"Aku tak mau bertahan dengan orang yang tak mencintaiku." Menghadapi pertanyaan tegas ibunya, Qin Qian tak punya pilihan lain selain menjawab.
Shu Lan berkata dengan kesedihan, "Tapi apakah berpisah dari orang yang kau cintai membuat hatimu lebih baik?"
Qin Qian tiba-tiba tak bisa menjawab.
Mata Shu Lan berkaca-kaca, suaranya parau saat melanjutkan, "Pada akhirnya kau masih memikirkan dia, ingin dia bersama orang yang disukainya... Tapi mengapa kau tidak memikirkan dirimu sendiri? Sudah begitu banyak pengorbananmu, sekarang masih ada dua anak. Bagaimana nanti kau mengurus dua anak sendirian?"
“Mungkin terpengaruh suara Ibu, suara Qin Qian juga menjadi sedikit parau,” “Bu, aku ini orang yang sangat mandiri, aku benar-benar bisa merawat dua anak dengan baik.”
“Ibu tahu kau bisa merawat mereka dengan baik, tapi, apakah kau berniat hidup sendirian seumur hidup?” Shu Lan dengan sedih membalas bertanya.
“Sendirian…” Qin Qian berbisik pelan, lama tak kunjung menemukan jawaban untuk Ibu di relung hatinya.
Ya, dia sama sekali tak pernah memikirkan masa depan…
Di kepalanya hanya ada gambaran masa depan di mana Tan Yan bisa hidup bahagia bersama orang yang benar-benar dicintainya, sama sekali tak terpikirkan tentang dirinya sendiri…
“Dasar anak bodoh, kenapa dari awal sampai akhir hanya memikirkan orang lain… Tak bisakah kau sedikit lebih egois?” Suara Shu Lan semakin tersekat oleh kesedihan.
Qin Qian memegang tangan ibunya. “Bu, jangan sedih untukku, aku benar-benar yakin ini keputusan paling benar… Daripada dua orang tak bahagia, lebih baik hanya satu yang tak bahagia.”
“Anakku bodoh…” Shu Lan terus menggelengkan kepala, air mata kepedihan jatuh berderai.
Qin Qian tetap tenang dengan senyuman lembut. “Sudahlah, Bu… Orang dewasa seperti ini, mana ada yang cengeng seperti Ibu…”
Shu Lan tersedu-sedu, “Ibu juga kecewa dengan Tan Yan… Ibu kira, sejak dia datang mencarimu, setidaknya dia akan bertanggung jawab atas hidupmu, tak disangka… Pada akhirnya dia tetap mengecewakanmu!”
“Ini tidak terkait dengan ia, ini aku yang memohon.” Tak ingin ibu secara pribadi menegur Yan Yan, Qin Qian segera menjelaskan.
“Bagaimana mungkin aku punya anak sebodoh kau...” Shu Lan merintih sedih, sudah tak tahu lagi kata-kata apa yang bisa digunakan untuk membujuk.
……
Agak malam, dengan ditopang Shu Lan dan perawat, Qin Qian datang ke ruang bayi, akhirnya melihat putri kesayangannya.
Tak disangka wajah putrinya saat lahir hampir mirip dengan Miao Miao, bahkan sebagian besar mirip Yan Yan, tapi kelembutan fitur wajah mengikuti dirinya, sehingga terlihat sangat menggemaskan...
“Dia benar-benar menggemaskan.”
Qin Qian tak tahan berkomentar.
Shu Lan khawatir dengan luka di perut bawah Qin Qian, menanyakan penuh perhatian, “Sakit tidak? Kalau sakit, kau tak boleh berdiri lama-lama di sini.”
“Aku tidak sakit.” Qin Qian sudah melupakan rasa sakit, merebahkan diri di depan kaca jendela, diam-diam mengamati bayi dalam inkubator. “Dia terlihat seperti gadis kecil yang sangat penurut, begitu tenang... Melihatnya tidur, seolah semua hal di dunia ini damai adanya.”
“Ini malah jadi... Kau dan Yan Yan sepemikiran!” Shu Lan berkata dengan sedikit keengganan.
Qin Qian menoleh, memandangi ibu dengan penuh harap. “Apa maksudnya sepemikiran?”
Shu Lan segera mengambil papan nama di sisi inkubator, menyerahkannya ke Qin Qian. “Ini, bukannya kau minta Yan Yan memberi nama anak? Dia memberi nama...”
Qin Qian menahan napas, menerima papan nama itu.
