"Ya, Mama sangat menyukai sini, evaluasi di internet juga bilang ini salah satu negara terindah dan paling tertib di dunia ini. Jadi aku yakin Miao Miao nanti juga akan suka." Qin Qian tidak membongkar kegelisahan di relung hati Miao Miao, menghibur dengan kalimat demikian.
Miao Miao mengangguk penuh pengertian. "Selama Mama suka, aku juga suka."
"Sayang." Qin Qian tak tahan menunduk mencium dahi Miao Miao.
Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar panggilan, "Qianqian, Miao Miao..."
Qin Qian dan Miao Miao serentak mengangkat kepala. Detik berikutnya, senyum Qin Qian merebak bak bunga bermekaran, sementara Miao Miao sudah menarik koper menuju bayangan penuh kasih yang agak gemuk itu...
"Waipo..."
"Nak..." Shu Lan bahagia bukan main, entah dari mana tenaganya, Miao Miao pun terangkat dalam dekapan.
Miao Miao dengan riang menggesekkan wajahnya di leher Shu Lan, mengungkapkan kerinduannya pada Shu Lan.
Qin Qian perlahan mendekati hadapan mereka, wajahnya merekah kepuasan. "Ibu, bagaimana Ibu tahu aku datang ke sini saat ini?"
Baru kemudian Shu Lan menjawab Qin Qian, "Ibu sudah menunggu di sini sejak pagi..."
Benar-benar kasihan hati orang tua di seluruh dunia...
Qin Qian mengikuti gerakan memeluk Shu Lan dengan lembut. "Terima kasih Ibu... Di mana pun, asalkan melihat Ibu, aku langsung merasa tenang."
"Anak bodoh, makanya dikatakan orang tua adalah pelabuhan abadi tempat anak bisa berlabuh..." Meski Shu Lan berbicara santai, matanya sudah mulai memerah.
Miao Miao tahu kondisi tubuh Shu Lan tidak prima, ia meluncur turun dari pelukan Shu Lan. "Waipo, aku yang menuntunmu jalan." Katanya penuh perhatian.
Ini pertama kalinya Shu Lan bertemu Miao Miao, sebelumnya hanya bisa melihatnya melalui video. Melihat ketampanan dan kedewasaan Miao Miao saat ini, harapannya tak terbendung. "Miao Miao sayang... Pegang tangan Mama ya, Waipo yang akan bawa barangmu."
"Waipo, aku bisa bawa barang sendiri... Kata Mama, urusan sendiri harus dikerjakan sendiri." Jawab Miao Miao.
Shu Lan semakin terharu, berkata penuh kasih, "Bagus, bagus... Kalau begitu kau tarik koper sendiri, Waipo yang akan menuntunmu."
"Baik."
Shu Lan penuh kasihan mengusap kepala Miao Miao.
Baru pada saat ini Qin Qian membuka mulut bertanya, "Ibu, sejak kapan Ibu datang ke sini?"
Shu Lan melaporkan sejujurnya, "Setelah kau menelepon Xiao Ying, Xiao Ying langsung menyuruh orang mengantarku ke sini... Semua hal di sini sudah diatur baik oleh Xiao Ying..."
Qin Qian mengangguk, "Apakah Ibu merasa ada yang tidak nyaman selama beberapa hari di sini?" "Tidak ada ketidaknyamanan, malah merasa bisa tinggal di sini terlalu nyaman... Orang-orang di sini sangat tertib, benar-benar bisa mencapai kondisi pintu tak terkunci di malam hari, dan mereka sangat menjaga lingkungan. Ke mana pun melangkah, pemandangan memesona selalu terlihat... Selain itu, Xiao Ying mengatur seorang gadis Tiongkok yang bisa berbahasa lokal
untuk merawat kebutuhan harian kami. Jadi sama sekali tidak ada kesulitan beradaptasi di sini." Shu Lan berkata jujur. "Xiao Ying terlihat santai dan cuek, sebenarnya hatinya sangat teliti... Dia tahu aku sebentar lagi melahirkan, jadi pasti mencari gadis muda yang paham perawatan pascamelahirkan..." Sebenarnya tadi di pesawat, dia sudah mempertimbangkan untuk merekrut perawat khusus yang paham merawat
pasien nifas selama sebulan setelah melahirkan, kalau tidak ibu bisa kelelahan... Tak disangka, Xiao Ying sudah mempercepat persiapannya. Dia benar-benar tersentuh.
"Benar, saat mengobrol dengan nona muda ini, katanya lulusan sekolah keperawatan..." kata Shu Lan.
