Dao Ban Lian? Siapakah orang yang menyebut diri Dao Ban Lian ini? Setelah membaca SMS itu, aku segera terhanyut dalam kilas balik ingatan.
Benar, aku teringat! Orang yang mengaku sebagai Si Bekas Luka ini, delapan puluh persen kemungkinan adalah pria paruh baya berbaju tentara yang dulu dibawa Master Qingfeng ke rumah tahanan untuk menjemputku. Kebetulan di wajah orang itu memang ada bekas luka seperti sabetan pisau.
Saat di rumah tahanan, dia langsung melihat An Rushuang di sampingku, dan sekaligus mengetahui bahwa energi Yin di tubuh An Rushuang tidak cukup. Pasti orang ini bukan orang sembarangan.
Si Bekas Luka ini juga cukup pintar. Saat mengirim pesan pendek berisi nama pengirim, dia tidak mencantumkan nama aslinya. Karena dia tahu aku sama sekali tidak mengetahui namanya.
Jadi dia langsung mencantumkan ciri khas di wajahnya: "Si Bekas Luka", agar aku langsung bisa menebak siapa pengirim pesan pendek ini.
Tapi bagaimana dia bisa tahu nomor ponselku? Apa dia bertanya ke Master Qingfeng? Tapi ini tidak masuk akal. Karena dalam SMS-nya dia bilang jangan beri tahu siapapun, pasti dia tidak akan meminta kontakku dari Master Qingfeng.
Menurutku pasti ada yang tidak beres di balik ini. Peristiwa ini juga tidak sesederhana kelihatannya. Aku sama sekali tidak punya hubungan darah atau kekerabatan dengannya, lalu mengapa dia mau membantuku mencari jamur mayat?
Tapi karena dia menyebutkan jamur mayat dalam SMS-nya, aku harus serius menanggapinya. Ini menyangkut nyawa An Rushuang. Asalkan bisa menemukan jamur mayat dalam satu bulan, hantu Yin An Rushuang bisa diselamatkan. Ini kesempatan yang tepat.
"Tapi yang membuatku ragu adalah, mencuri makam jelas tindakan ilegal. Jika aku benar-benar pergi bersama mereka, risiko tertangkap akan menghancurkan hidupku. Hukuman untuk pencuri makam di negara kita sangat berat, mulai dari hukuman 10-8 tahun penjara hingga kurungan seumur hidup."
"Apalagi jika barang antik di makam kuno yang kami curi bernilai sangat tinggi, kemungkinan hukuman mati pun ada. Ini benar-benar membuatku dilema."
Pergi, atau tidak?
Pertanyaan ini muncul di kepalaku selama tiga detik, lalu segera kutemukan jawabannya:
Pergi! Harus pergi! Untuk menyelamatkan An Rushuang, meski harus menghabiskan sisa hidup di penjara sekalipun, aku harus pergi.
Jadi setelah memikirkan ini, aku segera melihat waktu SMS di bawah pesan itu - dikirim Si Bekas Luka dua jam yang lalu, belum melebihi 24 jam.
Setelah membaca SMS, awalnya aku ingin segera menelepon Si Bekas Luka untuk bertanya detail. Tapi setelah dipikir-pikir, kuputuskan untuk mengirim SMS dulu.
"Satu minggu lagi, kalian mau cari makam di mana? Apa tujuanmu turun ke makam? Dan bagaimana kamu bisa menjamin pasti ada jamur mayat yang kubutuhkan di makam kuno itu?" Kutulis SMS ini lalu langsung kukirim padanya.
Untuk menghemat baterai, kumatikan layar ponsel. Pondok kayu di pegunungan seperti ini jelas tidak ada listrik untuk mengisi daya ponsel.
