"Creek! Creek! Creek!..." Makhluk tak dikenal di pohon itu mengeluarkan suara jeritan aneh yang melengking dan tidak enak didengar. Dalam sekejap, monster berbulu putih seluruh tubuhnya menerjang ke arah wajahku!!
Melihat ini, aku cepat-cepat menghalau dengan obor di tangan. Namun, monster berbulu putih itu tidak takut api. Tubuhnya malah menggesek tongkat dan langsung menempel di kepalaku.
Aku hanya merasakan sakit di bahu, mungkin dicakar oleh monster berbulu putih itu. Saat ini emosiku meluap, tangan kanan dengan cepat mengayunkan pisau belati ke atas kepala dengan sekuat tenaga.
Tubuh monster berbulu putih itu sangat lincah. Ia langsung berpindah dari kepalaku ke bahu kiri, menghindari serangan. Sekaligus mengulurkan cakar untuk mencakar wajahku.
"Sial! Ini mau melukai wajahku!" Aku langsung melemparkan tongkat kayu di tangan, buru-buru melindungi wajah dengan lengan. Cakar monster berbulu putih itu mencakar lenganku, rasa sakit seperti terbakar menyengat sarafku. Emosiku memuncak, kutumpahkan umpatan sambil meraih monster itu di bahu dengan kedua tangan.
Monster berbulu putih itu mungkin tak menyangka gerakanku. Meski sempat menggeliat, ia tetap berhasil kurengkuh di genggaman!
"Kriiik!!!" Terdengar lagi teriakan melengking dari monster itu. Setelah meronta-ronta sekuat tenaga, ia membuka mulut hendak menggigit lenganku.
Cepat kuselamatkan lengan, sementara tangan satunya masih mencengkeram bulu monster itu erat-erat. Tangan yang kosong langsung menghunjamkan pukulan keras ke kepala monster!
Tanpa memberinya kesempatan membalas, kuhujani kepalanya dengan pukulan bertubi-tubi.
Setelah beberapa kali pukulan, monster berbulu putih itu menghentakkan kaki lalu lemas tak bergerak, sepertinya pingsan.
Segitu lemahkah? Kudekatkan monster berbulu putih ini ke api unggun. Baru kusadari - ini cuma monyet berbulu putih!
Setelah memahami situasinya, aku langsung merasa sangat frustasi. Barusan hampir saja dipukuli monyet ini. Tapi monyet di sini benar-benar nekat, bukannya lari saat bertemu manusia, malah menyerang habis-habisan. Ini membuatku benar-benar bingung.
Saat aku sedang merenung, monyet berbulu putih di tanganku tiba-tiba membuka mata dan sadar. Dengan memperlihatkan giginya, dia langsung menerjang ke arah wajahku lagi.
Ekspresi di wajahnya sangat mengerikan!
Karena tanganku yang memegang monyet itu juga sedang memegang pisau belati, akhirnya tidak bisa mencengkeram dengan kuat dan monyet itu berhasil melepaskan diri.
Sial!! Aku terlalu lengah! Barusan aku benar-benar dikibulin anak monyet ini. Tadi dia cuma pura-pura mati!!
Monyet kecil itu setelah melompat ke tubuhku, kedua lengannya mencekik leherku erat-erat, kaki-kakinya mendorong keras bahuku sambil membuka mulut besarnya yang penuh gigi tajam, siap menggigit wajahku.
Aku mencoba menghindar dengan memiringkan kepala, tapi leherku sudah terjerat erat oleh lengan monyet itu. Ingin menangkis dengan tangan tapi sudah terlambat. Sialan! Benar-benar tamat, wajahku pasti akan cacat hari ini!!
Tepat pada momen genting ini, monyet yang hendak menggigit wajahku tiba-tiba berhenti. Bulu putih di seluruh tubuhnya berdiri tegak, matanya liar melihat ke sekeliling seolah ada sesuatu yang mendekat. Tiba-tiba dada terasa hangat - monyet itu mengencingi tubuhku sebelum melompat turun dan memanjat pohon terdekat, menghilang dalam kegelapan malam...
Sialan! Hari ini benar-benar hari sial delapan turunan! Tidak hanya dicakar monyet, badan juga dikencingi. Untung wajah tidak terluka, kalau tidak pasti aku menangis meraung-raung.
Tapi justru ini yang membuatku penasaran. Aku tidak percaya monyet kecil itu tiba-tiba mendapat pencerahan lalu kabur karena merasa bersalah.
Kalau bukan karena itu, lalu mengapa tadi monyet itu tiba-tiba kabur?
Sebelum kabur, kulihat semua bulu putih di tubuhnya berdiri. Bahkan sampai ngompol ketakutan. Pasti ada sesuatu yang sangat mengerikan yang membuatnya lari terbirit-birit seperti itu.
Seperti diketahui, banyak hewan yang bulunya akan berdiri ketika merasakan bahaya di sekitarnya, sebagai bentuk intimidasi.
