Sebenarnya sejak awal aku sudah khawatir mangkuk ini akan sulit dijual. Meskipun aku dan Leizi tidak terlalu memahami industri barang antik, setidaknya kami mengerti beberapa dasar.
Karena mangkuk ini memang berasal dari kuburan kuno yang digali Leizi. Sekarang ini, baik kolektor maupun penggemar barang antik selalu mementingkan "kebersihan" - sumber yang bersih dan benda yang bersih.
Sumber yang bersih maksudnya adalah barang tersebut bukan hasil curian dari makam ilegal. Sekarang zaman sudah berbeda, mencuri dari makam bisa dihukum mati.
Sedangkan kebersihan benda itu sendiri, sejujurnya banyak orang pernah mendengar cerita-cerita aneh dan tak bisa dijelaskan yang terjadi pada kolektor barang antik.
Waktu kecil dulu, Kakek pernah bercerita padaku tentang kisah barang antik dari makam. Karena kesan yang ditimbulkannya sangat mendalam, sampai sekarang aku masih mengingatnya dengan jelas.
Kakek bercerita padaku bahwa pada masa Republik Tiongkok, ada seorang tuan tanah besar bermarga Feng yang sangat kaya. Dia memiliki seorang putra bernama Feng Yongkang yang tiba-tiba mengidap kegemaran aneh: mengoleksi barang-barang dari gadis perawan yang meninggal muda di era Dinasti Ming-Qing.
Mulai dari kalung-anting kecil sampai kain sutra yang menempel di tubuh dan kain kafan bekas penguburan, selama bahan tersebut belum membusuk parah, dia pasti membelinya. Berapapun harga yang diminta penjual, asal barangnya bagus, dia tak pernah menawar.
Dengan istilah masa kini, Feng Yongkang ini bisa disebut sebagai tai hao (orang kaya) manja yang menyimpang.
Karena kegemaran aneh ini, kamar Feng Yongkang dipenuhi pakaian setengah lapuk yang dijarah dari mayat, belum lagi perhiasan kuburan yang tak terhitung jumlahnya.
Untunglah keluarga Tuan Tanah Feng memiliki harta berlimpah sehingga mampu menanggung ulah Feng Yongkang. Seandainya ini terjadi pada tuan tanah biasa, harta warisan pasti sudah habis terbuang.
Sejak mulai mengoleksi barang antik itu, Feng Yongkang terus mengurung diri di kamar, tak berpisah sejenak dari koleksinya. Sikapnya terhadap benda mati itu bahkan melebihi perhatiannya pada diri sendiri, membuat orang luar menganggapnya gila.
Meski Tuan Tanah Feng tahu putranya mungkin bermasalah mental, berbagai pengobatan dari tabib dan dokter yang dicobanya tak kunjung menyembuhkan penyakit sang putra.
Sudah bertahun-tahun berlalu, Tuan tanah Feng juga tidak lagi berharap banyak, hanya bisa membiarkan anaknya pergi. Dia hanya punya satu anak laki-laki ini, asalkan dia hidup dengan baik, tidak mencuri atau merampok, kelak menikahi seorang istri, hidup tenang, dan memberinya cucu laki-laki yang gemuk, maka seumur hidupnya tidak akan ada penyesalan lagi.
Lagipula di zaman itu, mengumpulkan pakaian kuno dan barang antik secara pribadi bukanlah tindakan kriminal.
Tapi masalahnya justru di sini. Sejak Feng Yongkang kecanduan mengumpulkan pakaian dan perhiasan dari makam kuno, seluruh kepribadiannya berubah. Dia menjadi semakin tertutup, bicaranya semakin sedikit, seharian hanya memandangi pakaian dan perhiasan itu. Kadang-kadang Tuan tanah Feng bangun di malam hari untuk buang air kecil, melewati kamar anaknya, mendapati lampu kamarnya masih menyala dan melihatnya sedang berbicara sendiri dengan barang-barang antik itu...
Sangat menyeramkan.
Belum cukup sampai di situ, yang paling penting adalah setiap kali Tuan tanah Feng membicarakan soal pernikahan, wajah Feng Yongkang langsung muram, bersikeras tidak mau menikah sama sekali.
Semakin didesak semakin marah, sama sekali tidak ada ruang untuk bernegosiasi.
Aneh bukan? Di zaman itu, tidak seperti sekarang, tidak ada banyak kaum gay. Seorang pria yang tidak mau menikah bisa dibilang hal yang sangat aneh.
Melihat keadaan anaknya seperti ini, Tuan tanah Feng menghela nafas dalam hati. Nafsu makannya hilang, tidurnya tidak nyenyak. Dalam hatinya bergumam: Seumur hidupku mencari nafkah dengan kemampuan sendiri, tidak pernah berbuat keji, mengapa bisa memiliki anak seperti ini?
“Apakah ini karena dosa kehidupan sebelumnya?” Setelah berpikir ke kiri dan kanan, Tuan tanah Feng merasa bahwa barang-barang yang dikumpulkan anaknya pasti bukan sekadar hobi, pasti ada sesuatu yang aneh di dalamnya!
Oleh karena itu, keesokan harinya Tuan tanah Feng pergi ke sebuah kuil Tao di dekatnya, memanggil seorang pendeta ahli pengusir hantu untuk memeriksa kondisi anaknya di rumah.
Pendeta itu berusia sekitar lima puluhan, telah bertapa di kuil Tao selama puluhan tahun dan memiliki kemampuan tertentu. Saat mengikuti Tuan tanah Feng masuk ke rumah, wajaknya langsung berubah suram!
