Aku segera menghindar ke samping. Mayat itu yang gagal menerjangku, bukannya mengejarku malah berbalik menerjang Leizi yang berada di belakangku.
Leizi berusaha menghindar, tapi sudah terlambat. Jenazah perempuan itu melompat ke depannya dan merangkulnya erat-erat dengan kedua lengan. Hanya dalam sekejap, wajah Leizi langsung memerah.
Tampaknya tenaga jenazah perempuan yang dikendalikan Gan Shijiang ini sangat besar!
Setelah melihat kejadian itu, aku tak berani membuang waktu sedetik pun. Langsung kukeluarkan selembar Fu Pengusir Hantu Zichen Wujia dari tas ransel dan menempelkannya di punggung jenazah perempuan itu.
Meski kertas jimat sudah ditempel, jenazah perempuan itu sama sekali tidak bereaksi. Kedua lengannya masih mencengkeram erat-erat Leizi.
Fu Pengusir Hantu Zichen Wujia tidak mempan terhadapnya?!
"Taoist Maoshan?!" teriak Gan Shijiang itu dengan suara teredam. Tangannya berusaha menutupi kepala sambil bersandar ke dinding untuk berdiri.
Mendengar perkataan Gan Shijiang, saat tanganku hampir mengeluarkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks untuk melawan jenazah perempuan itu, tiba-tiba muncul ide lebih baik. Aku segera berlari ke arah Gan Shijiang.
Mendekat, aku langsung menghantam wajah Gan Shijiang dengan pukulan keras. Sebenarnya mayat hidup itu masih pusing tujuh keliling akibat batu bata yang kulempar sebelumnya, sehingga tak sempat menghindar. Pukulanku tepat mengenai dan membuatnya tersungkur kembali.
Setelah menjatuhkan Gan Shijiang, aku segera merangkak mendekat. Dengan gerakan cepat, tangan ku mencengkeram "Jamur Enoki" di antara kedua kakinya.
“Aaaa~~!!!” Titik vital Jiangshi itu kusentak sekuat tenaga, membuatnya menggigil kesakitan dan langsung menjerit kencang!
“Cepat tarik kembali ilmu pengendalian mayatmu, atau aku menghancurkan telurmu!!” Aku menatap dingin ke arah Jiangshi itu.
Melihatnya diam, aku yang khawatir dengan keselamatan Leizi segera menambah tekanan di tanganku. Kali ini jauh lebih kuat dari sebelumnya, membuat Jiangshi itu mengerang kesakitan seperti babi disembelih.
“Stop! Stop! Hentikan!... Aku tarik, aku tarik ilmunya! Aduh! Ya ampun!!~” Wajah Jiangshi itu sudah menghijau, terus-menerus memohon ampun.
Mendengar itu, pelan-pelan kukendurkan cengkeramanku. Jiangshi itu kemudian mengucapkan dua mantra lemah, membuat mayat perempuan yang mencekik Leizi langsung roboh ke lantai.
Leizi yang geram langsung berlari sambil terengah-engah hendak menghabisi Jiangshi itu.
Cepat kuhalangi dia:
“Leizi, dasar jangan gegabah! Cari tali dulu untuk mengikatnya!”
Leizi menggigit bibir menahan amarah, mulai mencari tali ke seluruh ruangan.
Setelah Leizi membawa tali nilon, kami langsung mengikat erat Jiangshi itu. Kuambil lap kotor dari bawah meja dan menyumbat mulutnya rapat-rapat untuk mencegahnya melafalkan mantra pengendali mayat.
Setelah itu, aku mengambil seprai lain dari tempat tidur di rumah ini dan menutupi mayat perempuan telanjang itu terlebih dahulu.
Baru saja menyelesaikan semua ini, samar-samar terdengar suara orang mendekat dari luar. Aku dan Leizi buru-buru keluar.
Di luar rumah, terlihat beberapa ibu-ibu yang mungkin mendengar jeritan menderita sang tukang bangkit mayat, berdiskusi sambil mendekat ke arah sini.
Leizi melihat mereka, maju selangkah dengan berpura-pura galak dan berteriak ke arah para ibu-ibu itu: "Lihat apa?! Belum pernah lihat debt collector pinjaman rentenir?!"
Teriakan Leizi yang bertubuh besar dan kekar ini benar-benar membuat para ibu-ibu itu ketakutan, mereka langsung berbalik pergi.
"San Ge, sekarang kita harus bagaimana?" tanya Leizi setelah para ibu-ibu itu pergi.
"Kamu telepon dulu Hu Xiaobo, beri tahu alamatnya. Suruh dia segera bawa orang untuk mengangkut mayat perempuan ini. Lalu biarkan dia yang urus lapor polisi atau hubungi keluarga almarhum," perintahku ke Leizi.
Leizi mendengarkan, mengeluarkan ponselnya dan menelepon Hu Xiaobo.
Kami menunggu di rumah ini sekitar setengah jam lebih, Leizi menerima telepon dari Hu Xiaobo lalu pergi ke gerbang kompleks untuk menjemputnya.
Tak lama kemudian, Leizi kembali dengan sekelompok besar orang ke gubuk kecil ini. Hu Xiaobo ternyata membawa rombongan saksi, juru rekam, fotografer - sepertinya dia takut bukti tidak cukup.
Melihat hal ini, aku langsung menjelaskan seluruh kejadian kepada Hu Xiaobo, lalu memberitahunya bahwa masalah sudah kuselesaikan, urusan lanjutannya biar dia sendiri yang mengurus, jangan libatkan aku dan Leizi, lalu bersiap untuk pergi duluan.
