Semakin dekat bayangan hitam itu, detak jantungku semakin kencang. Tanpa sadar kumerundukkan badan lebih dalam lagi.
“Setelah bayangan itu mendekat, kulihat dia menggendong sekop di pundaknya. Meski samar-samar, dari pakaiannya kutebak ini seorang buruh tani. Aku semakin heran, kenapa buruh tani tidak tidur di malam hari malah ke sini?
Yang lebih membuatku penasaran adalah cara jalannya yang oleng-oleng, lambat, aneh sekali... seperti boneka kayu!!
Saat dia semakin dekat, bulu kudukku meremang. Ketika kubuka lebar mataku, kaget melihat ada mayat diseret dengan tali di belakangnya!
Tali rami diikatkan di kaki mayat itu, buruh tani itu menggenggamnya sambil menyeret.
Baru sekali melirik, jantungku berdebar kencang. Tubuhku terasa seperti terkuras habis.
Begitu melihat mayat itu, tiba-tiba suara tangisan perempuan "ying ying ying" memenuhi telingaku. Ada apa ini?! Setan apa lagi yang datang?!
Refleks kujangkau Kertas Jimat di tas punggungku. Tapi saat tangan meraih ke belakang, tak sengaja menyentuh paha An Rushuang yang jongkok di sampingku. Sensasi dingin dan lembut merambat dari tanganku.
Ini pertama kalinya dalam hampir 10 tahun mengenalnya, aku menyentuh hantu yin-nya. Tak kusangka tubuhnya terasa begitu lembut dan nyaman.
"Jorok! Sudah cukup kamu pegang?!" An Rushuang membisikkan teguran di telingaku.
Aku buru-buru menarik tangan dari paha An Rushuang, wajahku langsung memerah padam sampai ke leher.
Di saat yang sama, suara tangisan melengking itu kembali terdengar terus-menerus.
Prak, prak!
Entah dari mana, sesekali terdengar suara ketukan tajam yang nyaring.
Irama langkah buruh migran itu ternyata persis sama dengan suara ketukan tadi.
Saat ini, seluruh tubuhku terasa panas menggelora, rasa penasaran justru mengalahkan ketakutan. Tatapanku tiba-tiba menjadi tajam, mengamati dengan seksama untuk melihat apa tujuan buruh migran itu menarik mayat ke sini.
Aku menggeliat menghilangkan merinding, mengumpulkan nyali untuk berdiri dan mendekat.
Ingin memastikan dari mana asal suara tangisan dan ketukan itu.
Gerakanku langsung dicegat oleh An Rushuang yang masih bersembunyi di belakangku. Kulihat ia menggeleng halus, memberi isyarat untuk tidak mendekat.
Akhirnya aku kembali berjongkok, mematung mengawasi buruh migran dengan mayatnya yang tak bergerak.
Sekilas kulihat awan hitam bergulung-gulung menutupi langit taman, mengubah sekeliling menjadi suram meski belum gelap malam.
Langit yang sudah kelam semakin terasa mencekam.
“Ayo pergi, kita tidak bisa berlama-lama di sini.” An Rushuang mengingatkanku, tapi tiba-tiba buruh bangunan itu menoleh ke arah kami, matanya yang kosong dipenuhi kebencian dan kekecewaan.
Aku langsung membeku ketakutan, tidak tahu apakah dia sudah menemukan kami atau belum.
Setelah beberapa saat, pria itu menoleh kembali, mengambil sekopnya dan mulai menggali tanah dengan ganas.
Apa yang sedang dia lakukan? Apakah dia ingin menguburkan mayat yang dia bawa itu?
"Wanita itu sebenarnya belum mati, tapi pria itu seperti dikendalikan sesuatu dan ingin menguburnya hidup-hidup!" Bisik An Rushuang di telingaku sambil memperhatikan buruh bangunan itu.
Mendengar perkataan An Rushuang, aku semakin bingung. Bukankah buruh bangunan itu dikirim oleh tukang santet untuk mencariku?
Tidak, pasti ada konspirasi di sini. Mereka pasti tahu aku bersembunyi di sekitar sini dan sengaja mengubur orang hidup-hidup untuk memancingku keluar.
Perkataan An Rushuang berikutnya membenarkan dugaan ini.
"Zuo Shisan, apapun yang terjadi nanti, jangan keluar. Tetap bersembunyi di belakang pohon liǔ ini. Tukang santet itu matanya buta karena kau bakar dengan kertas jimat dan sinabar. Selama kau tidak keluar, dia tidak akan menemukanmu."
Aku mengangguk.
Tapi kejadian selanjutnya membuat seluruh tubuhku merinding, karena "mayat" yang sebelumnya diseret oleh buruh migran itu ternyata sudah bangun tanpa diketahui kapan, entah mengapa dia tidak lari saat melihat pria itu menggali lubang, hanya duduk sambil menjerit-jerit histeris.
