Tapi saat ini dia tak bisa menahan, hanya ingin menangis tersedu-sedu dalam pangkuan Tan Yan…
Karena dia tahu akhirnya tak perlu lagi berpisah dengannya…
Tan Yan menunduk, dagunya perlahan menempel di dahinya. "Jangan menangis… Tangisanmu membuatku tak tahu harus berbuat apa."
Qin Qian baru bisa mengendalikan diri untuk perlahan menghentikan tangisannya, tapi bagai kelinci kecil yang terluka, tetap membiarkan diri dalam dekapan Tan Yan, erat memeluknya.
Melihat Qin Qian berhenti menangis, wajah tampan nan muram Tan Yan akhirnya mencair. Ia menunduk, memandangi bulu mata panjangnya yang masih bergetar dengan air mata yang belum kering, lalu menghapusnya dengan ciuman lembut.
Setelah emosi stabil, Qin Qian bertanya dengan khawatir, "Ngomong-ngomong, tadi dengar Ibu bilang tinggal sebulan lagi batas waktu bank untuk Keluarga Tan melunasi utang. Bagaimana kau akan mengisi kekosongan dana ini?"
Dia tahu 4 miliar bukan jumlah kecil. Jika Keluarga Tan gagal membayar, Grup Bisnis Keluarga Tan yang masih beroperasi normal ini mungkin akan dipaksa dilelang oleh bank.
Tan Yan berbisik pelan, lalu berkata, “Aku berencana untuk meminjam dari kakakku dulu.”
“Pak Lu?” Qin Qian terkejut mengangkat pandangan.
Tan Yan menahan tatapan jernih Qin Qian, berkata serius, “Ya.”
Di kedalaman mata Qin Qian terlintas seberkas muram, tiba-tiba, dia berkata penuh penyesalan, “Maaf……”
Alis tampan Tan Yan berkerut, “Mengapa tiba-tiba bilang begitu?”
Qin Qian menatap wajah tampan Tan Yan. “Aku tahu jika bukan demi aku, kau takkan sama sekali meminjam uang dari kakakmu……”
Pak Lu pernah memberikan bantuan kepada Tan Yan di saat-saat sulit……
Saat itu Tan Yan mengira Pak Lu terlibat bisnis gelap, emosi tidak mau membantu, hingga hubungan persaudaraan mereka renggang... Belakangan baru tahu uang itu dibutuhkan Pak Lu untuk memindahkan makam orang tua kandungnya yang telah tiada - lokasi pemakaman pasangan Lu kala itu terkena renovasi pemerintah. Jika tidak dipindahkan ke lokasi baru, pemerintah akan langsung menghancurkan. Saat itu Pak Lu masih sibuk mencari nafkah, siang
hari merancang strategi untuk geng hitam, malam kuliah di sekolah malam. Tapi uang hasil jerih payaknya masih belum cukup untuk biaya pemindahan makam. Baru kemudian dia mendatangi Tan Yan minta bantuan... Tan Yan pun menyesal berat setelahnya.
“Oleh karena itu, bertahun-tahun ini, setelah Pak Lu memiliki Grup Lu yang terkenal di Jerman, Tan Yan tidak berani mengakui hubungan kekerabatan dengannya... karena rasa bersalah yang terlalu besar di hati.
Kini Tan Yan ingin meminjam uang dari Pak Lu, dan dengan nominal yang begitu besar, pastinya hati Tan Yan merasa canggung...
Meski hubungan persaudaraan telah berdamai, tetap saja sulit untuk mengungkapkannya.
Tan Yan berkata dengan santai, "Bodoh, aku dan dia saudara kandung. Kalau aku kesulitan, sudah pasti akan minta tolong padanya."
Mata Qin Qian kembali berkaca-kaca.
Dia tidak tahu apakah Tan Yan benar-benar tidak peduli, tapi dia yakin Tan Yan sangat mencintainya.
Sepanjang hidup bisa menemani pria yang dicintainya sekaligus mencintainya, dia bersyukur atas anugerah Tuhan.
Tanpa bicara lagi, dia menyembunyikan wajah di pangkuannya dan memeluknya semakin erat.
Tiba-tiba, Miao Miao berlari masuk dari luar...
Mendengar suara itu, Tan Yan dan Qin Qian melepaskan pelukan.
Miao Miao masih mengenakan kostum Spider-Man, jelas hari ini bermain sangat gembira hingga berkeringat deras. "Ayah Ibu..." teriaknya girang.
Tan Yan dan Qin Qian menoleh ke anak mereka, wajah penuh kasihan.
Miao Miao berlari menghampiri Tan Yan dan memeluk kakinya. "Ayah, hari ini ada yang bilang aku sebentar lagi punya adik laki-laki atau perempuan, benarkah?"
