Begitu kami keluar dari pos penjaga, langsung terlihat Bai Ruotong di pintu gerbang rumah duka. Saat ini dia sedang dikerumuni dua orang yang tampak seperti preman. Bai Ruotong mencoba pergi, tapi keduanya langsung menghalanginya sambil terus berbicara sesuatu.
Salah satu preman itu memakai kalung emas di lehernya. Dari ketebalannya saja sudah jelas kalau itu barang bermutu. Kenapa Bai Ruotong bisa terlibat dengan preman-preman seperti ini?
Melihat situasi ini, aku dan Leizi segera mendekat.
“Aku tidak punya utang pada kalian, apalagi ayahku!”
“Tidak punya utang? Lihat sendiri, nama siapa yang tertulis jelas di kertas putih ini?! Bai Peng! Kalau bukan ayahmu, siapa lagi Bai Peng?! Orang mati mau ingkar utang?!” Salah satu preman mengacungkan selembar kertas mirip surat utang di depan Bai Ruotong.
Bai Ruotong menerimanya dan langsung terdiam. Setelah lama, ia menggelengkan kepala dengan wajah tak percaya, “Tidak mungkin, sama sekali tidak mungkin. Ayahku pasti tidak akan meminjam uang dari kalian.”
“Tidak akan?! Dengar baik-baik, hitam di atas putih tercatat jelas. Mau lari dari tanggung jawab?!” Preman lainnya semakin arogan nada bicaranya.
“Kalian ngapain?!” Leizi di sampingku langsung maju melihat kejadian itu.
Aku khawatir Leizi akan memperkeruh situasi, buru-buru menyusul.
“Lu siapa?! Dasar ikut campur urusan orang?!” Preman bermakai kalung emas melototi Leizi dengan sikap angkuh.
Aku segera menahan Leizi, menyambar bicara, “Kami kakaknya. Ngapain cari adik kami?”
“Kakaknya? Wah kebetulan! Cepat lunasi utang ayah lu pada kami, atau hari ini kalian bertiga jangan mau pergi!!” Preman bermakai kalung emas itu meneriakiku.
“Tunjukkan dulu surat utangnya,” kataku.
"Surat hutang yang dipegang preman itu kupelajari dengan seksama. Tertulis: 'Peminjam Bai Peng pada 14 Juni 2015 meminjam uang sebesar RMB (huruf besar) Dua Puluh Ribu Yuan, angka kecil 20.000 yuan, jangka waktu pinjaman 2 bulan, bunga 10.000 yuan. Jika tidak dapat melunasi tepat waktu, bersedia menanggung semua tanggung jawab hukum.' Di bawah surat itu terdapat cap sidik jari mudra."
"Melihat ini, aku sama sekali tidak bisa membedakan keaslian surat hutang ini. Apalagi ayah Bai Ruotong sudah dikremasi, tidak ada bukti, sidik jari pun mustahil diverifikasi."
"Ini benar-benar masalah rumit."
"Sudah selesai baca belum?!" Preman di samping mendesakku.
"Kuteguhkan hati, sudahlah! Keasliannya tak bisa dipastikan. Lebih baik rugi materi daripada kena sial. Sambil kumanfaatkan untuk menyelidiki keaslian surat ini." Kuberi tahu kedua preman itu: "Baik, surat hutangnya aku terima. Akan kuambil uangnya sekarang." Kumasuki pos penjaga pemakaman, mengeluarkan 30.000 yuan dari tas kertas, kuserahkan pada mereka.
"Setelah menghitung uang, mereka pergi tanpa bicara. Memandang punggung mereka yang menjauh, kurobek-robek surat hutang itu. Dalam hati kuberkata: 'Jangan sampai kalian menipuku, atau akan kubalas dendam!'"
"Shisan, Ayahku pasti tidak pernah meminjam dari rentenir. Aku tidak percaya." Bai Ruotong mendekat dengan mata memerah.
"Tak apa. Anggap saja menghilangkan sial dengan uang. Jika mereka mengganggumu lagi, segera telepon aku." Kataku pada Bai Ruotong.
“Baik, tapi aku... aku akan mengembalikan uangmu di kemudian hari.” Bai Ruotong berkata.
“Sudah, masuk dulu ke dalam.” Aku berjalan masuk ke pos satpam terlebih dahulu, sementara Leizi di sampingku mengikutiku dengan wajah kesal. Kulihat dia memang tidak bicara, tapi jelas tidak puas dengan sikapku yang "menyerah".
Di dalam pos satpam, aku menyerahkan sisa uang 20.000 yuan kepada Bai Ruotong.
Saat menerima kantong kertas dariku dan melihat isinya uang, dia langsung mengembalikannya:
“Aku tidak bisa menerima uangmu lagi. Aku bisa cari uang sendiri.”
“Terima saja dulu. Selesaikan masalah biaya kuliah dan hidupmu dulu. Nanti setelah lulus dan punya penghasilan baru kembalikan.” Aku mendorong uang itu kembali padanya.
