Mendengar itu, Qin Qian segera menoleh, memohon, "Xiao Ying, jangan beri tahu Tan Yan, aku tak mau dia khawatir."
Mu Ying perlahan melangkah mendekat, berdiri di hadapan Qin Qian. "Jika tak mau kuberi tahu dia, makanlah malam ini dengan patuh. Meski tak nafsu, setidaknya minumlah bubur... Jangan biarkan janin di perutmu ikut kelaparan."
Qin Qian benar-benar tak bernafsu makan, tapi memikirkan janin di perutnya dan "ancaman" Mu Ying, ia hanya bisa mengangguk patuh.
Mu Ying baru puas, tersenyum lembut. "Ayo, sudah kupesan bubur untukmu."
……
Di bawah pengawasan langsung Mu Ying, Qin Qian akhirnya menghabiskan semua buburnya.
Mu Ying menghela napas lega, memandang perut Qin Qian yang sudah jelas menggembung, berkata, "Kuyakin Sayang kecil di perutmu pasti sudah kelaparan..."
Qin Qian mengulurkan tangan membelai lembut perut bagian bawah, berkata dengan rasa bersalah pada anaknya, "Maaf, Mama hari ini dilanda kesedihan, sampai membuatmu perut keroncongan..."
Mu Ying seketika bangkit menuju sofa di samping Qin Qian lalu duduk. "Ngomong-ngomong, Tan Yan hari ini menelepon kau?"
Qin Qian angkat kepala, memandang sahabatnya. "Mengapa kau bertanya begitu?"
Mu Ying menjawab, "Hari ini adalah hari di mana Ayahmu divonis hukuman, tapi ia bahkan tak meneleponmu sama sekali. Aku benar-benar mencurigai apakah ia sungguh peduli padamu?"
Mendengar itu, Qin Qian lelah bersandar di sofa, terus membelai perut bagian bawahnya. "Jangan bicara emosi seperti itu. Seberapa besar perasaan Tan Yan padaku, kau tahu di relung hati... Ia tak menelepon pasti karena ada urusan... Lagipula urusan Ayah sudah pasti, meski ia peduli apa lagi yang bisa dilakukan?" "Aku akui, sebenarnya aku tidak benar-benar meragukan perasaan Tan Yan padamu. Bagaimanapun selama dua tahun terakhir perasaannya padamu kusaksikan di balik sorotan mata. Hanya saja belakangan ini aku merasa ia terlalu mengabaikanmu... Di saat perasaanmu sedemikian buruk, dan itu terjadi karena kelalaiannya,
tapi ia tak datang menemani, malah masih sibuk dengan urusan bisnisnya. Aku benar-benar amarah..." suara Mu Ying bergetar geram.
Suara Qin Qian tetap datar, "Ia begitu berusaha keras menghadapi Komandan Jin, begitu gigih menyelesaikan masalah Perusahaan Tan, semua ini demi bisa secepatnya bersamaku..."
"Memang begitu, tapi apakah ia sampai sibuk tak bisa menyempatkan datang dari Kota H ke Kota C sekalipun?" balas Mu Ying menyergah.
“……”Qin Qian menatap sahabatnya, tatapannya penuh kelembutan. "Kau tahu, aku tak bilang padanya bahwa aku datang ke Kota C."
Mu Ying seketika berdiri dengan tangan di pinggang, "Sayang, kau mencari-cari alasan untuknya... Dengan kejadian sebesar ini pada Paman, mana mungkin kau tidak datang ke Kota C? Dengan kepintaran Tan Yan, mana mungkin dia tak menyadarinya?"
“……”Qin Qian akhirnya sunyi sepi.
Mu Ying menghela napas panjang, menunjukkan ekspresi ketidakberdayaan menghadapi Qin Qian, lalu melanjutkan, "Aku tak peduli, besok jika dia tak datang menemuimu, aku tak akan izinkan dia lagi mengurus urusan Keluarga Tan... Demi urusan Keluarga Tan, dia sudah membuatmu menderita begini rupa. Jika dia tak tersayat hati, aku yang tersayat!"
Qin Qian pasrah mencengkeram keningnya. "Aku lelah... Aku mau tidur..."
……
Tan Yan tak menyangka begitu turun dari pesawat langsung bertemu dengan orang tua angkatnya.
Mereka terlihat panik, di mata mereka tergambar kekhawatiran.
"Ayah, Ibu, bagaimana kalian tahu aku pulang malam ini?"
Ibu Tan melihat Tan Yan yang masih santai mengeluarkan ponsel hendak menelepon, alisnya berkerut dengan nada serius, "Aku tak peduli urusan bisnis apa yang harus kau tangani sekarang, tapi kau harus ke rumah sakit dulu. Setelah lukamu diobati, mau melakukan apa pun, aku dan Ayahmu tak akan menghalangi."