Tan Yan mengusap kepala Miao Miao. "Ya."
Miao Miao segera melepaskan Tan Yan dan memeluk Qin Qian.
Melihat gaya benturnya yang kencang, Tan Yan menegur, "Kau tidak boleh menggenjot-gensot seperti ini saat memeluk Ibu lagi. Ibu sekarang bukan satu orang."
Mendengar itu, Miao Miao menjawab penurut, "Aku mengerti, Ayah... Nanti akan hati-hati."
"Ya." Baru kemudian tatapan Tan Yan berubah menjadi lembut.
Miu Miu mendongakkan wajah mungilnya yang mempesona, dua pupil mata jernih menatap Qin Qian, suara kekanak-kanakannya berseru bahagia, "Mama, bisakah Mama memberiku adik perempuan? Xixi benar-benar menggemaskan, aku ingin punya adik kecil seperti Xixi..."
Mendengar itu, Qin Qian tersedak air liur sendiri, dengan malu menjawab, "Miu, sebenarnya jenis kelamin bayi tidak bisa ditentukan oleh Mama..."
"Kenapa dong?" Tanda tanya besar seolah terpampang di kepala Miu Miu.
Qin Qian terhibur oleh keluguan anaknya, namun bingung bagaimana menjelaskannya.
Tiba-tiba, Tan Yan mengangkat Miu Miu dalam dekapan, langsung menuju pintu sambil berkata, "Mama sudah berdiri seharian, pasti lelah. Kamu juga main seharian, saatnya mandi dan istirahat..."
"Ayah, bisakah Mama memberiku adik perempuan?"
"Ini..."
Melihat Tan Yan juga kebingungan, Qin Qian menggelengkan kepala sambil menahan tawa.
Dering ponsel tiba-tiba mengisi ruangan.
Qin Qian menduga ini pasti Mu Ying yang siang tadi ditutup teleponnya. Dengan senyum, ia mengambil ponsel dari sofa.
Saat Mu Ying menelepon sebelumnya, Tan Yan belum mengumumkan "kabar kehamilan", jadi waktu itu ia langsung memutuskan panggilan karena takut Mu Ying menangkap jejak dari emosinya.
Tapi sekarang seluruh tubuhnya terasa lebih ringan, tak ada lagi kekhawatiran yang perlu disembunyikan.
Namun, saat melihat layar ponsel, dia baru menyadari bahwa yang menelepon bukanlah Mu Ying, melainkan serangkaian nomor telepon asing.
Entah mengapa, telepon asing ini memberinya firasat buruk di relung hati.
Setelah mempertimbangkan sebentar, dia tetap menekan tombol penerimaan.
"Halo."
"Nona Qin."
Karena baru kemarin berbicara dengan Jin Yun, Qin Qian langsung mengenali suara sopan itu berasal dari Jin Yun.
Mengingat Yan Yan seharusnya sudah berdiskusi dengan Jin Yun, tapi Jin Yun tetap ingin memperbesar masalah, sikap Qin Qian tidak lagi sebaik kemarin. "Nona Jin, tak perlu berpura-pura sopan. Langsung saja katakan maksudmu menelepon."
Jin Yun tertawa pendek, lalu dengan tenang berkata, "Baiklah, akan kusampaikan langsung... Qin Qian."
Qin Qian menggigit bibirnya perlahan, bersiap menyimak. Suara Jin Yun tiba-tiba menjadi dingin, "Kuberi saran baik... Barang yang kuinginkan, tak pernah luput dari genggamanku seumur hidup, termasuk Yan Yan... Alasan ku tinggal di luar negeri beberapa tahun ini..."
"...bukan karena kuputus asa pada Yan Yan, tapi untuk memperkuat diri agar lebih memikat... Jadi, kuimbau kau sebaiknya meninggalkan Yan Yan. Jika tak mau, kujamin baik kau maupun Keluarga Qin akan mendapat hasil buruk, bahkan janin di perutmu mungkin celaka."
"Benarkah?" Qin Qian tersenyum tipis sambil berkata, "Nona Jin, jika selama ini kau memang seperti itu, tepat sekali biarkan aku dan Tan Yan memberimu pelajaran. Agar kau tahu, di dunia ini tak ada yang bisa mendapatkan semua incarannya."
Napas Jin Yun di ujung ponsel tiba-tiba menjadi berat. "Kau menantangku?" tanyanya dengan suara muram. Qin Qian tetap tenang, "Aku hanya menyarankan dengan baik... Nona yang hebat sepertimu seharusnya tak mudah menghancurkan hidupmu sendiri."
