Yin Yixin tidak percaya dengan matanya sendiri.
“Pulanglah!”
Mu Yifeng memuntahkan tiga kata ini, lalu berbalik.
Yin Yixin ingin mengikutinya, tapi menyadari seluruh tubuhnya basah.
Melihat Yin Yixin tidak mengikuti, Mu Yifeng menoleh kembali.
Yin Yixin memeluk tubuhnya erat-erat, gemetar ketakutan karena kedinginan.
Mu Yifeng akhirnya menyadari alasan Yin Yixin tidak bangkit. Dengan payungnya, dia kembali mendekati hadapan Yin Yixin.
Pandangan tak berdaya Yin Yixin menatapnya.
"Begitulah tatapan saling bertemu selama beberapa detik, Mu Yifeng melepas mantel jasnya." "Sampirkan ini!"
Yin Yixin terkejut, perlahan ia mengambil mantel jas tersebut.
Kali ini Mu Yifeng tidak langsung pergi, ia sabar menunggu sampai Yin Yixin menyampirkan mantel jas dengan rapi.
Kehangatan dari mantel jas itu seketika mengusir hawa dingin dari tubuh Yin Yixin. Pada detik ini, ia tenggelam dalam aroma parfum kuno yang samar dan wangi maskulinnya yang menyenangkan.
Wajah Mu Yifeng tiba-tiba muram, "Masih berdiri saja mau apa?"
Baru tersadar, Yin Yixin buru-buru masuk ke bawah payungnya.
Mu Yifeng tak berkata apa-apa, tatapannya lurus ke depan dengan ekspresi datar.
Yin Yixin diam-diam mengamatinya dengan pandangan samping, perasaan tak terucap mulai bertumbuh di hatinya.
Tiba-tiba sebuah mobil menyorotkan lampu ke arah mereka.
Yin Yixin yang sedang fokus memandangi Mu Yifeng tak menyadarinya. Saat ia melihat mobil itu mendekat, kakinya sudah melangkah ke jalan.
"Kau tak mau nyawa?!"
Suara berat penuh wibawa menggema di telinganya. Pinggang rampingnya tiba-tiba dilingkari lengan kuat yang memutarnya 180 derajat. Mobil itu melintas begitu saja di samping mereka, membuatnya gemetar ketakutan.
Saat memeluk pinggulnya itu, Mu Yifeng tiba-tiba teringat kejadian malam itu...
Ia juga langsung memeluk pinggangnya, lalu berputar membuatnya yang kehilangan keseimbangan terjatuh di ranjang...
Tatapannya padanya mulai sedikit tidak fokus.
Tatapan Mu Yifeng yang agak berkabut saat ini membuat Yin Yixin mengira dia sedang marah, "Maaf... Aku..."
Baru kemudian Mu Yifeng sadar, melepaskan pinggang ramping Yin Yixin dengan tatapan yang kembali datar.
Yin Yixin melihat bahu Mu Yifeng yang basah karena menyelamatkannya tadi, "Sungguh memalukan..."
Mu Yifeng tidak merespons, hanya membuka payungnya.
Yin Yixin memandang Mu Yifeng yang lebih tinggi hampir satu kepala, tiba-tiba menyadari rambutnya yang basah oleh hujan terlihat begitu memesona.
Detak jantungnya tanpa alasan semakin kencang.
Mo Xin mengemudikan mobil mendekat. Melihat mereka basah kuyup, ia segera turun membawa payung dan membuka pintu mobil.
Memperhatikan Mu Yifeng tak bergerak, Yin Yixin ragu sebentar lalu menggandeng lengan Mu Yifeng.
Mu Yifeng membimbingnya ke mobil sambil memayungi.
Kali ini ia tak berani menatapnya, bahkan melirik pun tidak. Detak jantungnya yang kacau membuatnya khawatir suaranya terdengar.
Akhirnya sampai di atas mobil, dia tak perlu lagi sekacau itu.
Tapi menghadapi bahu kekar Mu Yifeng yang basah kuyup di balik kemeja putihnya, pipinya tiba-tiba membara. Ia memilih menoleh ke luar jendela, padahal awalnya ingin menanyakan maksud kalimat "Ayo pulang" tadi.
