"Sebenarnya, meskipun tidak ada gadis itu di pos penjaga, aku tetap harus masuk memeriksa. Karena Hu Xiaobo pernah bilang, kunci cadangan rumah duka ini disimpan di laci tengah meja pos penjaga."
Aku mendorong pintu masuk. Gadis itu yang awalnya terlihat kehilangan arah, memaksakan senyum tipis saat melihatku. Dia berdiri dari kursinya dan bertanya, "Kenapa kamu datang ke sini?"
Mendengar pertanyaannya, aku langsung kehabisan kata. Pertanyaan ini sebenarnya ingin kusampaikan lebih dulu. Setiap kali bertemu, dia selalu mendahuluiku.
"Aku baru mau pergi makan di luar, kebetulan melihatmu di sini. Bukannya jam kerja pemindah jenazah sudah lama selesai? Kenapa kamu kembali ke sini?" tanyaku padanya.
Saat itu Leizi juga masuk dari luar. Melihat gadis bermarga Bai itu, dia berbisik di telingaku, "San Ge, siapa dia? Cantik sekali. Kalian kenal?"
"Bisa dibilang kenal lah," jawabku pelan pada Leizi.
"Aku sedang bertugas jaga di sini. Kan penjaga pintunya sudah berhenti. Aku menggantikannya menjaga gerbang. Kerjaannya tidak berat, bisa dapat tambahan upah," kata gadis itu sambil menatapku dan Leizi.
Aku langsung kesal mendengarnya. Apa otak Hu Xiaobo bermasalah? Menugaskan gadis muda cantik ini menjaga gerbang sendirian di malam hari. Tempat ini sepi tak berpenghuni saat gelap. Belum lagi jika ada preman jalanan lewat, pasti langsung jadi incaran.
"Di zaman sekarang, mana ada cewek yang jadi penjaga gerbang, ini benar-benar omong kosong! Tapi setelah kupikir lagi, selain dia, memang sudah tidak ada yang berani datang ke sini..."
"Nggak heran tadi ada orang yang mengajaknya ke kantor untuk menemui Hu Xiaobo, ternyata begitu ceritanya."
"Kamu jaga gerbang?! Kamu nggak takut sendirian malem-malem?" Leizi menatap gadis itu bertanya.
Dengan senyum manis, dia menggelengkan kepala dan berkata lembut pada Leizi: "Cuma jaga gerbang biasa, emang ada yang perlu ditakutin?"
"Mentalmu kuat juga. Kamu nggak pernah dengar kalau di sini sering ada..."
"Leizi!" Aku buru-buru memotong ucapan Leizi. Kalau dibiarkan terus, bisa-bisa dia ngomong ngawur lagi.
"Ayo, kita makan dulu. Eh, kamu sudah makan?" Sambil menarik lengan Leizi untuk pergi, aku menoleh bertanya pada gadis itu.
"Belum... Sudah, sudah makan." Jawabnya sambil menatapku.
Aku tersenyum tipis, tidak melanjutkan pertanyaan, lalu berkata padanya:
"Kalau gitu kami duluan ya." Aku mengajak Leizi keluar dari pos penjagaan, berjalan menuju warung mie di seberang jalan.
"San Ge, jago banget lu! Kok dulu waktu kita barengan nggak kelihatan? Belum lama ini si Bunga Kelas ngajak jalan, sekarang ada lagi cewek ini. Keberuntungan cinta lu lagi mekar nih, malem ini pasti traktiran ya!" Leizi menggoda sambil nyengir.
Mendengar omongan Leizi, aku hanya bisa menggeleng sambil tersenyum getir.
Dia tidak tahu, kalau tahu Fang Ziyan mengajakku ke taman untuk menjebakku jadi pembunuh, dan gadis bermarga Bai itu nyaris dua kali merobek dagingku, pasti pikirannya akan berubah.
Kalau ini disebut keberuntungan asmara, aku benar-benar tidak berani memujinya...
Setelah makan ramen di kedai ramen bersama Leizi, aku memesan seporsi Dao Xiao Mian untuk dibungkus dan dibawa pulang.
Leizi yang duduk di seberangku meneguk Maimubudong, matanya melotot seperti mata sapi: "San Ge, akhir-akhir ini nafsu makanmu meningkat drastis! Dua mangkok ramen masih belum kenyang?!"
"Bukan untukku, untuk si gadis itu." Aku menjelaskan pada Leizi.
"Bukannya dia bilang sudah makan?" Leizi menatapku bertanya.
"Perempuan selalu berbicara berlawanan dengan hati. Pantas saja kau jomblo, yatim! Belajar baik-baik sama San Ge." Sengaja kusakiti hatinya.
"Huh~ Aku sengaja tidak mau cari..."
Setelah kenyang, kami keluar dari kedai ramen menuju Pemakaman Dongdian. Saat kumembuka pintu pos penjaga, kulihat gadis itu sedang mengunyah roti kukus dengan zha cai sendirian. Melihat kami masuk, wajahnya memerah dan buru-buru menyembunyikan roti yang sudah tergigit.
Saat melihatnya diam-diam mengunyah roti kukus itu, hatiku tiba-tiba berkedut tanpa alasan!
"Tidak mengucapkan sepatah kata pun padanya, aku langsung meletakkan mi dao xiao yang sudah dibungkus di atas meja di depannya, lalu mencari seikat kunci dari laci tengah meja, segera memanggil Leizi dan pergi keluar.
Keluar dari pos satpam, aku menengadahkan kepala memandang langit yang belum sepenuhnya gelap, perasaan sedih dan kecewa membuncah di dada.