Tak lama setelah SMS-ku terkirim, bunyi SMS masuk terdengar. Segera kubuka - ternyata balasan dari Si Bekas Luka:
“Kamu seharusnya sudah bisa menebak siapa aku? Lokasi umum makam kuno itu ada di Hutan Primer Karst Maolan, posisi pasti masih perlu dikalkulasi. Jujur kubilang, tujuan aku turun ke makam bukan untuk emas, harta, apalagi barang antik. Hanya ada satu tujuan: mencari Fenghuang Dan (Empedu Phoenix). Soal ada atau tidaknya jamur mayat yang dibutuhkan hantu perempuan di sampingmu itu di dalam makam, aku benar-benar tidak bisa menjamin. Yang bisa kukatakan, kemungkinan ada jamur mayat di makam itu sangat tinggi. Lagipula kita butuh bantuanmu untuk turun ke makam kali ini. Pergi atau tidak, kamu yang putuskan.”
Setelah membaca SMS ini, aku merenung sejenak lalu memutuskan untuk mencoba peruntungan. Meski belum tentu bisa menemukan jamur mayat, tapi jika tidak pergi sama sekali, pasti tidak akan ketemu. Maka sambil baterai ponsel masih ada, segera kubalas:
“Jika aku ikut, berapa total orang yang akan pergi? Makam siapa itu? Di mana titik kumpul seminggu lagi?”
“Ditambah kamu, total delapan orang. Soal pemilik makam sebenarnya, baru bisa diketahui setelah kita turun. Untuk titik kumpul, seminggu lagi di Restoran Dongdian.” Si Bekas Luka langsung membalas.
Usai membaca SMS ini, baru saja ingin membalas, ponselku memberi peringatan baterai lemah akan mati otomatis. Layar berkedip lalu gelap total.
Aku terpaksa menyimpan ponsel dan duduk di kursi sambil berpikir, waktu itu Master Qingfeng memanggil Si Bekas Luka untuk mengeluarkanku dari rumah tahanan, pasti mereka sudah saling kenal. Kalau Si Bekas Luka sudah kenal dekat dengan Shifu Qingfeng, kenapa urusan seperti ini tidak dicariin Master malah nyari-nyari aku?
Lagipula, sebelum turun ke makam, Si Bekas Luka menghubungi seorang daoshi setengah matang seperti aku. Pasti dia sudah tahu sebelumnya ada sesuatu yang sulit dihadapi di dalam makam kuno itu, makanya mau kerja sama denganku...
Semakin kupikir, semakin terasa tidak beres. Si Bekas Luka pasti menyembunyikan banyak hal dariku. Sepertinya setelah berangkat, aku harus konfrontasi langsung dan minta kejelasan darinya.
Tapi kalau benar-benar ikut Si Bekas Luka merampok makam, masalah baru akan segera muncul.
Orang tua dan kakek-nenek mungkin masih bisa diakali. Tapi bagaimana menjelaskan ke Master Qingfeng? Lalu liburan musim panas ini, bagaimana menghadap pihak sekolah?
Kalau sampai bolos sekolah karena urusan makam, terus guru nelpon orang tua, pasti aku bakal kena batunya.
Ah, pusing rasanya memikirkan semua masalah ini...
Saat kepalaku hampir pecah memikirkan hal-hal ini, Master Lu tiba-tiba masuk dari luar. Begitu masuk kamar langsung bertanya, "Ngomong-ngomong, aku harus pergi jauh beberapa hari. Tidak sempat latihanin kamu. Kapan kamu pulang?"
Master Lu mengambil gelas di meja kayu, menuangkan air untuk dirinya sendiri lalu meneguknya.
“Aku hari ini hanya bersiap pulang.” Kataku sambil lega mendengar perkataan Master Lu. Untungnya beliau sedang tidak ada urusan akhir-akhir ini, kalau tidak sampai memaksaku tinggal untuk latihan, aku benar-benar bingung cari alasan untuk menolak.
Sekarang aku benar-benar ingin cepat pulang dan mempersiapkan diri, lalu sebelum berangkat, menghubungi Si Bekas Luka itu dan sebisa mungkin berbicara langsung dengannya.
