BAB 1271 Bersatu Sampai Akhir Malam Terakhir

　　　　Tan Yan memandangnya dengan senyum merekah. "Mandi dulu yuk!" 　　　　Qin Qian terlihat baru tersadar, otak kacau itu tak lagi bisa mencari alasan untuk melepaskan genggaman tangannya, maka kali ini terpaksa dituntunnya bangkit. 　　　　"Miao Miao, istirahatlah cepat setelah selesai mengerjakan PR." Sebelum pergi, Tan Yan tak lupa mengingatkan Miao Miao. 　　　　Miao Miao mengangguk, "Baik, Ayah." 　　　　Tan Yan mengepal erat tangan Qin Qian, meninggalkan kamar anak. 　　　　…… 　　　　Qin Qian benar-benar tak menyangka Tan Yan masih ingat pesan dokter... 　　　　Di masa akhir kehamilannya ini, berendam adalah cara terbaik karena mandi berdiri bisa membahayakan ibu hamil, sedangkan berendam bisa mengurangi risiko sekaligus membantu persalinan nanti... 　　　　"Mau kupapah?" tanya Tan Yan meminta persetujuan. 　　　　"Graaah! Nggak perlu, aku bisa sendiri," jawab Qin Qian buru-buru. 　　　　Tan Yan tersenyum lembut. "Bodoh, kita kan sudah jadi pasangan tua, masih saja malu-malu?" 　　　　Qin Qian tersipu. "Bukan malu, tapi tubuhku sekarang gemuk dan jelek, tak mau kau lihat keadaanku yang begini..." 　　　　Tan Yan segera merangkul bahu Qin Qian. "Harus kau tahu, kau sama sekali tidak jelek, malah sangat cantik... Karena ibu hamil adalah wanita paling agung dan indah di dunia ini." 　　　　“Ini cuma kata-kata rayu…” Qin Qian berpura-pura malu manja. 　　　　“Yang kukatakan ini benar…Kau sama sekali tidak jelek. Di balik sorotan mataku, kau masih sama seperti pertama kali kita bertemu.” Tan Yan berkata dengan tulus. 　　　　Qin Qian membuka matanya sedikit, memandanginya dengan wajah polos dan naif. “Benarkah?” 　　　　Tan Yan mencium dahi Qin Qian untuk membuktikan sikapnya. 　　　　Qin Qian terus berpura-pura malu, menundukkan kepala. “Kalau begitu aku mau mandi dulu…” 　　　　Tan Yan bertanya khawatir, “Kau benar-benar tak butuh bantuanku?” 　　　　Qin Qian menggelengkan kepala, “Aku benar-benar bisa…Tenanglah, kalau ada perlu, pasti kupanggil.” 　　　　“Baik.” 　　　　Qin Qian segera mengambil piyama dan buru-buru menuju kamar mandi. 　　　　…… 　　　　Harus diakuinya, suhu air yang diatur Tan Yan benar-benar nyaman. 　　　　Seluruh tubuhnya terbaring di bak mandi, menikmati sentuhan lembut air hangat yang terasa seperti pijatan, memberikan kenyamanan bagi jiwa raganya. 　　　　Qin Qian terpaku memandangi langit-langit kayu di atas bak mandi, tanpa sengaja teringat berbagai kenangan sejak pertama bertemu Tan Yan hingga hari ini… 　　　　Ia menyadari, Tan Yan memang pria yang sangat perhatian dan hangat. 　　　　Selain masa awal pertemuan dimana mereka hanya tenggelam dalam nafsu cinta tanpa saling mengenal secara mendalam, selama dua tahun bersama ini, dia memang sangat penyayang… 　　　　Walau tidak pandai bersilat lidah, tapi dia selalu muncul di sisimu saat kau membutuhkan… 　　　　Seorang gentleman, setiap gerak-geriknya menunjukkan rasa hormat dan perhatian pada wanita… 　　　　Ia tak akan memberimu rayuan manis berbunga-bunga, namun membuktikan kepeduliannya melalui tindakan... 　　　　Sayangnya... 　　　　Dia muncul saat kau membutuhkan, bukan karena mencintainya, melainkan karena menilai tinggi tanggung jawab moral. Sejak awal, An Ran-lah yang menjadi pengganti di hatinya. Rasa bersalah yang mendalam membuatnya merawatmu dengan penuh perhatian. 　　　　Sikap gentleman-nya padamu, perhatian pada perasaanmu, dan penghormatan pada posisimu - semua ini semata-mata mencerminkan pribadi yang berpendidikan tinggi... 　　　　Rayuan manis tak pernah terucap, hanya tindakan yang membuktikan kepedulian. Bukan karena cinta, melainkan karena dari awal hingga akhir, An Ran-lah yang selalu menjadi pengganti dalam hatinya... 　　　　Dalam benaknya, andai An Ran tak kembali ke dunianya, andai tak ada lagi hubungan di antara mereka, takkan pernah terjadi pengkhianatan selama hidupnya... 　　　　