“Aku benar-benar tidak bisa menerimanya.” Bai Ruotong bersikap keras.
“Pikirkan ayahmu. Untuk apa dia bekerja keras setiap hari di proyek? Agar kamu bisa kuliah dengan tenang, dapat nilai bagus, dan punya pekerjaan baik nanti. Kalau begini terus, bagaimana mau belajar?” Kataku padanya.
Mendengar perkataanku, dia tidak bisa menahan air matanya.
“Terimalah. Nanti kembalikan setelah punya uang.” Aku kembali menyodorkan uang itu.
Kali ini dia tidak menolak. Sambil mengangguk dia berkata: “Terima kasih, aku pasti akan mengembalikannya.”
……
Setelah keluar dari pos jaga, Leizi yang sudah tidak tahan akhirnya protes: “San Ge, tadi kenapa sih? Kamu bahkan tidak tahu apakah surat hutang itu asli atau palsu langsung kasih uang ke preman itu. Menurutku mereka cuma mau merompak. Mending usir saja pukul mereka!”
“Bahkan jika kita berhasil mengusir mereka, tidak ada masalah saat ini, bagaimana dengan nanti? Lagipula, bagaimana jika surat utang itu benar adanya?” Aku bertanya pada Leizi.
Leizi sejenak terdiam tak tahu harus berkata apa.
“Kita berdua mungkin tidak masalah, tapi Bai Ruotong seorang perempuan. Jika dia sampai bermasalah dengan para preman itu, bagaimana dia bisa hidup tenang ke depannya?”
“Kalau... kalau surat utang itu palsu, dan kau membayarkan utang Bai Ruotong, bagaimana jika mereka masih mengganggunya nanti?”
“Jika mereka sudah terima uang tapi masih terus mengganggu, baru aku bisa tahu keaslian surat utang itu. Membayar utang adalah kewajiban, tapi jika mereka benar-benar hanya mau memeras, saat itu terjadi, aku akan pastikan mereka memuntahkan setiap sen yang mereka ambil.” Aku tersenyum licik pada Leizi.
Leizi terdiam lama mendengar perkataanku, baru kemudian tersadar:
“Aku bangsat! San Ge kenapa kau begitu pintar?! Taktik itu benar-benar jenius!”
“Sudah, kau pergilah dulu ke terminal bus. Aku masih ada urusan. Utang 50 ribu itu akan kukembalikan nanti.” Kataku pada Leizi.
“San Ge soal harta kita tidak perlu berhitung. Tapi urusan apa lagi yang kau punya?” Leizi menatapku.
“Aku mau kencan, boleh?” Jawabku.
“Cih~! Merendahkanmu. Kalau begitu aku tidak akan jadi lampu listrik. Pamit.” Leizi berjalan menuju arah terminal bus.
Melihat Leizi sudah jauh, segera kuambil ponsel dan mencari nomor Si Bekas Luka. Setelah berdering lama, akhirnya dia mengangkat:
“Halo.”
"Halo, saya Zuo Shisan. Apakah kamu ada waktu hari ini? Saya sedang di Dongdian dan ingin bertemu denganmu hari ini juga." Aku langsung membuka pembicaraan.
"Baik, kamu bisa langsung datang ke kantor cabang EG di Dongdian, bilang saja mencari Yue Ming." Si Bekas Luka terdiam sejenak sebelum menyetujui.
Mendengar nama perusahaan "EG" ini, aku langsung terkejut. Perusahaan ini sangat kukenal, bukan hanya aku tapi semua warga Dongdian pasti tahu. Meski hanya cabang, tapi termasuk perusahaan terkemuka di Kota Dongdian dengan gedung perkantoran lebih dari 20 lantai.
"Oke, saya segera ke sana." Setelah menutup telepon, aku langsung berjalan menuju kantor cabang EG. Jaraknya tidak jauh, cukup belok dua kali sudah sampai.
Sesampainya di kantor cabang EG Dongdian, aku langsung masuk. Di lobi lantai satu, aku mendatangi resepsionis yang berdiri di depan meja informasi.
"Permisi, saya ingin menemui Yue Ming dari perusahaan ini."
"Selamat pagi Tuan. Apakah Anda sudah membuat janji sebelumnya?" Resepsionis itu tersenyum ramah sambil bertanya.
"Tidak. Tolong telepon dia dan bilang ada seseorang bernama Zuo Shisan yang mencarinya." Kataku.
Resepsionis itu segera menelepon, berbisik-bisik sebentar lalu menutup telepon. "Tuan, Manajer Yue mempersilakan Anda naik. Silakan ikuti saya." ujarnya sambil tersenyum.
Aku mengucapkan terima kasih dan mengikuti resepsionis itu menuju lift.
Dia mengantarku ke lantai 11 lalu berhenti di depan sebuah pintu kantor.
"Ini kantor Manajer Yue." Setelah berkata demikian, resepsionis itu langsung pergi.
Aku mendekat dan mengetuk pintu kantor itu. Suara berat terdengar dari dalam:
"Silakan masuk."