Kalau tidak pergi sekarang, nanti ketika polisi datang, kita berdua pasti harus ikut ke kantor polisi untuk membuat keterangan. Hal seperti inilah yang paling kubenci saat ini.
Setelah mengucapkan terima kasih berkali-kali padaku dan Leizi, Hu Xiaobo meminta kami kembali ke rumah duka miliknya untuk menunggu, sementara urusan sisanya dia yang akan menyelesaikan.
Kami senang bukan main. Keluar dari kompleks perumahan, kami menaiki motor si Mbak Feizhuliu itu dan meluncur ke warnet yang tadi.
Pinjam dengan baik kembalikan dengan baik, lain kali mau pinjam lagi tidak akan susah!
Tapi kalau si Feizhuliu mendengar kalimat ini, pasti hidungnya meler marah. "Kalian hampir saja memukul orang, masih berani bilang pinjam dengan baik?!"
Membawa Leizi kembali ke warnet dengan motor, kuparkir motor itu di depan warnet lalu masuk ke dalam. Ingin kulihat apakah si Feizhuliu masih ada di warnet atau tidak. Kalau dia tidak ada, rencananya akan kuserahkan kunci motor ini ke petugas warnet, biar si Feizhuliu yang datang mencari motornya nanti.
Baru saja masuk warnet, dari kejauhan langsung kulihat si Feizhuliu. Gaya rambutnya yang seperti terkena sambaran petir 40-50 kali berturut-turut, benar-benar seperti ayam jago yang mengembang. Tidak perlu di dalam warnet, bahkan dari jarak tiga li pun pasti langsung kukenali.
"Saat Aku dan Leizi mendekat, Feizhuliu itu sedang asyik chatting dengan teman online sambil memakai headset. Aku melihat ke layar komputernya - walau tidak membaca isi chat, tapi langsung naik darah melihat nickname-nya."
Nickname Feizhuliu ini ternyata "Di kehidupan selanjutnya ingin jadi orang Jepang". Dasar kelinci semangka! Andai tahu dia begini, sudah kubuang motornya ke selokan tadi.
"Hey, kunci motormu!" Kulemparkan kunci motornya ke meja komputer di depannya.
Feizhuliu kaget, buru-buru melepas headset dan berdiri dari kursinya.
"O... o." Ia mengangguk ketakutan sambil menyimpan kunci. Dari raut mukanya, mungkin mengira Aku dan Leizi adalah preman.
"Bukan maksudku, tapi nickname ini bagaimana?" Leizi yang di samping juga melihat nickname QQ Feizhuliu yang bertuliskan "Di kehidupan selanjutnya ingin jadi orang Jepang".
"A... Aku hanya mengagumi orang Jepang..." Feizhuliu menjawab terbata-bata.
"Dasar! Nama begini, ayahmu tahu tidak?! Ganti sekarang!!" Leizi membentak Feizhuliu.
"G... ganti jadi apa?" Feizhuliu memandang Leizi dengan takut.
Sebelum Leizi bicara, Aku menyambar: "Ganti jadi Aku Cinta Tiongkok!"
"Ya, ganti jadi Aku Cinta Tiongkok! Nanti Aku add QQ-mu. Kalau berani ganti nickname lagi, habis kau!!" Leizi menambah ancaman...
"Aku dan Leizi melihat si Feizhuliu itu, dengan wajah muram mengubah nama panggilan jaringannya dari 'Di kehidupan berikutnya jadi orang Jepang' menjadi 'Aku cinta Tiongkok'. Kami saling tersenyum, lalu berjalan keluar dari warnet ini."
"Sebenarnya pemilihan nama panggilan ini sepenuhnya hak individu Feizhuliu. Awalnya kami tidak berhak ikut campur. Tapi begitu teringat arwah tentara Jepang era Perang Dunia II yang bangkit dari kematian dan masih menyiksa rakyat Tiongkok, darahku langsung mendidih. Tak tahan melihatnya, akhirnya ikut urus urusan orang."
"Namun melihat keengganan Feizhuliu mengubah nama panggilannya, hatiku tetap sedih. Apa yang sebenarnya terjadi dengan sebagian orang zaman sekarang?"
"Di mata sebagian orang, nasionalis sama dengan kaum radikal..."
"Ah, sudahlah. Setelah keluar dari warnet, aku dan Leizi berencana jalan kaki kembali ke Rumah Duka Dongdian. Tapi belum jauh melangkah,"
"suara An Rushuang yang terdengar tergesa-gesa tiba-tiba muncul dari sampingku:"
"'Shisan, ada musuh yang datang balas dendam! Suruh temanmu pergi dulu! Jangan sampai dia kena imbas!'"
"Mendengar perkataan An Rushuang, jantungku berdebar kencang. Musuh datang balas dendam? Siapa gerangan? Setelah beberapa detik, segera kuperintahkan pada Leizi: 'Leizi, kamu pulang dulu ke rumah duka. Aku mau kembali ke warnet cari sesuatu.'"
"'Cari apa? Aku ikut saja.' Leizi berhenti dan menatapku."
"'Tidak usah. Kamu pulang saja, sekalian lihat kondisi Bai Ruotong. Aku akan segera menyusul setelah selesai.'"
"'Baik, kalau begitu aku duluan.' Leizi mengangguk lalu berjalan sendiri menuju rumah duka."
Melihat Leizi pergi, sebelum sempat bertanya, An Rushuang berteriak panik padaku dengan suara lembut: "Shisan, lepas baju atasmu sekarang dan lempar ke pinggir jalan, lari ke jalan sebelah kiri, cepat! Dia akan segera mengejar!!"
Dari suara paniknya, orang atau siluman yang datang membalas dendam padaku pasti punya latar belakang kuat!