Tan Mo.
Qin Qian terpaku sebentar.
Dia tak menyangka Tan Yan memberi nama sesederhana itu pada anak mereka. Tapi harus diakui, nama itu indah didengar dan cocok dengan aura sang gadis.
"Kau rasa si anak tenang dan penurut, Tan Yan kebetulan memilih karakter 'Mo'. Jadi kalian memang sepemikiran!" kata Shu Lan.
Qin Qian termenung sejenak sebelum menyerahkan papan nama pada Shu Lan. "Apa Ibu merasa nama ini tidak bagus?"
Shu Lan tersulut emosi, "Kalau sudah pergi, ngapain pakai marga 'Tan'? Harusnya pakai margamu 'Qin'..."
Menyadari ibunya masih menyalahkan kepergian Tan Yan, Qin Qian mencoba menenangkan. "Ibu, aku sungguh tak ingin Ibu menyalahkannya. Ini semua keputusanku..."
Shu Lan memalingkan wajah ngotot. "Intinya dia yang salah! Kalau bukan karena kebohongannya, mana mungkin kau terlibat dengannya selama ini. Mungkin sudah kau temukan pria lebih hebat..."
"Sudahlah, Bu..." Qin Qian membelai lembut punggung Shu Lan dengan nada memohon.
Shu Lan menarik napas dalam, menahan pilu di relung hati, akhirnya memilih diam.
Tiba-tiba seorang perawat menghampiri sambil membawa ponsel Qin Qian. "Nona Qin, ponsel Anda terus berdering."
Qin Qian mengucap terima kasih lalu menerima telepon.
Melihat nama "Gu Qingyou" di layar, senyum mengembang saat jemarinya menekan tombol penerimaan.
"Qingyou."
"Qianqian, kau sudah lihat berita?"
"Ya?" tanya Qin Qian penuh tanda tanya. "Ada apa?"
“Graaah...” Gu Qingyou ragu-ragu ingin bicara.
Qin Qian semakin bingung, "Ada apa?"
Gu Qingyou sepertinya mengeraskan hati, baru kemudian berkata, "Tan Yan mungkin ketahuan..."
Sekejap mata, ponsel Qin Qian hampir terjatuh dari tangannya, untungnya masih berhasil digenggam erat, hanya saja jari-jari yang menggenggam ponsel itu sudah mulai gemetar. "Kau... kau bilang apa, Qingyou..." Qin Qian kehilangan kelancaran bicaranya. Qin Qian berkata tulus, "Tadi berita menyiarkan ada pesawat pribadi yang mengalami masalah serius akibat hujan deras setelah lepas landas, detail masalahnya tidak dijelaskan, siaran hanya menyebut pesawat itu mengalami kecelakaan parah dan langsung jatuh dari ketinggian, kondisi korban jiwa di dalamnya masih belum
diketahui... tapi informasi pesawat yang disiarkan itu adalah pesawat pribadi bernomor 838 milik Tan Yan."
Seketika, ponsel terjatuh dari ujung jari Qin Qian. Dia terpaku membeku di tempat semula, wajahnya kehilangan semua warna darah.
Shu Lan yang melihat reaksi Qin Qian bertanya ragu, "Qianqian, ada apa..." Karena gemuruh hujan di luar sangat keras, Shu Lan tidak mendengar percakapan Qin Qian dengan Gu Qingyou.
Qin Qian perlahan mengangkat pandangan, memandang ibunya, dan berkata dengan gugup, "Qingyou bilang... pesawat Tan Yan mengalami kecelakaan serius, langsung jatuh dari udara setelah lepas landas..."
"Apa?" Shu Lan juga terkejut, tidak berani mempercayai apa yang didengar telinganya.
Jari-jari Qin Qian terasa dingin membeku, seolah seluruh darah di tubuhnya membeku dalam seketika. "Ibu, tolong ambilkan ponselku..."
Shu Lan masih terpana, dengan kaku membantu Qin Qian mengambil ponsel itu.
Qin Qian menerima ponsel, lalu cepat-cepat menekan nomor telepon.
Ya, dia menelepon ponsel Tan Yan...
Tapi...
Tiga kali dia menghubungi, namun ponsel Tan Yan tetap tak diangkat. Saat mencoba menelepon Zelun, situasinya sama.
Air mata membanjiri orbit matanya dalam seketika. Tak percaya, dia terus menghajar nomor Tan Yan dengan histeris, namun dering telepon tetap tak terjawab...