Aku berjalan masuk dan di dalam kantor melihat Si Bekas Luka duduk di depan meja kerja. Di sofa sampingnya, seorang wanita sedang duduk. Ketika aku melihat jelas wajah wanita itu, aku terkejut:
"Kamu?!" "Kamu?!" Kami berdua berseru bersamaan.
Wanita yang duduk di sofa itu ternyata adalah perempuan yang sebelumnya mengantarku ke Dongdian dengan mobil.
Tapi kenapa dia bisa ada di sini?
Yue Ming yang berada di samping melihat situasi ini lalu bangkit dari tempat duduknya, bertanya dengan heran: "Kalian saling kenal?"
"Tidak juga, hanya pernah bertemu sekali," wanita itu menyahut duluan sebelum aku sempat bicara. Lalu dia menatapku penasaran: "Tapi kenapa kamu bisa ke sini? Jangan-jangan kamu juga anggota Tim Investigasi Fenomena Gaib Nasional?"
Aku langsung membeku. Investigasi fenomena gaib nasional? Bukannya kita mau turun ke makam? Ini maksudnya apa?
"Zhao Man, dia bukan anggota tim kita. Dia dari Aliran Longhu," Si Bekas Luka menjelaskan pada wanita itu.
"Oh? Daoshi muda dari Sekte Naga Harimau Maoshan. Tak kusangka, di usia muda sudah bisa bergabung dengan sekte itu," kata Zhao Man sambil menatapku.
Aku sama sekali bingung harus berkata apa. Sejak masuk ke ruangan ini, percakapan antara Si Bekas Luka dan Zhao Man ini benar-benar membuatku pusing tujuh keliling.
Turun ke makam kok bisa berhubungan dengan urusan negara?
"Yue Da-ge, ini situasi bagaimana sih? Tim Investigasi Fenomena Gaib Nasional apaan? Kalian ini sebenarnya bertugas apa?" tanyaku pada Si Bekas Luka, rasa bingung di hati semakin menjadi.
Setelah mendengar perkataanku, Si Bekas Luka tersenyum dan berkata, "Pertama-tama izinkan saya memperlihatkan sejarah Tim Investigasi Fenomena Paranormal negara kita. Dengan begitu Anda akan mengerti tugas kami sebenarnya. Di negara ini, yang menangani hantu dan makhluk jahat bukan hanya Aliran Longhu kalian." Setelah mengatakan itu, dia menyodorkan sesuatu yang mirip dokumen padaku.
Kuambil dan langsung melihat tulisan di sampulnya: "Catatan Rahasia Tingkat Tertinggi Tim Investigasi Fenomena Paranormal Nasional". Saat kubuka, tertulis di dalamnya:
Maret 1951: Terlibat dalam operasi pemberantasan perampok di Xiangxi. Berhasil membongkar tipu muslihat perampok yang mencoba memanfaatkan kondisi geografis dan cuaca lokal untuk menakut-nakuti penduduk. Mendukung keberhasilan operasi militer pertama. Tingkat kerahasiaan: Terbatas.
Juli 1951: Berhasil mengungkap rahasia para tukang mayat di Xiangxi dan melakukan penelitian lanjutan. Tingkat kerahasiaan: Sangat Rahasia.
Februari 1955: Menemukan tumbuhan misterius penghisap energi vital manusia di Gansu. Tanaman ini memiliki satu mata, tinggi lebih dari 3 meter, dan bisa bergerak mandiri. Saat ini disimpan di Pangkalan Rahasia 091. Tingkat kerahasiaan: Sangat Rahasia.
Oktober 1955: Menemukan gadis misterius berusia 6 tahun di Shandong yang mengaku ingat kehidupan masa lalu dan sekarang. Setelah investigasi rahasia, klaim gadis ini tentang kehidupan masa lalunya di era Kaisar Kangxi Dinasti Qing sebagian besar sesuai dengan peristiwa sejarah, meski tidak pernah belajar sejarah. Gadis ini kini berada dalam pengawasan khusus. Tingkat kerahasiaan: Terbatas.
Agustus 1957: Kasus kriminal di Hebei dimana manusia berkemampuan khusus membunuh dengan mengontrol mimpi orang lain. Tim Investigasi Paranormal Nasional berhasil memecahkan kasus ini bersama kepolisian setempat. Tingkat kerahasiaan: Terbatas.
April 1962: Munculnya Zombie berusia ratusan tahun yang tidak membusuk di makam kuno Sichuan. Makhluk penghisap darah dan pemakan daging ini telah dikremasi paksa. Tingkat kerahasiaan: Sangat Rahasia.
……
Hal-hal yang kusaksikan satu per satu ini membuatku terkejut bukan main. Dari yang terlihat, Tim Investigasi Fenomena Gaib Nasional ini setidaknya sudah memiliki sejarah enam puluh hingga tujuh puluh tahun.
Tapi semua barang ini jelas termasuk kategori rahasia di antara rahasia, lalu mengapa Si Bekas Luka menunjukkan ini padaku?