Dalam benaknya, apakah pria itu sudah mengubah keputusan dan memutuskan tetap mengadakan pernikahan sesuai rencana?
……
Begitu tiba di Vila Rufeng, sebelum Mo Xin sempat turun membawakannya payung, Yin Yixin sudah buru-buru lari masuk.
Entah mengapa, tiba-tiba Yin Yixin merasa tak sanggup berhadapan dengan Mu Yifeng. Tanpa mengucapkan terima kasih, ia langsung naik ke lantai atas menuju kamarnya.
Sesampainya di kamar, Yin Yixin segera mengisi Bak Mandi dengan air...
Ia berencana berendam nyaman-nyaman dulu sebelum menemui Mu Yifeng.
Anehnya, saat terendam di bak mandi, bayangan tubuh kekar Mu Yifeng yang tembus basah terus menghantui pikirannya. Bahkan ingatan akan malam ketika Mu Yifeng merampasnya dengan kasar itu kembali muncul...
Wajahnya semakin memerah, detak jantungnya kian cepat. Akhirnya dengan gegas ia menenggelamkan seluruh kepalanya ke dalam air...
……
Sekitar satu jam kemudian, Yin Yixin dengan rambut setengah basah sudah berdiri di depan pintu kamar Mu Yifeng.
Mengingat ucapannya "Ayo pulang", ia berani menduga sang pria mungkin telah mengubah pendirian. Tapi untuk memastikan, ia harus menanyakan langsung...
“Tapi saat ini dia tidak yakin apakah ia sudah selesai mandi, jadi ragu-ragu apakah ini saat yang tepat untuk mengetuk pintu nanti...”
Sangat kebetulan, kepala rumah tangga tepat pada saat itu melewati, melihat keraguannya, berkata sambil tersenyum, "Direktur Mu sudah lama selesai mandi, beliau sedang menanti Anda di ruang kerja!"
“Ah?”
Yi Xin segera pergi ke ruang kerja.
……
Pintu ruang kerja tidak terkunci, memungkinkan Yi Xin langsung melihat Mu Yifeng yang sedang duduk santai di sofa sambil meneguk arak merah.
Ia sudah berganti celana hitam dan kemeja putih murni, dari belakang terlihat seperti anak muda baru berusia dua puluhan.
“Direktur Mu.”
Saat ini Yi Xin menjadi lebih sopan terhadap Mu Yifeng, jadi dia menyapa duluan sebelum memasuki ruang kerja.
Mu Yifeng mengangkat kepala melirik Yi Xin, sekejap matanya terpana oleh pemandangan itu.
Benar...
Biasanya Yi Xin selalu mengikat rambutnya, jadi meski mengenakan setelan Chanel elegan, kesan muda dan polos tetap terpancar.
Tapi kali ini dengan rambutnya terurai, ada aura kewanitaan yang memancar, terutama saat dia menyisir helaian rambut ke belakang telinga, tatapannya sempat berkabut sesaat.
“Silakan duduk!”
“Baik.”
Mungkin merasa malu karena ingkar janji, sikap Yi Xin kali ini penuh kesopanan.
“Kenapa hujan-hujanan di tepi jalan?” tanya Mu Yifeng dengan nada dingin.
Yin Yixin menatap wajah tampan itu, berkata sejujurnya, "Supir tidak datang, ditambah tak ada taksi yang lewat, aku tiba-tiba bingung harus ke mana..."
"Kukira kau sedang mengiba rasa kasihanku." Mu Yifeng melemparkan kalimat itu, lalu meminum anggur merahnya dengan datar.
Yin Yixin terbelalak, memandangi Mu Yifeng dengan tulus, "Aku bersumpah, sama sekali tak bermaksud merayu simpatimu... Tak kusangka kau mau turun."
Mu Yifeng meneliti wajah putih Yin Yixin, seolah menganalisis kebohongannya. Yin Yixin tak menghindar, "Direktur, aku tahu ini tak konsisten dan membuatmu marah, tapi sungguh ada kesulitan yang tak bisa kuceritakan... Aku bersedia mengembalikan semua cekmu asalkan pernikahan besok bisa lancar... Aku akan penuhi syarat apapun yang kau ajukan."
