London.
Rintik hujan mengetuk jendela kaca, mengaburkan seluruh dunia.
Tan Yan dengan kedua tangan di saku celana, tegak berdiri di depan jendela kaca, bayangan tinggi tegapnya memancarkan kedinginan.
Zelun masuk dari luar, menunduk hormat. "Direktur Tan."
Tan Yan tak menengok, bertanya datar. "Bagaimana kondisi Qianqian?"
Zelun berkata serius, "Menurut dokter, Nyonya mengira Anda naik pesawat pribadi itu, nekat mempertaruhkan nyawa ke rumah sakit untuk menjenguk. Saat itu tak ada yang bisa menghentikan Nyonya..."
Tan Yan menutup mata dengan perih. "Kondisinya sekarang?"
"Nyonya sudah baik-baik saja. Nyonya Jiang dan yang lain sedang mengawasi agar ia beristirahat." Zelun melapor jujur.
Baru kemudian Tan Yan membuka mata, tapi bola mata hitam pekatnya telah terperangkap dalam kegelapan suram. "Kau boleh pergi!"
"Baik."
Setelah menjawab, langkah Zelun menjauh terlihat ragu.
Tan Yan bertanya, "Masih ada urusan?"
“Zelun ragu-ragu cukup lama, baru kemudian berkata, ”Direktur Tan, Nyonya sepertinya sama sekali tidak bisa melupakan Anda... Apakah Anda benar-benar berniat meninggalkan Nyonya?”
“Kukira sudah kukatakan, urusanku dengan Qianqian tak perlu kau selidiki.” Suara Tan Yan datar, sorot matanya menyembulkan ketajaman.
Zelun segera menundukkan kepala, tak melanjutkan bicara.
Tan Yan mengeluarkan suara dingin, ”Keluar!”
Zelun tak berani banyak bicara, perlahan mundur dari kamar hotel itu.
Tan Yan masih berdiri di depan jendela kaca, wajah tampannya tanpa ekspresi, namun tatapannya semakin suram.
……
Saat hari sudah siang.
Zelun tak tahu mengapa pemilik tokonya ingin menemui An Ran, hal ini membuatnya mencurigai apakah sang bos benar-benar sudah melupakan...
Tapi saat berbicara dengan bos hari itu, hasrat posesif yang ditunjukkan bos terhadap Nyonya justru membuatnya yakin sang bos takkan pernah menyerah...
Zelun sekarang dipenuhi keraguan...
Dari kejauhan ia memandangi pasangan tampan dan cantik yang sedang menikmati hidangan Prancis berkualitas tinggi di depan jendela kaca, hatinya bergejolak memikirkan Qin Qian...
……
Gemerincing alat makan sesekali terdengar, memamerkan etika santap yang baik.
”Aku tak menyangka kau akan datang menjengukku di sini, apalagi... mengajakku makan malam.” An Ran memperlambat gerakan memotong steak, menatap lelaki tampan di seberangnya.
Tan Yan mengunyah sepotong daging sapi dengan tempo stabil, baru kemudian berkata datar, ”Di bandara hari itu, kau melihat Qianqian, kan?”
Pisau dan garpu di tangan An Ran tiba-tiba jatuh ke piring, mengeluarkan bunyi nyaring. Wajahnya pucat pasi.
Tan Yan tidak mengangkat kepala untuk melihat An Ran. Ekspresinya tenang dan dingin, melanjutkan gerakan makannya.
Wajah An Ran yang pucat bagai kertas terangkat. Matanya yang terbelalak menatap Tan Yan, di kedalaman pupilnya terlihat kegelisahan.
Dengan tenang Tan Yan berkata, "An Ran, akhirnya kau gagal mempertahankan citra pertamamu di relung hatiku."
Saat ini, An Ran lemas menyandar di sandaran kursi. Mata berbinarnya yang masih hidup 15 menit lalu tiba-tiba kehilangan cahaya aslinya.
Setelah diam muram beberapa detik, dengan suara parau ia bersuara, "Maaf... Saat itu, aku kerasukan setan."
Tan Yan telah selesai makan. Ia mengambil serbet dan menyeka sudut mulutnya, baru kemudian memandang An Ran dengan dingin. Suara datarnya berkata, "Kukira kau sangat paham, tak mungkin lagi ada sesuatu antara kita."
An Ran menundukkan kepala. Di mata jernih seperti guntingan airnya kini berkabut air mata tipis. "Aku tahu, tentu saja aku tahu... Sejak saat aku memutuskan meninggalkan Kota C dan kau tak membujukku untuk tetap tinggal, aku sudah tahu kau tak lagi mencintaiku..."