Qin Qian menarik napas panjang, lalu menatap langit biru tak berawan sejauh sepuluh ribu li hari ini, senyum tipis merekah di bibirnya. "Harapanku semua bisa mulai kembali dari awal, kenangan buruk masa lalu bisa lenyap ditiup angin."
Shu Lan menghiburnya, "Akan sembuh, waktu adalah obat terbaik untuk luka. Seiring berlalunya waktu, tak ada yang tak bisa dilupakan..."
Ding, Ding——
Dering ponsel klasik terdengar.
Shu Lan segera mengeluarkan ponsel dari saku celana. Melihat nama Mu Ying di layar, senyum penuh kasih merekah di wajahnya sambil menyodorkan ponsel ke Qin Qian. "Xiao Ying pasti mencari mu..."
Qin Qian menerima ponsel itu lalu menekan tombol penerimaan. "Sayang..."
"Masih berani memanggilku sayang?! Kalau benar aku sayangmu, jangan halangi aku menghajar brengsek itu!" suara Mu Ying bergemuruh dengan aura membunuh.
Qin Qian menghela napas pelan. "Kenapa lagi kamu membahas ini?"
"Bisa diam saja?!" Amarah Mu Ying berkobar seperti api menyala. "Tan Yan sudah mengecewakanmu begitu... Aku pernah bilang takkan membiarkannya!"
"Sudahlah..." Wajah Qin Qian berubah muram, "Saat ini aku hanya ingin kenangan itu lenyap bagai asap tertiup angin."
Mu Ying tiba-tiba terisak, "Kau terlalu baik hati, makanya mudah ditindas... Aku menyesal dulu di Kota C tidak menyobek tirai kesopanan dengan Tan Yan, hingga kini dia masih berani semena-mena!"
"Berlebihan... Sebenarnya dia juga si malang, bertahun-tahun cinta tak kesampaian. Baru setelah mengalami situasi hidup-mati dengan kekasihnya, dia berani bersatu." Qin Qian berkata perlahan.
Mu Ying berhenti menangis, meledak: "Sampai sekarang kau masih membelanya?!"
“Aku bukan membelanya, hanya saja……”
Mu Ying memotong perkataan Qin Qian dengan geram, “Qianqian, kau bisa menahan diri, tapi aku tidak……Kau tak mau aku mengusiknya, aku tak akan ganggu dia, tapi aku akan ganggu perusahaannya……Aku akan berusaha membuat Perusahaan Tan tak tenang, lihatlah apakah dia masih bisa berkeliaran bersama mantan kekasihnya tidak?”
“Xiao Ying……” Qin Qian mengerutkan alis, berkata dengan serius, “Berdua bersama, apapun kesalahannya, tidak bisakah berpisah dengan baik?”
“Tidak bisa!” Mu Ying membentak, “Tujuh tahun ini, kau melahirkan anaknya, menanggung begitu banyak kepedihan dan penderitaan, tapi dia malah tak punya nurani bersama mantan kekasih pertamanya, mengkhianatimu……Bagaimana aku bisa diam melihatmu ditindas bajingan ini?”
“Xiao Ying, aku serius. Aku tak mau kau ganggu Perusahaan Tan. Meski aku tak peduli padanya, aku masih peduli pada seluruh anggota keluarga Yan……Selama dua tahun di sini, mereka semua sangat baik padaku.” Qin Qian berusaha meyakinkan.
“Tapi bagaimana mungkin aku hanya diam melihatmu ditindas brengsek itu?” Mu Ying masih geram.
Qin Qian berkata dengan tenang, “Aku benar-benar tak mau mengejar apa lagi. Jika ada yang salah, itu karena aku tak bisa melihat niat jahatnya……”
Mendengar suara Qin Qian yang muram dan kesepian, Mu Ying akhirnya melunak, “Aku tahu kau bilang begitu karena masih peduli pada orang itu……”
“Bukan soal peduli. Hanya ingin berpisah dengan baik.” Suara Qin Qian tetap tenang.
“Kalau memang kau bertahan, aku terpaksa melepaskan brengsek itu, tapi mulai sekarang brengsek itu jangan harap bisa mengganggumu lagi... Aku tak akan lagi membiarkanmu kembali ke sisinya.” Mu Ying marah berapi-api bersumpah. Qin Qian tersenyum datar, sambil berkata, “Tentang ini kau tak perlu khawatir, karena, dia tak mungkin menemukanku, aku pun tak mungkin kembali ke sisinya.”
