"Xiao Daozhang, anaknya di kamar ini." Wanita itu membawaku masuk ke sebuah kamar. Begitu masuk, kulihat seorang anak laki-laki berusia 8-9 tahun duduk lesu di atas tempat tidur, kedua tangannya terus menutupi telinganya sambil mengantuk.
"Yangyang, cepat ceritakan pada kakak ini. Sebenarnya apa yang kau dengar? Dari mana suara itu berasal?" tanya wanita itu pada anak bernama Yangyang.
Anak laki-laki itu melihatku sejenak, lalu menunjuk lemari pakaian dengan lembut. "Di...di sana tadi terus bersuara. Sekarang sudah hilang." Suaranya sangat lemah, menandakan kondisi fisiknya yang sangat lemah.
Aku mengikuti arah tunjukannya. Tak melihat keanehan apapun, segera kukeluarkan air mata sapi dan daun pohon Liǔ dari tas. "Bawa anak ini keluar dulu. Aku akan periksa kamar ini," kataku pada wanita itu dan Fang Ziyan.
Wanita itu segera membawa Yangyang keluar. Saat pergi, Fang Ziyan menutup pintu kamar untukku.
Aku memandang sekeliling, lalu melihat sekali lagi air mata sapi dan daun Pohon Liǔ di tangan. Tidak tahu apakah mengoleskannya di mata bisa melihat landak tua itu, mari coba.
Setelah berpikir demikian, aku mengoleskan daun Pohon Liǔ yang terkena air mata sapi ke kedua mata. Membuka mata kembali, aku menatap lemari pakaian yang ditunjuk bocah kecil tadi.
Benar saja, di sisi kiri lemari terlihat gumpalan putih keabu-abuan samar.
"Apapun kau, aku sudah melihatmu. Keluarlah sendiri!" teriakku ke arah gumpalan abu-abu putih itu.
Setelah berteriak, kutunggu lama. Gumpalan abu-abu putih itu tetap di tempatnya, tak bergerak sama sekali, tidak berniat keluar.
"Tidak mau keluar?! Baik, akan kupukul kau keluar dengan jimat!" Ancang-ancang mengeluarkan kertas jimat kuning kosong dari tas, aku mengancam gumpalan itu.
Sebenarnya kalau tetap tidak mau keluar, aku benar-benar kehabisan akal. Tinggal geser lemari ini untuk melihat.
Gumpalan gas putih keabu-abuan itu masih diam.
Tampaknya sama sekali tidak dihiraukan. Melihat ini, terpaksa kusimpan jimat itu dan perlahan mendekati lemari.
Untung lemari ini tidak terlalu besar, bisa kugeser sendiri. Setelah memindahkannya, kuperhatikan lantai di bawahnya. Anehnya, tidak ada apa-apa di bawah lemari.
Ini agak aneh, tadi aku jelas melihat sesuatu berwarna putih keabu-abuan di bawah lemari ini, kok tiba-tiba hilang? Mungkinkah itu bersembunyi di dalam lemari?
Memikirkan ini, aku segera membuka lemari dan melihat ke dalam. Selain beberapa pakaian, tidak ada apa-apa lagi di dalamnya.
Ini membuatku bingung. Aku menunduk dan melihat lagi ke bawah lemari, benda putih keabu-abuan itu masih ada di sana, belum pergi.
Ini benar-benar misterius. Benda itu jelas ada di bawah lemari ini, tapi kenapa aku tidak bisa melihatnya? Apakah air mata sapi hanya bisa melihat hantu, tapi tidak bisa melihat Si Xian yang empat?
Sambil memikirkan ini, aku membungkuk dan merebahkan diri di lantai untuk melihat ke bawah lemari.
Tak disangka, pandanganku ini membuatku terkejut!
Karena di papan kayu paling bawah lemari ini, aku melihat seekor landak besar. Ternyata benar landak yang membuat masalah! Melihat ini, aku segera merebahkan seluruh lemari ke tempat tidur. Ketika aku menoleh kembali ke landak itu, jantungku langsung berdegup kencang!
Landak ini sudah mati. Dari tubuhnya yang diikat tali rami, terlihat ia sengaja mencekik diri sendiri di papan kayu bawah lemari. Ia mengikat diri dan lemari menjadi satu, jadi berapa pun kali kubuka lemari sebelumnya tak bisa menemukannya.
Saat mati, mata landak ini terbuka lebar, sudut mulutnya menyungging senyum aneh yang membuat bulu kudukku merinding.
"Entah karena apa, di tengah cuaca panas ini, bangkai landak yang sudah mati beberapa hari tidak membusuk atau mengeluarkan bau."
"Tampaknya landak ini ingin membalas dendam untuk anak-anaknya yang tewas dipukul dengan tongkat kayu, sehingga ia rela mengorbankan nyawanya untuk mengutuk anak laki-laki bernama Yangyang, membuat hidupnya terusik."
"Memandangi bangkai landak yang sudah lama mati ini, perasaanku campur aduk. Pada dasarnya itu kesalahan si anak yang iseng—kenapa harus membunuh anak-anak landak? Sekarang sang induk datang menuntut balas dengan nyawanya. Haruskah aku membantu atau tidak?"
