Tampaknya kami kembali terjebak oleh makhluk-makhluk itu. Tapi kali ini lebih mengerikan karena kami bahkan tidak tahu lawannya siapa - pasukan hantu Jepang itu? Atau ada hantu lain?
Lalu tempat apa ini sebenarnya? Untuk apa mereka memancing kami ke sini dan memperlihatkan foto almarhum kami sendiri di dinding?
"Namun yang paling membuatku khawatir adalah, sejak awal kejadian ini hingga sekarang, aku dan Leizi selalu berada di tempat terbuka, sementara lawan bersembunyi di balik layar. Bisa jadi, saat ini ada beberapa pasang mata yang mengawasi setiap gerak-gerik kami dari tempat tak terlihat dengan tatapan dingin!"
"Saat ini, aku dan Leizi bagai dua bidak catur. Aku merasakan dengan samar, pasti ada tangan besar di balik layar yang mengendalikan semua ini!"
"Dan semua ini pasti terkait erat dengan pasukan hantu Jepang yang pernah muncul sebelumnya!"
"San Ge! Kamu... Cepat kemari lihat!!" Saat mataku masih menatap dua foto almarhum di dinding, suara Leizi tiba-tiba terdengar dari kamar dalam.
"Aku bisa merasakan nada suara Leizi yang memanggilku agak tidak biasa. Mungkin dia melihat sesuatu yang menakutkan di kamar dalam itu."
"Mendengar itu, aku segera berlari ke dalam."
"Begitu masuk ke kamar dalam, kulihat Leizi berdiri terpaku di tengah ruangan menatap ke depan. Mengikuti arah pandangannya, terlihat meja kayu berdebu dengan empat tablet arwah berjejer rapi di tengahnya."
"Keempat tablet arwah itu kontras dengan meja kayu berdebu. Semuanya dicat merah menyala, tersusun rapi, dan bersih tanpa debu seolah baru saja ditaruh di situ."
"Di keempat tablet arwah itu terukir karakter-karakter. Cat kayu merah menyala memantulkan kilau gelap yang semakin menimbulkan kecemasan dan ketakutan di bawah cahaya lampu kuning suram."
Sinar redup itu tepat menyinari wajah Leizi yang terpaku, membuatku merasa ngeri. Hampir saja aku ketakutan oleh ekspresinya yang menyeramkan itu!
"Leizi! Ngapain kamu berdiri di sana melihat papan roh itu?" kataku sambil berjalan mendekatinya.
Leizi menoleh ke arahku, nada suaranya terdengar muram. "San Ge, cepat... cepat lihat! Nama... nama siapa yang terukir di papan-papan roh ini?!"
Mendengar perkataannya, aku langsung merasa ada yang tidak beres. Mataku segera beralih ke empat papan roh yang tersusun rapi di meja.
Meski sudah mempersiapkan mental, pandangan pertama ini tetap membuatku merinding!
Di papan pertama, nama yang terukir ternyata namaku sendiri - Zuo Shisan!!!
Tiga karakter yang biasa tiba-tiba terasa mengerikan dalam suasana ini. Seluruh ruangan dipenuhi aura menindas yang tak terucapkan.
Kutahan rasa takutku dan melanjutkan melihat papan roh berikutnya. Yang kedua tertulis Cheng Lei, ketiga Wang Ling (polwan sebelumnya), dan keempat Su Jin!
Su... Su Jin ini siapa? Jangan-jangan polisi kurus tadi? Kok namanya begitu?
Tapi sejauh ini yang kontak dengan hantu tentara Jepang hanya aku, Leizi, dan dua polisi tadi. Pasti dia, tidak mungkin salah.
"Dasar mentimun kelinci! Polisi kurus itu bertulang terbungkus kulit, wajahnya mesum dan tidak tegap, tapi punya nama secantik Su Jin. Aku benar-benar speechless..."
Tapi di sisi lain, kenapa nama aku, Leizi, dan dua polisi tiba-tiba muncul di papan roh di rumah kosong ini?
Siapa yang sudah menyiapkan dan menaruh keempat papan roh ini? Apa tujuannya?
Semua ini pasti bukan halusinasi. Semua yang kami temui dan lihat sejak masuk desa bersama Leizi adalah nyata.
Rasa takut bercampur penasaran membuatku ingin tahu kebenaran di balik semua ini.
Aku menoleh ke Leizi yang diam seribu bahasa, "Lei, lu takut nggak sekarang?"
Leizi menarik napas panjang, "San Ge, kalo bilang nggak takut, lu percaya? Kaki gue gemetaran kalo nggak ditekukin."
Aku mengangguk paham sambil menatap papan roh di meja kayu, "Lei, rasanya pasukan hantu Jepang itu terus mengawasi kita dari kegelapan."