Sebenarnya apa yang dilihat monyet itu sampai ketakutan setengah mati?!
Aku melirik sekeliling. Selain cahaya api unggun, semua sisi gelap gulita. Tak terlihat apapun.
Sudahlah, jangan dipikirkan dulu. Lebih baik periksa lukanya.
Sambil merencanakan, aku berjalan mendekati api unggun. Dengan cahaya api, kulihat luka di lenganku. Meski mengeluarkan banyak darah, untung lukanya tidak dalam dan darah sudah berhenti sendiri.
Kubuka kerah kaosku, memeriksa luka di bahu. Selain memar, hanya ada lecet kecil yang tidak serius.
Melihat ini, napasku lega. Untung tidak parah. Di tengah hutan tanpa obat ini, jika luka terinfeksi dan bernanah, pasti jadi masalah besar.
Meski lukanya dangkal, kuhisap kotoran di sekitar luka dengan mulut. Lalu kuraih sebatang kayu dari api, mengambil arang yang sudah terbakar, menggilingnya menjadi bubuk halus di telapak tangan sebelum menaburkannya merata di luka.
Trik ini diajarkan Leizi waktu kecil. Arang memiliki efek antibakteri, dan setelah ditaburi arang, luka akan cepat mengering.
Persis saat selesai merawat luka, kepalaku terangkat dan tiba-tiba kulihat seorang wanita berbaju merah berdiri tidak jauh di seberang!!
Tapi ketika kupandang lebih teliti, dia lenyap seketika! Sekujur tubuhku merinding. Apa tadi itu?! Hantu, siluman?! Atau mataku yang berkunang-kunang?
“Siapa di sana?!” Aku berdiri, perlahan mengeluarkan Air mata sapi dan Daun Pohon Liǔ dari tas ransel, lalu cepat-cepat mengoleskannya ke mata menggunakan cahaya api unggun.
Saat membuka mata kembali, aku melihat sekeliling tetap tak ada yang terlihat. Jangan-jangan tadi hanya halusinasiku?
Aku menepuk-nepuk kepala sendiri, berusaha tenang. Kejadian tadi membuatku hampir gila.
"Kreek, kreek..." Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menginjak daun dari belakangku.
Seketika nafasku tersengal, aku cepat berbalik namun hanya menghadapi kegelapan pekat.
Aku mengambil dua kayu terbakar dari api unggun, menerangi belakang - masih kosong. Tapi dalam sorot api, terlihat jejak-jejak kaki berdarah merah menyala!!
Sekarang bahkan orang bodoh pun tahu aku bertemu makhluk halus yang tak seharusnya. Rupanya Master Lu sudah tahu tempat ini dihuni roh jahat, makanya dia bicara begitu padaku.
Jejak darah ini pasti berkaitan dengan hantu perempuan berbaju merah yang kulihat tadi.
Jejak kaki berdarah yang ada di hadapanku ini seketika membuat bulu kudukku merinding, sementara pemilik jejak darah itu seperti menghilang dari pandangan. Kuperhatikan jejak-jejak darah itu dan menemukan keanehan: meskipun terlihat dua baris jejak kaki, dari pola darah yang menempel di dedaunan, semuanya memiliki bentuk yang sama! Artinya, kedua baris jejak kaki itu semuanya berasal dari kaki kiri, tanpa jejak kaki kanan!
Makhluk jahat macam apa ini, kok kedua kakinya sama-sama kiri?
Sekitar yang hening seperti kematian membuat rasa takutku semakin menjadi. Bahkan muncul firasat buruk bahwa orang berbaju merah itu terus mengintai di dekatku, menatapku tajam sambil mengamati setiap gerak-gerikku!
Ketakutan yang menggigilkan seluruh tubuh tak bisa lagi kutahan. Kedua tanganku mulai bergetar halus. Persis di saat itulah, hembusan angin dingin tiba-tiba berhembus, membuat kepalaku sedikit tenang seketika.
Banyak orang mungkin berpikir sering melihat hantu akan membuat terbiasa dan sama sekali tidak takut. Sebenarnya sama sekali tidak seperti itu! Saat ini di hatiku, rasa takut itu sungguh sangat tak tertahankan!
Sialan! Bagaimanapun juga, meskipun takut, harus berpura-pura tidak takut. Aku mengeluarkan Benang Modao dari saku, mencengkeramnya di tangan kiri, sementara tangan kanan memegang pisau belati pemberian Master Lu. Mataku menatap tajam ke jejak kaki berdarah di depan, menanti kemunculan kembali makhluk halus di sekitar.
“Kreek, kreek……” Tiba-tiba, langkah kaki lain muncul di belakangku. Mendengar itu, aku segera menoleh dan melihat hantu perempuan berbaju merah berdiri di hadapanku. Kepalanya tertunduk, rambut hitam panjang menutupi seluruh wajahnya. Di belakangnya, terlihat dua jejak kaki berwarna merah darah!
Dua jejak kaki kiri berlumuran darah!!!