Ah! Andai arwah ayahnya di surga melihat keadaannya yang seperti ini sekarang, pasti sangat sakit hati? Ini semua salahku, keadaan buruknya sekarang adalah buah perbuatanku.
Harus kubantu dia keluar dari kesulitan, setidaknya membuatnya bisa makan dengan baik, bersekolah dengan normal, tidak sampai menghemat tiga kali makan sehari demi biaya sekolah.
"San Ge, aku ada hal yang ingin kutanyakan." Leizi mendekat dan bertanya padaku.
"Tahan dulu, ikut aku ke ruang rias jenazah di pemakaman ini." Tanpa perlu berpikir, aku tahu Leizi ingin menanyakan tentang gadis itu. Sambil berkata demikian, aku mengumpulkan semangat dan berjalan ke pintu belakang pemakaman sambil membawa kunci.
Baru beberapa langkah melangkah, ponselku tiba-tiba berdering. Setelah dikeluarkan, ternyata panggilan dari wanita muda yang sebelumnya.
"Halo." Aku mengangkat telepon.
"Xiao Shifu, malam ini bisakah kalian menemukan petunjuk?" Wanita itu bertanya melalui telepon.
"Aku benar-benar tidak bisa menjamin. Malam ini kami hanya bisa tinggal dulu untuk mengobservasi. Masih belum pasti apakah bisa menemukan petunjuk atau tidak." Jawabku.
"Ya sudah, mohon perhatiannya. Jika benar-benar bisa menemukan penyebabnya dan menyelesaikannya, masalah biaya tidak akan jadi masalah. Kalau tidak ada hal lain, aku tutup telepon dulu ya?" Wanita itu langsung mematikan telepon setelah berkata demikian.
Baru saja menutup telepon, ponsel berdering lagi. Kuangkat dan melihat, ini baru telepon dari Master Qingfeng.
“Kamu bocah tak berguna lari ke mana lagi?! Shibomu sedang mencarimu?!” Terdengar suara mengaum Master Qingfeng dari ujung telepon.
Dengan pasrah, kuceritakan semua kejadian terakhir di rumah duka ini pada Master Qingfeng, sekalian kutanyakan pendapatnya - apakah ini ulah manusia atau mayat hidup Jiangshi?
Setelah mendengar, Master Qingfeng terdiam sejenak di ujung telepon sebelum berkata: "Ini tampaknya bukan Jiangshi alami. Kuperkirakan sembilan puluh persen ada praktisi ilmu hitam yang mencuri mayat. Justru ini kesempatan bagus untuk latihanmu. Lagipula sekarang kau membawa Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks pemberian Shibomu, mayat hidup biasa yang dikendalikan sama sekali bukan lawanmu."
“Apakah pisau belati hitam itu disebut Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks?” Aku teringat pisau yang pernah beberapa kali menyelamatkanku di hutan lebat itu, lalu bertanya pada Master Qingfeng.
“Kamu masih tidak tahu?! Shibomu tidak memberitahumu saat memberikannya padamu?!” Nada bicara Master Qingfeng terdengar sangat terkejut.
“Tidak. Saat Master Lu memberikanku pisau ini, beliau langsung melemparkannya ke kakiku. Saat itu kupikir ini hanya pisau belati biasa,” jawabku pada Master Qingfeng.
“Apa?! Masih bilang pisau belati biasa?!! Kamu tahu tidak bahan apa Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks ini dibuat?! Jangan katakan orang lain, bahkan aku - Shibomu saja tidak diizinkan menyentuhnya. Anak ini malah mengambil keuntungan tapi pura-pura suci! Aku peringatkan, jika Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks itu sampai hilang, Bawa Kepala Anda untuk menghadap! Aku akan temui Shibomu untuk berdebat! Terlalu berat sebelah!!” Master Qingfeng menggumam dengan marah sebelum mematikan telepon.
Ia terlalu cepat menutup telepon, aku bahkan belum sempat bertanya bahan apa sebenarnya Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks itu terbuat.
Sudahlah, masih banyak kesempatan nanti. Aku menyimpan ponsel lalu bersama Leizi memutar gedung depan, menuju pintu belakang. Mengikuti rambu-rambu jalan, setelah mencari cukup lama, akhirnya menemukan dua ruang rias di koridor sisi barat lantai satu.
Hanya saja yang membuatku merasa aneh adalah, salah satu pintu besi ruang rias terbuka lebar, bagian dalamnya sangat gelap. Dari kejauhan, aku sudah bisa merasakan hawa dingin menusuk yang terus menerus keluar dari pintu besi terbuka itu.
Aku dan Leizi saling pandang, saling menyemangati, lalu berjalan menuju ruang rias yang pintunya terbuka itu.
Sebelum kami sempat sampai di depan pintu ruang rias, tiba-tiba terdengar suara "Braak!" yang berat dari dalam.
Suara yang muncul tiba-tiba ini membuatku dan Leizi gemetar ketakutan secara bersamaan. Aku segera mengeluarkan Fu Pengusir Hantu Zichen Wujia dan Pisau Naga Lilin & Burung Feniks dari saku, lalu menggenggamnya erat.
"San... San Ge, bukannya di dalam sana semuanya mayat? Suara apa yang tadi berbunyi?!" Leizi mengusap keringat dingin di wajahnya dengan lengan, bertanya padaku dengan suara gemetar penuh panik.
"Bodo amat itu manusia atau hantu, keluarkan Fu Pengusir Hantu Zichen Wujia, kita masuk bersama lihat!" Aku mengatupkan gigi dan memimpin jalan menuju ruang rias yang pintunya terbuka itu.