"Gue juga ngerasa ada yang ngintip dari belakang, tapi pas dilihat kosong. San Ge, papan roh pakai nama kita ini serem banget dan nggak bawa hoki. Apa kita hancurin aja?" Leizi melirik keempat papan roh itu.
“Jangan buru-buru, kita belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Kalau sembarangan menghancurkan papan roh ini, bisa-bisa malah terjadi masalah. Mari kita amati dulu.” Aku menghentikan Leizi.
Tapi tepat di saat itu, tanpa sengaja mataku menangkap papan roh bertuliskan "Su Jin". Aku kaget melihat darah mulai merembes keluar dari papan tersebut!
Darah itu muncul entah dari mana. Hanya dalam sekejap, warna merah menyelimuti karakter "Su Jin" di papan roh itu.
Warna darah yang merah menyala itu terlihat sangat mencolok di atas papan tersebut!
Melihat perubahan mendadak ini, Aku dan Leizi sama-sama gemetaran. Bagaimana mungkin papan roh bisa mengeluarkan darah sendiri?
"San Ge, bagaimana kalau...kita pergi dulu? Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres mengikuti kita di ruangan ini." Leizi yang ketakutan itu terus menengok ke sekeliling sambil berbicara.
"Pergi!" Tanpa ragu, Aku langsung bergegas keluar bersama Leizi.
Saat hendak meninggalkan rumah itu, tanpa sengaja Aku menoleh kembali ke arah papan roh berdarah tadi. Sekilas terlihat wajah manusia setengah transparan yang penuh darah melayang di atas papan roh itu, menatapku dengan tatapan dingin yang mengerikan!
Aku menggigil ketakutan dan langsung kabur keluar tanpa berani menoleh lagi.
"Tapi ketika aku baru saja berlari keluar dari halaman, aku tidak melihat bayangan Leizi di sana."
"Leizi! Leizi! Di mana kamu?!" Aku berteriak ke arah halaman.
Sama sekali tidak ada yang menjawab. Aku menoleh kembali ke dalam rumah, juga sepi tak berpenghuni. Ke mana perginya Leizi? Apakah sesuatu terjadi lagi tepat saat aku menoleh tadi?
Pikiranku mulai dipenuhi kekhawatiran untuk Leizi. Pasukan hantu Jepang yang mengintai dari bayang-bayang pasti sengaja memisahkan kami. Karena ketahanan mental seseorang akan jauh lebih lemah ketika sendirian dibandingkan punya teman.
"Leizi! Leizi! Leizi!..." Setelah memastikan Leizi tidak ada, aku keluar dari halaman dan tetap berteriak ke jalan setapak. Sekarang aku baru sadar: ini benar-benar desa mati, tak ada satu orang pun!
Sejak memasuki desa ini, rasa gelisah dan panik yang tak terkatakan terus menggerogoti hatiku.
Menyusuri jalan setapak, lampu jalan berkedip-kedip menerangi pepohonan tua dan rumput tinggi di samping. Bayangan yang bergoyang tertiup angin seperti roh jahat yang menggerayangi!
Aku sampai tak berani menunduk. Setelah berjalan sekitar lima enam menit, ujung jalan akhirnya terlihat. Sebidang tanah lapang muncul di depanku, mungkin bagian tengah desa.
Semakin mendekat, beberapa peti mati kayu raksasa langsung mencolok di pandanganku!
Setiap peti mati dicat hitam legam. Empat peti diletakkan di empat penjuru: timur, selatan, barat, utara. Sedangkan peti terakhir berada tepat di tengah.
Semua ini terlalu luar biasa, hal-hal yang muncul terus menerus menyiksa jiwa kecilku yang lemah!
Tapi peti mati yang paling dekat di sebelah kiriku sepertinya sudah dibuka seseorang, meski tutupnya belum sepenuhnya terlepas namun sudah terbuka setengah.
Apakah ada orang yang membuka peti mati ini? Mungkinkah Leizi sudah datang ke sini sebelum aku?
Atau... ataukah mayat di dalam peti mati ini sendiri yang membukanya dan keluar?
Melihat ini, rasa takut yang tadi sudah kuredam kembali muncul di hatiku seiring kemunculan peti-peti mati ini!
Dengan dugaan bahwa mungkin Leizi yang membuka peti mati ini, perlahan kuhampiri peti yang sudah terbuka setengah itu.
Saat berjalan, kusengaja memperlambat langkah. Semakin dekat dengan peti yang setengah terbuka, detak jantungku semakin kencang.
Saat hampir sampai, kutahan napas. Setiba di depan peti, kutepuk dadaku lalu mengulurkan kepala untuk melihat ke dalam!