Suara perempuan itu penuh keputusasaan dalam jeritannya.
Begitu mendengar jeritan perempuan itu, aku teringat cerita paman yang pernah bekerja di krematorium.
Puluhan tahun lalu, saat mengkremasi jenazah terbakar, sering terdengar jeritan manusia dari dalam tungku kremasi!
Dulu banyak kasus orang yang dikremasi hidup-hidup di krematorium!
Tubuh manusia akan masuk keadaan pingsan sebagai mekanisme pertahanan saat menghadapi krisis besar, jangan berharap metode "ilmiah" puluhan tahun lalu bisa membedakan kematian asli atau palsu.
Setiap tahun, terlalu banyak orang yang dibakar hidup-hidup di krematorium... Ada yang bilang: sepersepuluh, perkiraan minimal sepersepuluh.
Rasa sakit api membakar saraf akan membangunkan orang dari pingsan, lalu mereka terbakar hidup-hidup dalam suhu ribuan derajat. Banyak pekerja krematorium jadi... gila, kenapa? Membunuh setiap hari, orang lain tidak tahu, tapi diri sendiri?
Jeritan-jeritan yang konon terdengar di krematorium mungkin mirip dengan yang kudengar sekarang, bisa dirangkum dalam satu kata:
Mengerikan!
Teriakan meraung-raung wanita itu semakin menyayat hati, sampai akhirnya aku benar-benar tidak tahan lagi, tiba-tiba berdiri dari balik pohon Liǔ sambil berteriak ke arah buruh migran itu: "Berhenti!!!"
Begitu mendengar suaraku, buruh migran itu menoleh dengan bola mata putih menyala, senyum jahat mengembang di sudut bibirnya sebelum menerjang ke arahku!
Persis di saat itu, wanita yang selama ini menjerit-jerit di tanah berubah menjadi asap hitam dan menghilang!
Rengekan "ying ying ying" dan suara ketukan juga tiba-tiba lenyap bersamaan.
Sialan, itu cuma ilusi! Ternyata kita sudah terjebak!
Tapi situasi sekarang tidak memungkinkan untuk berpikir panjang, karena buruh migran itu sudah berlari kencang ke arahku sambil mencengkeram sekop besi.
Melihat ini, aku segera mengeluarkan Fu Pengusir Hantu Zichen Wujia terakhir dari saku. Meski larinya cepat, tubuh kaku karena dikendalikan membuatnya mudah kuhajar dengan tendangan.
Sekop di tangannya terlempar jatuh ke tanah.
Yang bener? Lemah sekali?
Menatap buruh migran yang berguling-guling di tanah berusaha bangun, langsung kunaiki tubuhnya dan tempelkan kertas jimat ke dadanya.
Buruh migran itu menangkis dengan tangan, mengangkat leher lalu membuka mulut lebar-lebar ingin menggigit pergelangan tangan kiriku!
Ini kalau sampai digigitnya, meski tidak kena rabies aku pasti akan mutasi mayat. Jadi dalam panik, aku langsung menghantam kepala buruh bangunan itu dengan tinjuku. Tapi dia malah terus menggigit tangan kiriku yang memegang kertas jimat. Aku pukul lagi.
Sampai pukulan ketujuh-delapan, buruh bangunan itu sudah tergeletak di tanah tak bergerak sebelum sempat kulekatkan kertas jimat di tubuhnya.
Tidak mungkin? Kertas jimat ini belum kugunakan sama sekali, kok bisa mati secepat ini?
Tapi tiba-tiba An Rushuang yang diam-diam mengikutiku dari belakang termenung sejenak, lalu seperti tersadar sesuatu. Dengan panik dia bilang: "Shisan, lari cepat! Ini jebakan!!"
Belum sampai tiga detik setelah perkataan An Rushuang, sebelum sempat aku bereaksi, suara sirene polisi tiba-tiba bergema dari depan taman. Lampu-lampu mobil juga mendekat dari segala arah ke arahku.
Melihat ini, aku langsung melompat dari tanah. Tak lama kemudian, 4-5 mobil polisi sudah mengurungku dan mayat yang tergeletak ini!
"Jangan bergerak! Letakkan senjata, angkat kedua tangan." Salah satu polisi yang memegang pistol dengan satu tangan meneriakiku.
Lebih baik tidak melawan dalam situasi ini. Akhirnya kulempar kertas jimatku dan mengangkat kedua tangan.
Saat aku diborgol dan dibawa ke mobil polisi menuju kantor polisi, aku duduk di dalam mobil sambil mengingat semua yang terjadi hari ini. Baru setelah merunut kembali semuanya dari awal, aku tiba-tiba menyadari bahwa semua ini sebenarnya adalah jebakan yang dipersiapkan dengan matang oleh Lin Muxin, hanya menunggu aku melangkah masuk satu per satu!
Kali ini, sepertiga aku harus menanggung tuduhan sebagai pembunuh!!