"Kalau memang tahu, untuk apa melakukan hal yang membuat Qianqian salah paham?" Tan Yan mengerutkan alis, menatap tajam An Ran.
An Ran memejamkan mata dengan pilu, baru kemudian bergumam gugup, "Aku hanya iri pada Qianqian... Aku mendengkinya..."
Tan Yan tetap berdiam diri.
An Ran tenggelam dalam kesedihan yang tak terungkap, melanjutkan, "Seharusnya aku yang pertama bertemu denganmu, mengapa akhirnya kau malah bersamanya? Aku iri dengan perhatian khusus yang Tuhan berikan padanya seperti ini..."
"Aku mengira tindakanmu melindungi Qianqian dulu tulus." Suara Tan Yan terdatar.
An Ran secara refleks mengangkat kepala, mempertahankan tatapannya pada Tan Yan. "Aku bersumpah... Saat menghadapi ayah kita di penjara dulu, sungguh aku khawatir Qianqian akan menjadi korban balas dendam ayah yang sudah kehilangan kemanusiaan. Aku tak punya niat tersembunyi, hanya saja setelah sadar dari Tak Sadarkan Diri..." Suaranya tersekat sebentar sebelum melanjutkan, "Kau takkan pernah tahu, saat sadar dan melihatmu di tepi ranjang waktu itu, betapa bahagianya aku... Saat itu, sungguh kupikir kau masih mencintaiku, hanya terkekang oleh tanggung jawabmu pada An Ran sehingga tak bisa bersamaku. Tapi ketika kuberitahu niatku meninggalkan Kota C dan kau tetap tak bereaksi, barulah kusadari..."
"Perasaanku padamu sudah mati..."
“Kalau memang sudah ada niat tersembunyi, untuk apa melakukan gerakan licik di bandara?” Bibir tipis Tan Yan mengeluarkan kata-kata bernuansa dingin. An Ran menahan sekat di lehernya berkata, "Aku sengaja memberitahukan urasan Jin Yun yang mengancamku, tujuannya adalah berharap kau mau mengantarku ke bandara... Awalnya tidak terpikir untuk melakukan apa-apa, hanya ingin melihatmu dari kejauhan untuk terakhir kali... Tapi saat melihat Qianqian di bandara, rasa dengkiku meluap, kepedihan hatiku tak terbendung, aku sangat menderita. Mengapa akulah yang pertama bertemu denganmu? Mengapa dengan status yang setara, aku tak bisa bersamamu sedangkan dia bisa mendapatkan penjagaanmu... Jadi aku pura-pura takut, aktif mendekat dan memelukmu erat... Semua itu agar Qianqian salah paham, berharap dia
aktif keluar dari hidupmu.”
“Kau membuatku kecewa.” Suara Tan Yan terdengar datar dan dingin. An Ran tenggelam dalam lukanya sendiri, bola mata dipenuhi air mata dengan tatapan kosong. “Saat itu tak kusangka kau akan kecewa padaku. Aku hanya berharap... berharap Qianqian akan meninggalkanmu karena kesalahpahaman ini, lalu selamanya tak memaafkanmu... Mungkin dengan begitu, seumur hidup ini masih ada kesempatan bagiku untuk bersamamu.”
Suara parau An Ran berakhir di situ.
Tan Yan tidak lagi bersuara, tetapi di matanya terpancar sikap dingin yang tak tergoyahkan. An Ran mengusap air mata yang menggenang, memaksakan pandangannya perlahan menjadi jelas. Ia menarik napas dalam-dalam, memulihkan nada suaranya yang tenang. "Yan, maaf... aku sudah menyadari betapa keterlaluannya kesalahanku. Saat mengetahui Qianqian nyaris kehilangan nyawa karena dilukai Jin Yun, kau takkan pernah mengerti—"
"—betapa aku takut, betapa dalam rasa bersalahku... Di saat itu, aku sangat membenci diriku sendiri. Kurasakan diri ini telah berubah menjadi pembunuh keji, karena kelicikankulah yang memberi celah pada Jin Yun untuk menyakiti Qianqian..."
"Makanya kau menelepon Zelun hari itu, bilang mau menjenguk Qianqian." Tan Yan berkomentar datar.
An Ran menarik hidungnya yang kemerahan, memandang Tan Yan dengan mata bengkak. Ia mengangguk pelan. "Aku ingin meminta maaf langsung pada Qianqian..."
Tan Yan tetap membisu. An Ran melanjutkan dengan nada pilu, "Aku mengecewakan Qianqian... dan lebih lagi menyakitimu..."