Master Lu mengangguk mendengar perkataanku, nada bicaranya tetap sama seperti dulu:
"Kamu sekarang bisa langsung membawa barang-barangmu pergi."
"Master Lu, aku... aku tidak tahu jalan."
Aku melihat Master Lu dengan agak canggung berkata, "Lagi pula aku belum pernah ke Gunung Naga Harimau ini sebelumnya. Kalau pergi begitu saja, pasti akan mulai bingung."
"Ini adalah kaki gunung. Keluar pintu lalu ikuti jalan setapak itu terus ke depan, tidak lama lagi akan melihat jalan raya," kata Master Lu padaku.
“Baik, kalau begitu aku pergi dulu?” Aku melihat Master Lu mengenakan tas ransel di atas meja. Saat hendak pergi, kukeluarkan kembali pisau Naga Lilin dan Burung Feniks yang dia berikan, meletakkannya di hadapannya dan bertanya: “Master Lu, pisau belati ini masih perlu?” Meskipun jika seminggu kemudian aku benar-benar turun ke makam, pisau Naga Lilin dan Burung Feniks ini pasti sangat berguna, tapi saat Master Lu memberikannya padaku, dia tidak mengatakan ini hadiah, jadi tetap kuantarkan pertanyaan itu.
“Kamu simpan dulu. Jika sampai hilang, akan kuputar kepala kamu!” kata Master Lu.
“Baik, terima kasih banyak Master Lu.” Ucapku sambil berterima kasih, lalu keluar dari pondok kayu.
……
Sepanjang jalan, aku menyusuri jalan setapak sempit yang ditunjukkan Master Lu. Setelah berjalan sekitar lebih dari setengah jam, terlihat olehku sebuah jalan raya di kejauhan.
Setelah naik ke jalan raya, aku menoleh ke belakang dan melihat Gunung Naga Harimau yang hijau. Aku benar-benar tidak tahu di mana aku sekarang. Setelah menunggu lama di pinggir jalan, akhirnya kulihat truk jarak jauh. Aku berdiri di tepi jalan sambil melambaikan tangan, ingin menumpang. Pokoknya harus kembali ke kota dulu.
Tapi sopir truk itu seolah tidak melihatku. Dia sama sekali tidak berhenti, langsung melewatiku dan melanjutkan perjalanan.
Melihat ini, aku hanya bisa menghela napas. Tidak bisa menyalahkan orang lain, tidak berhenti itu hak mereka.
Kemudian aku duduk di bawah bayangan pohon poplar di pinggir jalan, memandangi jalan sepi ini sambil menunggu mobil berikutnya.
Setelah 20-30 menit, akhirnya kulihat bayangan mobil di ujung jalan. Aku segera berdiri dan berlari ke tepi jalan, siap melambaikan tangan saat mobil mendekat.
Saat mobil semakin dekat, kulihat itu mobil pribadi. Aku semakin giat melambaikan tangan.
Tapi yang membuatku kecewa, saat mobil melewatiku, sopirnya sengaja memperlambat kecepatan, membunyikan klakson beberapa kali, lalu melesat pergi.
Sial! Dia sengaja menggodaku?! Benar-benar menambah masalah, sopir itu tidak punya etika! Aku menunjuk jari tengah ke mobil yang menjauh.
Taksi itu baru saja pergi, aku langsung melihat mobil berikutnya mendekat. Melihat ini, ide cemerlang muncul di kepalaku. Cepat-cepat aku mengeluarkan uang seribu yuan yang dikembalikan Fang Ziyan beberapa hari lalu dari saku celana, menggenggamnya di tangan, lalu mengibas-kibaskan ke arah mobil merah yang semakin mendekat di seberang jalan.
Mobil merah itu mulai mengurangi kecepatan saat mendekat ke lokasiku, kemudian berhenti di pinggir jalan tepat di sampingku. Benar juga pepatah, harta bisa menyuruh hantu menggilingkan gilingan.
