Melihat Master Lu yang duduk bersila di tanah dengan ketenangan batin, rasa penasaranku semakin membara. Entah bagaimana tubuh mungilnya bisa dilatih sedemikian rupa. Setelah lari sekian lama, aku hampir mati lelah, tapi dia seperti tidak apa-apa: muka tidak merah, napas tidak tersengal.
Hai, membandingkan orang bisa benar-benar membuat orang mati kesal.
Begitulah, lebih dari sepuluh menit kemudian, Master Lu bangkit dari tanah dan membawaku melanjutkan perjalanan ke pedalaman gunung. Tapi kali ini dia tidak berlari, hanya berjalan cepat.
Ini membuatku lega. Kalau harus berlari seperti sebelumnya lagi, sungguh aku bisa mati kelelahan.
Setelah berjalan sekitar lebih dari satu jam, Master Lu membawaku melewati jurang sempit di antara gunung, lalu menerobos semak belukar lebat, dan masuk ke dalam hutan rapat.
Pepohonan tinggi yang rapat segera menutupi sinar matahari. Seluruh hutan dipenuhi hawa lembap dan suram. Melihat rerumputan subur dan sulur-sulur di sekeliling, hatiku penuh keheranan: Ada tempat seperti ini di Gunung Lao?
Hampir tidak berbeda dengan hutan hujan tropis. Kalau bukan karena jenis pepohonan di sekitarnya yang berbeda, sungguh akan kukira kita sudah tidak berada di Gunung Lao lagi.
Berjalan terus ke depan, langit mulai berangsur gelap. Hutan lebat ini sejak awal memang tak banyak ditembus sinar matahari, sekarang sekeliling semakin gelap. Aku mengeluarkan ponsel dan melihat jam, sudah pukul enam setengah sore.
"Cukup, kita sampai." Master Lu berhenti di bawah pohon besar sambil berkata.
"Aku akan menerima pelatihanmu di sini?" Aku menatap pohon beringin raksasa di depan Master Lu yang mungkin tiga orang pun tak sanggup merangkulnya.
"Salah. Bukan aku yang melatihmu, tapi dirimu sendiri yang melatih dirimu sendiri." Master Lu menoleh dan menatapku serius.
"Diriku sendiri?" Aku bingung.
"Ya, dirimu sendiri. Shifu-mu pasti sudah menjelaskan, hal terpenting dalam profesi kita adalah bertahan hidup. Jadi yang harus kau lakukan sekarang sederhana: bertahan hidup di hutan lebat ini, itu saja." Master Lu berbicara datar.
"Bertahan hidup..." Memandang hutan purba ini, sepertinya aku mulai mengerti.
"Ya. Asal kau bertahan hidup, tiga hari lagi kembali ke pohon ini, aku akan menjemputmu. Tenang, meskipun kau mati, aku akan membawa mayatmu keluar untuk memberi laporan pada shifu-mu." Suara Master Lu dingin tanpa emosi.
Setelah itu, dia seolah teringat sesuatu: "Oh ya, aku ingatkan: Aliran Longhu memiliki tiga hutan ujian, ini yang paling mematikan. Selama ratusan tahun, hanya 94 orang yang selamat keluar dari sini—termasuk 33 orang cacat fisik." Master Lu menatapku tajam.
“Apa?!!” Aku hampir melompat kaget mendengar perkataan Master Lu. Bukankah ini sama saja menyuruhku mati! Aku buru-buru berkata padanya, “Ma…Master Lu, kau tidak bercanda kan? Bolehkah aku mundur sekarang?”
Master Lu menjawab di luar konteks:
“Pemandangan di sini terlihat indah, tapi penuh bahaya tersembunyi. Sebagian besar hewan karnivora, ular, kalajengking, dan serangga beracun di Gunung Lao berkumpul di sini. Bagi mereka, manusia yang terperangkap adalah makanan. Tentu, saat malam sunyi, tempat ini akan memberimu pengalaman lebih tak terlupakan. Latihan dimulai sekarang. Berusahalah sebaik mungkin.” Setelah mengatakan itu, Master Lu mengeluarkan pisau belati dan korek api dari tasnya, melemparkannya di kakiku, lalu dengan gerakan gesit melompat beberapa kali menghilang di balik hutan lebat.
“Hei, hei, Master Lu! Aku masih ada yang mau dibicarakan!!” Teriakku melihat sosoknya menjauh, tapi dia bahkan tidak menengok, langsung pergi.
Setelah Master Lu pergi, hanya aku yang tersisa di tengah hutan ini. Meski tak rela, tak ada pilihan lain. Aku pun memungut pisau belati dan korek api pemberiannya, menyimpannya di badan.
Dalam kondisi seperti sekarang, dua benda ini adalah penyelamat nyawa.
Melihat sekeliling, hanya ada rerumputan, tanaman merambat, pepohonan tinggi, dan semak belukar. Di tempat seperti ini, semua arah terlihat sama. Kurasakan diriku sudah tersesat.
Seluruh hutan dipenuhi aura mencekam. Selain suara serangga, tak ada bunyi lain. Tiba-tiba segalanya menjadi sangat sunyi, terlalu sunyi sampai terasa aneh.