Tan Yan menurunkan ponsel dari telinganya, alisnya yang tampan terangkat. "An Ran yang memberitahu kalian?"
Jika bukan An Ran yang mengatakannya, mana mungkin mereka tahu dia pulang malam ini, apalagi tahu soal lukanya?
“An Ran melakukan ini demi lenganmu... Dia bilang tanganmu terluka parah, tapi kau mengabaikannya dan malah buru-buru menangani urusan bisnis.” Ibu Tan berkata dengan marah yang lebih mirip rasa sakit hati.
Tan Yan seketika diam.
Ayah Tan membuka suara di saat ini, “Ibumu benar, apapun urusannya, tubuhmu adalah yang terpenting... Pergilah ke rumah sakit dulu untuk merawat lukamu!”
Tan Yan membuka bibir datar, “Urusanku tak bisa ditunda...”
Begitu memikirkan kondisi Qin Qian saat ini, hatinya langsung tercabik-cabik.
Dia tahu, saat ini perempuan itu butuh pendampingannya, hanya pelukannya yang bisa menenangkannya...
“Tak bisa ditunda pun harus dilepas! Meski urusan ini mungkin menghancurkan Perusahaan Tan, aku tetap akan memaksamu ke rumah sakit!” Ayah Tan tiba-tiba bersuara dingin.
“Ayah...” Tan Yan mencoba membujuk.
Ibu Tan ikut menyambung, “Benar, Yan'er... Ayah dan ibu memang mementingkan perusahaan, tapi posisimu di hati kami jauh melampaui bisnis... Kami akan temani kau ke rumah sakit sekarang juga, harus memastikan lukamu ditangani dengan baik!”
Tan Yan pasrah, mengangkat tangan melihat arlojinya.
Ayah Tan sudah menyuruh supir membukakan pintu mobil, memberi isyarat agar Tan Yan masuk dengan gaya seperti akan "mengawal tahanan".
Tan Yan mengerutkan alis dalam-dalam, tapi menghadapi tekad orang tua, akhirnya naik mobil dengan pasrah.
……
Barulah di rumah sakit Tan Yan menyadari, lukanya jauh lebih parah dari yang dia duga.
"Lengannya benar-benar mengalami kerusakan hingga ke tulang, dan karena tidak segera ditangani, lukanya sudah mulai membusuk..." Melihat kondisi ini, dokter tak tahan menegur, "Benar-benar, luka separah ini seharusnya sudah ditangani di rumah sakit lebih awal, tapi malah ditunda sampai sekarang... Kau pikir ini luka kecil? Kalau terlambat satu dua jam lagi, tangan ini mungkin benar-benar akan mengalami efek samping yang tak bisa dipulihkan... Ini bukan hal sepele, sangat
mungkin nanti tangan kanan yang terluka ini sama sekali tidak bisa digerakkan!"
Pasangan Tan yang mendengar ini langsung tercengang, Ibu Tan buru-buru bertanya, "Dokter, apa yang harus dilakukan Yan'er sekarang? Apakah ia perlu dirawat?"
"Tentu harus dirawat. Karena penundaannya, lukanya sudah sangat parah. Kami harus melakukan operasi untuk mengangkat bagian yang membusuk... Untuk bisa pulang, paling cepat lusa, karena besok kami masih harus mengamati proses penyambungan lukanya..." kata dokter dengan tegas.
Ibu Tan mengangguk terus-menerus, "Baik, saya akan mengawasinya selama dirawat..."
Tapi ternyata, begitu Ibu Tan selesai bicara, Tan Yan sudah berkata khidmat, "Dokter, saya harus pulang besok!"
Mendengar ini, dokter mengerutkan alisnya, "Apakah Anda tidak mau lagi mempertahankan tangan ini?"
Tan Yan melunakkan nada, "Aku tak perlu pengamatan..."
Wajah dokter menjadi dingin, "Direktur Tan, saya tahu Anda sibuk mengurus segudang urusan Grup Bisnis Keluarga Tan, tapi uang tidak lebih penting dari kesehatan sendiri, bukan?"
Tan Yan seketika tercekat.
Pada saat ini, Ayah Tan berkata kepada dokter, “Dokter, apa yang kau katakan benar, sehat memang yang terpenting. Jadi tenang saja, aku akan memastikan anakku besok tinggal di rumah sakit untuk observasi……”
Dokter mengangguk pada Ayah Tan. “Kalau begitu, persiapkan operasi.”
“Baik.” Menghadapi sikap keras kepala dan teguh orang tua angkatnya, Tan Yan pasrah melirik arlojinya, menyadari waktu sudah menunjukkan sebelum fajar.