Tapi urusan perasaan, siapa yang bisa mengendalikan? 　　　　Sekuat apapun Tan Yan, ketika berhadapan dengan cinta sejatinya, pertahanan moral di relung hatinya mungkin akan runtuh... 　　　　Maka terjadilah pengkhianatan itu - keharuan perpisahan dengan An Ran di bandara yang tak terbendung... 　　　　Kenangan pelukan mereka di bandara itu masih membuat dadanya terasa tercabik-cabik... 　　　　Mengapa harus menipunya? 　　　　Bukankah kerja sama dengan An Ran masih membekas, tapi mengapa terus-menerus bilang bahwa dialah yang paling dipedulikan? 　　　　"Jika ia terbuka memberitahukan bahwa sejak awal hanya menjadikannya pengganti An Ran, dia tidak akan merasakan sakit dan kecewa seperti sekarang ini. Setidaknya ia berhati terbuka, membuktikan dia tidak salah mencintai orang ini. Hanya sayangnya, dia gagal mendapatkan hati orang ini..." 　　　　Kini, ia menyaksikan kemesraan Tan Yan dan An Ran di bandara yang membuatnya harus bagaimana menerima kenyataan ini? 　　　　Jadi... 　　　　Sungguh sakit hati. 　　　　Pada ketukan ini, dia hanya berharap setelah berpisah, mereka takkan pernah bertemu lagi. 　　　　Apapun perkembangan hubungan Tan Yan dengan An Ran di masa depan, dia berharap takkan pernah mendengar kabarnya... 　　　　Dia juga takkan mendoakan mereka dalam hati, karena mereka telah melukainya sedalam-dalamnya... 　　　　Saat pikiran ini melintas, Qin Qian baru menyadari realitas di sekitarnya. 　　　　Secara refleks, dia baru menyadari pandangannya telah kabur oleh air mata. 　　　　Segera dia menangkupkan air dengan kedua tangan, membasuh air mata di wajah, lalu berbisik dalam hati: "Qin Qian, kau harus kuat..." 　　　　…… 　　　　Keluar dari kamar mandi, Qin Qian terkejut melihat Tan Yan masih belum tidur. 　　　　Pria itu mengenakan kemeja putih dan celana hitam, duduk menyilangkan kaki di sofa sambil serius membaca koran finansial. Dari samping, sosoknya tampak anggun luar biasa - pemandangan yang mampu membuat seluruh wanita di dunia berdebar-debar. 　　　　Mendengar langkah Qin Qian, Tan Yan meletakkan korannya. "Sudah mandi?" 　　　　Qin Qian mengangguk, "Sekarang giliranmu." 　　　　"Baik." Tan Yan bangkit dari sofa. 　　　　Qin Qian langsung menuju ranjang besar di kamar. 　　　　Dia tahu malam ini tak bisa menghindar untuk berbagi ranjang dengannya, jika tidak, dengan kewaspadaan khasnya, dia pasti akan membocorkan celah... 　　　　Akhirnya, dia perlahan berbaring di ranjang. 　　　　Saat gemericik air terdengar dari kamar mandi, Qin Qian mengambil ponsel dan mengirim pesan ke Gu Qingyou: "Aku dan Miao Miao akan tiba di bandara pribadi Direktur Jiang besok pukul 10 pagi." 　　　　Gu Qingyou membalas: "Alasan apa yang kau pakai untuk pergi?" 　　　　"Mengantar Miao Miao ke sekolah." - jawab Qin Qian. 　　　　"Bukankah saat sekolah menghubungi Rumah Keluarga Qin untuk melaporkan Miao Miao tidak masuk hari ini, mereka sudah akan menyadari kau membawa Miao Miao pergi?" - Gu Qingyou bertanya dengan pertimbangan. 　　　　"Saat itu aku dan Miao Miao sudah di pesawat. Tenang saja, tadi saat Miao Miao mengerjakan PR, sudah ku tinggalkan surat untuk Tan Yan. Jadi keluarga Qin tak akan mencariku ke seluruh dunia." - balas Qin Qian. 　　　　"Baik, besok akan kuatur segalanya." - Gu Qingyou akhirnya merasa tenang. 　　　　"Ya." Tan Yan mengirim emoji terima kasih ke Gu Qingyou. 　　　　…… 　　　　Setelah menghapus semua informasi di ponsel, Qin Qian menutup mata memaksa diri cepat tertidur. 　　　　Pertama, dia tak ingin lagi berbicara dengan Tan Yan malam ini. Kedua, kualitas tidur yang baik baru bisa menjamin perjalanannya besok berjalan aman dan lancar ke tujuan yang diinginkan. 　　　　Sayangnya... 　　　　Dia justru mengalami insomnia... 　　　　Di kepalanya terus terbayang kenangan demi kenangan saat bersama Tan Yan dulu, sama sekali tak bisa tidur... Saat Tan Yan keluar dari kamar mandi, dia masih belum terlelap, terpaksa memejamkan mata dan berpura-pura tidur nyenyak.