Melihat hal ini, tuan tanah segera bertanya apa yang dilihat oleh biksu Tao tua itu.
Biksu tua itu tidak banyak bicara, langsung menunjuk ke salah satu kamar dan berkata:
“Jika ingin anakmu bisa menikah di kemudian hari, bakar segera kamar itu sekarang juga!”
Tuan tanah Feng menoleh dan melihat kamar yang ditunjuk itu adalah kamar anaknya. Dengan wajah cemas ia berkata: “Taoist, bukan aku tidak mendengarkanmu, tapi anakku sangat menghargai barang-barang di kamarnya. Jika kubakar semua 'nyawa'-nya itu, bukankah dia akan memberontak padaku saat pulang?”
Pendeta tua itu menggeleng: “Bakar saja dengan api sebesar mungkin. Aku jamin anakmu tidak akan protes, bahkan tidak akan bertanya sekalipun.”
Dengan keyakinan penuh dari perkataan pendeta tua itu, Tuan tanah Feng memutuskan untuk mencoba – bagaikan mengobati kuda mati sebagai usaha terakhir!
Saat itu langsung menyuruh orang menyalakan api, membakar habis rumah itu menjadi puing-puing.
Biksu Tao tua itu setelah api padam, berkata kepada Tuan Feng: "Mulai besok, ubah kamar anakmu menjadi kuil leluhur. Taruh 300 tablet arwah di dalamnya, jangan tulis nama apapun. Setiap tanggal 1 dan 15 bulan, harus menyalakan dupa, lilin, dan membakar kertas persembahan."
Tuan Feng hanya bisa mengangguk setuju.
Api baru padam kurang dari seperempat jam, Feng Yongkang sudah pulang. Melihat anaknya kembali, jantung Tuan Feng hampir copot. Jika melihat kamarnya terbakar, pasti akan mengamuk.
Namun yang aneh, putranya malah bertanya penasaran melihat puing hangus: "Ayah, kenapa kamarku kebakaran?" Nada suaranya hanya terkejut dan penasaran, sama sekali tidak terdengar marah atau geram.
Tuan Feng terpaku. Ada apa dengan anaknya ini? Tiba-tiba berubah watak? Harta antik yang biasanya dianggap nyawanya sendiri dibakar pun tidak marah, bahkan tidak menanyakan.
Sejak saat itu, Tuan Feng semakin menghormati Biksu Tao tua yang dipanggilnya.
Setelah mengantar sang Biksu pergi, Tuan Feng langsung menyewa tukang ahli. Dalam kurang dari 10 hari, sebuah kuil megah telah berdiri.
Tuan tanah Feng juga mengikuti instruksi biksu Tao tua itu, di dalamnya ditempatkan 300 tablet leluhur tanpa nama. Setiap tanggal satu dan lima belas bulan Imlek, dia membakar dupa dan kertas sembahyang.
Sejak itu, Feng Yongkang tidak pernah lagi mengumpulkan pakaian antik. Dia juga setuju untuk menikah dan memiliki keturunan, kebiasaan anehnya sebelumnya tidak pernah terulang lagi.
Sebenarnya cerita ini, jujur saja, bukanlah tentang hantu yang mengganggu, melainkan masalah pada benda-benda antik itu sendiri.
Ini hanyalah satu dari banyak contoh dalam arus panjang sejarah.
Bahkan beberapa perhiasan antik terkenal dalam sejarah, siapapun yang memilikinya akan mengalami kesialan dan serangkaian bencana. Ini sama sekali bukan omongan yang berlebihan.
Karena itu, mangkuk keramik yang kami ambil dari makam kuno bersama Leizi, tidak ada yang berani membelinya. Kurasa kemungkinan besar karena mangkuk itu "tidak bersih".
Sambil memegang buku《Buku Lengkap Ilmu Taoisme Maoshan》, aku mencari-cari lama sekali. Dari daftar isi sampai halaman terakhir, tidak ada catatan tentang barang antik.
Ternyata《Buku Lengkap Ilmu Taoisme Maoshan》ini tidak mencakup segalanya. Setelah menutup buku dan memasukkannya ke tas, Leizi mendekat dengan wajah penuh harap bertanya, "Gimana San Ge? Nemu penjelasan ga?"
Aku menghela nafas, "Ga nemu. Buku ini sama sekali tidak ada penjelasan tentang barang antik."
Leizi tampak kecewa. Duduk di samping, dia berkata lesu, "San Ge, bagaimanapun juga, terima kasih sudah nemenin aku keliling kemana-mana."
“Leizi, kamu ngomong apa? Antara kita gak perlu bilang terima kasih, langsung kasih uang saja.” Aku bercanda dengan Leizi, mencoba meredakan suasana hatinya.
Saat aku dan Leizi bersiap untuk pergi makan, sebuah mobil Audi merah mendekati kami.
Kami saling pandang, sama-sama bingung siapa orang ini. Kami tidak kenal siapa pun yang punya mobil mewah seperti ini.
Jangan-jangan orangnya Lin Sen datang cari masalah? Mikir begitu, aku segera berbisik ke Leizi, "Leizi, siap-siap, kalau ada yang tidak beres, langsung kabur."
Audi merah berhenti tak jauh dari kami. Jendela mobil terbuka, kepala perempuan anggun muncul sambil berteriak, "Hei, anak muda, naiklah kalian berdua."
Aku langsung mengenalinya - bukankah dia pemilik toko antik "Cangbaoge" tadi? Kenapa dia mencari kami lagi?
