Mu Yifeng berpura-pura merenung sejenak, lalu mendesah pelan, “Aku tidak setuju.”
“Direktur Mu...” Cen Ruoxin memohon.
Mu Yifeng bangkit, berputar mengelilingi meja kerjanya, lalu menghadap Cen Ruoxin. Dengan tegas ia berkata, “Bagaimana mungkin aku menyetujui tindakan berisiko seperti ini? Yang terpenting, aku enggan menggunakan cara licik seperti ini untuk menghadapi Mu Xuji.”
“Direktur Mu, meski cara ini tak bisa dibilang berhati terbuka, tapi Mu Xuji sendiri memang bukan orang baik... Mengapa Anda repot-repot mempedulikannya?” Cen Ruoxin mendambakan Mu Yifeng mengubah keputusannya. Mu Yifeng meletakkan kedua tangannya di bahu Cen Ruoxin, menasihati dengan sungguh-sungguh, "Ruoxin, aku selalu percaya dengan caramu menangani berbagai urusan. Aku juga tahu kau sangat membantuku. Jika kuserahkan urusan Mu Xuji padamu..."
"...Tapi aku benar-benar tak mau kau mengambil risiko. Begitu Mu Xuji menyadari, kau akan berada dalam bahaya... Aku tak bisa kehilangan lengan kanan dan kiriku ini, paham?"
Tubuh Cen Ruoxin sedikit gemetar. Matanya yang jernih menatap Mu Yifeng tanpa berkedip. Setelah lama terdiam, akhirnya ia berkata dengan gugup, "Direktur Mu... Anda... bilang tak bisa hidup tanpaku..."
"Tentu. Kaulah asisten terpentingku. Tanpamu, siapa yang bisa membantuku merapikan segudang urusan perusahaan ini?" jawab Mu Yifeng dengan tulus.
Cen Ruoxin menggigit bibirnya perlahan. Kilatan air mata mengharu biru terlihat di matanya. Dengan suara parau ia berbisik, "Kalau... begitu... aku akan ikut perintah Direktur. Akan kucari cara untuk mengelak dari Mu Xuji... agar Direktur tak perlu khawatir."
Meski Mu Yifeng menegaskan alasan tak bisa kehilangannya adalah karena kemampuannya, namun pada detik ini, relung hati Cen Ruoxin dipenuhi kegembiraan dan keharuan. Ia merasa akhirnya Mu Yifeng pun peduli padanya.
Dalam hati ia berpikir, mungkin Mu Yifeng belum menyadari bahwa dirinya telah perlahan bermukim di relung hatinya...
“Ya, ingat, Mu Xuji adalah orang yang sulit dihadapi. Kau harus menemukan alasan masuk akal untuk mengelaknya agar ia tidak curiga.” Mu Yifeng mengingatkan dengan penuh perhatian.
Cen Ruoxin merasakan gumpalan haru menyekat tenggorokannya, mengangguk, "Aku akan berhati-hati... Direktur Mu tak perlu khawatir."
Baru kemudian tangan Mu Yifeng meninggalkan bahu Cen Ruoxin, berbalik menuju meja kerjanya. "Ngomong-ngomong, apakah Wakil Direktur Xu sudah kau tempatkan dengan baik?" Suara Cen Ruoxin kembali terdengar lantang dan efisien seperti biasa, "Sudah. Sesuai perintahmu, kami telah memberikan uang itu kepada Wakil Direktur Xu... Dia sudah menetap di sana bersama istri dan anaknya. Saya yakin mereka akan hidup tenang dan bahagia di masa depan, tanpa beban."
"Hidup."
"Baguslah."
……
"Apa ini?" Mendengar ini, Yin Yixin mulai melangkah pergi sambil bergumam, "Memanggil 'Ruoxin' dengan mesra, mengaku tak bisa kehilangannya... Bukankah ini bukti hubungan terlarang antara atasan dan bawahan?"
"Pantas saja dulu Xiao Ying memperingatkan bahwa Cen Ruoxin punya niat jahat padanya. Dia tidak hanya tidak percaya, malah membela sifat asli Cen Ruoxin... Sekarang jelas, seseorang sengaja membiarkan Cen Ruoxin berhasil malam itu!"
Setelah kembali ke kamar, Yin Yixin duduk di sofa sambil memetik bunga mawar di vas dekatnya, terus bergumam, "Munafik, sok suci... Berwajah manusia tapi berhati serigala..."
"Apa salah bunga mawar ini?"