"Berdiri di tempat, aku merenung lama. Baru sekarang aku sadar profesi sebagai daoshi tidak mudah: selain menghadapi Wu Bi San Que (lima kutukan dan tiga kekurangan), masalah yang muncul sering membuat orang sulit mengambil keputusan. Jika aku membantu mereka, apakah kematian landak-landak itu sia-sia? Jika tidak, anak bernama Yangyang pasti tak akan bertahan lama. Apa yang harus kulakukan?"
"Ah, sudahlah. Setelah lama berpikir, hatiku tak tega membiarkannya mati. Dia masih kecil dan banyak hal belum dipahami. Aku berjongkok, perlahan mengeluarkan bangkai landak dari bawah lemari, lalu melepaskan semua tali rami yang melilit tubuhnya."
"‘Balas dendam berantai tak akan berakhir. Sudah mati, biarlah berlalu...’" Kataku sambil menyangga perut landak mati itu dengan tangan, lalu membawanya pergi."
Baru saja membuka pintu, wanita yang sudah menunggu di luar langsung bertanya padaku, "Xiao Daozhang, bagaimana? Sudah mengerti?"
Belum sempat aku bicara, ayah si anak yang berdiri di samping melihat landak di tanganku, langsung mengumpat dan berlari ke arahku.
"Dasar sialan! Apakah landak ini yang membuat anakku susah tidur setiap hari?! Aku akan menghancurkannya!!" Pria itu berusaha merebut landak dari tanganku.
Melihat ini, tanganku sengaja maju ke depan. Dia langsung mencengkeram duri-duri landak itu, kesakitan sambil memegangi tangan dan menggeram.
"Kalian masih belum sadar kesalahan kalian?!" Aku mulai kesal melihat sikap pria itu.
"Kami tahu, kami tahu. Yangyang tidak seharusnya membunuh anak-anak landak itu. Kami sudah sadar kesalahan." Wanita itu berbicara lebih masuk akal.
Aku meliriknya, lalu melihat anak laki-laki bernama Yangyang, "Meski anakmu sudah sembuh, dia harus pantang makan daging selama setahun. Jika tidak, roh landak akan kembali menghantuinya." Sebenarnya ini bohong belaka, hanya untuk memberi pelajaran agar dia tidak usil lagi.
"Baik, tidak masalah. Saya pasti ingat." Wanita itu cepat-cepat menyetujui.
"Sudah. Kalau tidak ada masalah lagi, bayarlah. Saya harus pulang." Aku menatap wanita itu.
"Terima kasih Xiao Daozhang. Berapa biayanya?" Wanita itu bertanya.
"Dua ribu." Aku malu meminta lebih, tapi juga tidak mengurangi jumlahnya, agar seluruh keluarga ini mendapat pelajaran.
“Baik, aku akan ambilkan untukmu.” Wanita itu berkata sambil berjalan menuju sebuah ruangan.
Saat itu pria itu tersenyum mendekatiku dengan bau alkohol menyengat, "Xiao Daozhang, jangan buru-buru pergi. Makan malam bersama kami, bagaimana?"
"Tidak ada waktu." Jawabku tegas. Meski baru kenal, kesanku buruk terhadap pria ini. Daripada makan dengannya, lebih baik pulang dan makan bersama Huzi.
"Xiao Daozhang, kasihlah muka. Biarkan Yanzi juga tinggal, kita minum dan ngobrol bareng." Pria itu terus membujukku.
Aku mulai kesal, melambaikan tangan dengan kasar, "Ada urusan di kuilku. Cari orang lain untuk minum dan ngobrol!"
Pria itu tersipu malu, berjalan keluar halaman sambil bergumam tak jelas.
Tak lama kemudian, wanita itu keluar membawa uang dua ribu. Kuambil uang itu tanpa menghitung, langsung berpaling pergi.
Fang Ziyan mengikutiku keluar.
"Fang Ziyan, aku akan menguburkan landak ini. Jangan ikut, pulanglah sekarang." Kataku padanya.
"Bagaimana kamu kembali ke kuil?" Tanya Fang Ziyan.
"Jalannya tidak terlalu jauh, aku akan lari saja." Jawabku.
"Aku antar pakai motor listrikku." Fang Ziyan bergegas mengambil motornya.
"Sungguh tidak perlu. Aku pergi dulu, kamu cepat pulang." Kubalas sambil melambaikan tangan dan berjalan keluar desa.
Keluar dari desa, aku mencari tempat yang lebih tinggi, di bawah pohon poplar menggali lubang dengan tongkat kayu dan mengubur landak mati itu ke dalamnya.
“Tenanglah di dalam tanah.” Aku melihat landak mati di dalam lubang itu berkata.
“Jangan katakan nyawa makhluk hidup tak berharga, tulang dan daging sama seperti kulit. Meskipun masuk tanah, takkan tenang.” Suara Master Lu yang seperti gadis kecil tiba-tiba terdengar dari belakangku.