Sunyi yang menakutkan...
Namun aku segera memaksa diri untuk tenang, karena sudah berada di sini maka harus menerima keadaan, mulai memikirkan langkah selanjutnya yang harus dilakukan.
Melihat langit yang semakin gelap dan hampir malam, prioritas utamaku adalah mengumpulkan kayu kering untuk menyalakan api unggun, pertama untuk menghangatkan diri di malam hari, kedua cahaya api bisa mengusir binatang buas.
Memikirkan ini, aku mulai mengumpulkan kayu kering dengan cepat dari sekeliling.
Hutan ini punya satu keuntungan: di manapun berada tidak pernah kekurangan kayu, jadi dalam waktu singkat sudah terkumpul banyak kayu di bawah pohon.
Saat langit benar-benar gelap, aku mempercepat pekerjaan, membersihkan daun kering di sekitar kayu bakar untuk mencegah kebakaran saat menyalakan api.
Setelah api unggun menyala, seluruh tubuhku sudah basah kuyup, baju menempel tidak nyaman, terutama karena dasar hutan ini jarang terkena sinar matahari sehingga sangat lembab.
Nyamuk di sekeliling menggigitku sampai bentol-bentol, sangat menyebalkan. Aku terpaksa mencabut rumput basah di dekat situ dan membakarnya di atas api, asap tebal yang keluar berhasil mengusir sebagian besar nyamuk. Jika tidak, malam ini pasti jadi santapan nyamuk.
Meskipun api unggun sudah menyala dan area sekitar terang, karena hampir tidak melihat langit, timbul perasaan klaustrofobia. Melihat kegelapan di sekeliling, hatiku agak ciut, selalu merasa ada sepasang mata mengawasiku dari belakang.
"Perasaan ini semakin lama semakin kuat seiring berjalannya waktu, tapi setiap kali aku menoleh ke belakang, tidak ada yang kudapati."
Saat Master Lu pergi, dia pernah berkata padaku bahwa di hutan ini tidak hanya ada binatang buas pemakan daging, bahkan saat larut malam ketika segalanya sunyi, akan terjadi hal yang lebih sulit kulupakan.
Apa sebenarnya makna dari perkataannya ini? Semakin kupikirkan, hatiku semakin tidak tenang. Melihat api unggun yang berkobar dan berderak di depanku, jantungku berdebar tak terkendali.
"An Rushuang, di mana kamu? Bisakah kamu keluar menemaniku?" Saat malam tiba, aku teringat An Rushuang dan ingin memanggilnya keluar dari giok liontin untuk menemaniku.
Selama dia ada di sisiku, aku selalu merasa sangat aman dan nyaman.
Tapi setelah kugoyang-goyangkan giok liontin cukup lama, An Rushuang tidak merespons. Rupanya dia tidak bisa mendengar suaraku dari dalam giok.
Tanpa An Rushuang, aku semakin merasa takut sendirian di tengah hutan yang sunyi senyap ini. Rasa takut akan hal tidak dikenal dan kegelapan memang melekat sejak lahir pada setiap manusia.
Yang lebih menakutkan dari kegelapan adalah: aku berada dalam kegelapan ini, sementara di hatiku tahu bahwa ancaman mematikan bisa muncul kapan saja dari kegelapan itu!
"Swish! Swish!" Tiba-tiba terdengar suara di atas kepalaku. Aku segera mendongak, tapi yang kulihat hanya kegelapan pekat tanpa wujud apapun.
Saat aku baru saja menundukkan kepala, suara aneh "cicit-cicit" kembali terdengar dari atas kepalaku. Suara ini terdengar sangat nyaring dan menyeramkan di tengah kegelapan dan keheningan hutan, bergema hingga jauh.
Kali ini, aku tak bisa lagi duduk diam. Segera kubangkit, tangan kiri mengambil kayu terbakar dari api unggun sebagai obor, sementara tangan kanan menggenggam erat pisau yang diberikan Master Lu padaku.
Setelah mengangkat kayu itu, kuterawang ke arah pepohonan di atas dengan cahaya obor. Namun area yang diterangi api tetap tak terlihat jelas, karena nyala api di kayu terlalu redup untuk menjangkau jarak jauh.
Sebenarnya ada setan apa di pohon itu?
Teringat kata-kata Master Lu sebelum pergi, panikku semakin menjadi. Tanpa solusi, terpaksa kutaruh obor. Tepat saat kumundurkan kayu itu, suara "cicit-cicit" kembali menggema dari atas. Tiba-tiba kelopak mataku berkedut liar tanpa alasan.
Tarik napas dalam-dalam dan kumpulkan keberanian, aku segera mengangkat tongkat kayu di tanganku lagi dan menyorotkannya ke pohon di atas kepalaku. Tiba-tiba, sebuah kepala bermata menyala menjulur dari cabang pohon. Cahaya api menyinari wajah makhluk itu, membuatnya terlihat sangat menyeramkan dan aneh. Mata menyala itu menatapku tajam, membuatku berteriak ketakutan dan hampir menjatuhkan tongkat penerang di tanganku!!