Suara familiar yang tiba-tiba terdengar membuat Yin Yixin kaget, dia segera menghentikan gerakannya dan terbelalak memandangi orang yang datang.
"Bukankah kau..."
"Aku kenapa?"
Mu Yifeng duduk di sofa seberangnya, memandanginya dengan bingung.
"Eh... Bukannya kepala rumah tangga bilang Sekretaris Chen mencarimu? Kalian sudah selesai berdiskusi?" Yin Yixin menyadari hampir terbongkar lalu buru-buru mengganti topik.
"Ya." Saat menjawab, mata gelap Mu Yifeng yang dalam menguncinya rapat. Yin Yixin tersenyum kecut, tapi yakin Mu Yifeng tak mungkin tahu dia menguping tadi, lalu berusaha tenang sambil terkekeh, "Kalau... Katamu mau ke Amerika Selatan, perlu kutemani, kira-kira kapan?"
？”
Mu Yifeng berhasil dialihkan topiknya. "Aku memang mau membicarakan ini."
"Oh." Ekspresi Yin Yixin tulus. "Kapan berangkat?"
"Besok." Jawab Mu Yifeng spontan.
"Besok?" Mata Yin Yixin terbelalak. "Eh... Direktur Mu, katanya 'belakangan ini', kok mendadak besok?" "Awalnya aku mau tinggal di Paris untuk menyelesaikan urusan Mu Guang, tapi karena kita 'pasangan mesra', kalau tidak berbulan madu akan memicu dugaan... Jadi kusuruh Sekretaris Chen yang menanganinya."
"Sedangkan kita... akan 'berbulan madu' ke Amerika Selatan."
"Ini terlalu cepat, aku belum siap secara psikologis..." gumam Yin Yixin lirih.
Mu Yifeng mengerutkan kening, tatapannya menancap pada wajah putih mulusnya. "Persiapan psikologis apa lagi? Kau pikir ini benar-benar bulan madu?"
"Logikamu aneh... Kalau benar bulan madu, kenapa aku harus persiapkan mental?..." Yin Yixin kesal dengan sikapnya, namun pipinya memerah tanpa disadari.
Melihat reaksinya, Mu Yifeng tak terduga melunak. Senyum tipis mengembang di wajah tampannya. "Benarkah? Kalau benar bulan madu denganku, tak perlu persiapan?"
"Mu Yifeng, kalau memang rencanamu bercerai setahun lagi, jangan goda aku!" seru Yin Yixin tiba-tiba dengan nada tegas.
"Kau yang mulai duluan." Balas Mu Yifeng penuh selidik.
Pipi Yin Yixin semakin membara. Untuk menghindari kecanggungan, ia memalingkan wajah. "Aku tak bermaksud... tadi hanya..." Suaranya kehilangan aura wibawa.
"Sudahlah. Siapkan barangmu malam ini, besok pagi kita berangkat." Beruntung Mu Yifeng hanya menggoda sebentar, kini sudah kembali serius.
Yin Yixin perlahan menoleh. Memandang wajah tampannya yang tulus, ia akhirnya berbisik, "Kau... benar-benar tak bawa siapapun? Hanya kita berdua?"
“Ya.” Mu Yifeng menjawab dengan pasti.
Yi Xin mengerutkan alisnya, berkata dengan khawatir, “Direktur Mu, menurutku lebih baik kau mengajak Mo Xin... Tanpa Mo Xin, aku selalu merasa gelisah...”
“Kau takut apa?” tanya Mu Yifeng.
Yi Xin menatap mata hitam Mu Yifeng yang berkilau seperti bintang, berbisik, “Apakah kau tidak khawatir kita akan menghadapi bahaya?”
“Kau pikir aku tidak bisa melindungimu jika kita dalam bahaya?” Mu Yifeng membalas bertanya. “Bukan, maksudku lebih baik membawa orang lain agar lebih aman. Setidaknya ada yang bisa membantumu...” Yi Xin tak berani mengaku bahwa sebenarnya ia meragukan kemampuan Mu Yifeng melindunginya. Bagaimanapun, Amerika Selatan terdengar seperti tempat yang kacau.
Seorang direktur utama seperti dia, tanpa keahlian bertarung Mo Xin, bagaimana bisa melindunginya? Tak disangka, Mu Yifeng langsung bangkit dari sofa dan pergi meninggalkan kamar sambil melontarkan, “Bulan madu dengan orang ketiga bukanlah bulan madu... Siapkan barangmu dan tidur lebih awal. Besok kita berangkat sangat pagi.”
