Kau yakin?"
"Ya, aku tetap mau." Setelah berkata demikian, Ji Sixi menyilangkan kakinya, berpura-pura menunggu dilayani.
Senyum penuh makna mengembang di bibir Lu Jingzhi. Setelah menaruh mangga dan air, tiba-tiba ia menggendong Ji Sixi secara horizontal.
Ji Sixi kaget, mencubit lengan pria itu. "Kau mau apa..."
Lu Jingzhi menunduk mematuk bibir Ji Sixi, "Bukankah kau bilang 'mau'?"
"..." Pipi Ji Sixi memerah seperti udang rebus. "Maksudmu kemana..."
Lu Jingzhi menggigit lembut leher Ji Sixi, "Masih berani sombong?"
"..." Ji Sixi langsung digendong seseorang menuju kabin kapal.
