"Bagaimana? Sekarang kamu sudah tahu pekerjaan kami sebenarnya?" Si Bekas Luka mendekatiku dan bertanya.
Kubalikkan lembaran rekaman sangat rahasia Tim Investigasi Fenomena Gaib Nasional di tanganku, lalu menatapnya: "Kakak Yue, apakah tugas Tim Investigasi Fenomena Gaib kalian sama seperti Aliran Longhu kami yang khusus menjaga keharmonisan dunia Yin-Yang?"
“Kamu benar setengahnya. Tim Penyelidik Fenomena Gaib kami tidak hanya berhadapan dengan hantu yin dan arwah jahat. Untuk turun ke makam kali ini, kami sudah mendapat izin dari pimpinan atas. Tujuan kami hanya mencari Fenghuang Dan (Empedu Phoenix) dan mengungkap konspirasi yang sudah berlangsung hampir seratus tahun. Kami pasti tidak akan menyentuh satu pun barang antik atau peninggalan purbakala di makam itu. Sekarang, seharusnya kamu tidak perlu ragu lagi untuk pergi bersama kami, kan? Tenang saja, pasti tidak akan dipenjara. Ini bukan urusan ilegal.” Si Bekas Luka tersenyum sambil berkata padaku.
“Fenghuang Dan? Apa itu Fenghuang Dan?” Aku menatapnya dan bertanya.
Saat itu Si Bekas Luka tidak berbicara, sementara Zhao Man yang duduk di sofa sebelah berkata padaku: "Yang disebut Phoenix Gall, atau Batu Ulat Merah, memiliki nama lain yaitu Mù Chén Zhū. Ini adalah mutiara giok yang hanya terbentuk di dalam makam berusia lebih dari seribu tahun, sebesar telur ayam, seluruhnya merah seperti api, kebal terhadap segala racun, menambah energi Yang dan menghilangkan Yin. Jika di tengah Phoenix Gall muncul mata phoenix, maka terkandunglah intisari api yang merupakan benda paling Yang di dunia. Konon katanya bisa menghidupkan kembali orang mati."
Mendengar perkataan Zhao Man, awalnya aku tidak terlalu memperhatikan. Tapi saat mendengar kalimat "bisa menghidupkan kembali orang mati", hatiku berdebar. Jika yang dia katakan benar, bukankah An Rushuang mungkin bisa hidup kembali? Memikirkan ini, aku buru-buru bertanya: "Benarkah Phoenix Gall itu bisa menghidupkan orang mati?"
Zhao Man tersenyum mendengar pertanyaanku: "Aku hanya mendengar kabar angin. Apakah benar-benar bisa menghidupkan orang mati, tidak ada yang bisa memastikan. Belum lagi Phoenix Gall bermata phoenix, bahkan Phoenix Gall biasa pun sangat langka di dunia."
Mendengar ini, hatiku sedikit kecewa. Tapi segera kusadari, meski Phoenix Gall bermata phoenix itu sangat langka dan peluang menemukannya tipis, setidaknya An Rushuang sekarang punya harapan untuk hidup kembali sebagai manusia.
Tak peduli seberapa kecil harapan ini, yang penting sudah ada. Selama ada harapan, itu tetap lebih baik daripada tidak sama sekali.
“Braak! Braak! Braak!” Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu di luar kantor. Si Bekas Luka buru-buru berkata ke arah pintu: "Silakan masuk."
Pintu terbuka. Seorang pemuda berusia sekitar dua puluhan masuk. Wajahnya tampan tapi memancarkan kesan tidak ramah. Saat mengamati orang, matanya bahkan tidak menatap langsung. Setelah masuk, dia melirikku sebentar lalu mulai berbasa-basi dengan Si Bekas Luka:
"Kapten Yue, terima kasih sudah mengeluarkanku dari kandang besi itu. Aku sengaja datang lebih awal untuk memenuhi janji," kata pria itu kepada Si Bekas Luka.
"Sama-sama. Seberapa besar keyakinanmu bisa menemukan makam kuno di Hutan Karst Maolan ini?" tanya Si Bekas Luka.
"Sembilan puluh persen. Jika ada makam yang bahkan Chen Yuluo tidak bisa temukan, maka orang lain pasti juga tidak akan menemukannya. Teknik membaca bintang dan meraba aliran nadi ini adalah warisan leluhur keluarga kami, hanya diturunkan ke satu keturunan, tidak diajarkan ke luar," kata Chen Yuluo dengan sangat arogan kepada Si Bekas Luka.
"Hmph! Katak dalam tempurung." Zhao Man yang berdiri di samping mendengus dingin sebelum Si Bekas Luka sempat berbicara.
Mendengar ejekan "katak dalam tempurung" dari Zhao Man, wajah Chen Yuluo berubah. Ia menoleh dan berkata dengan nada tidak ramah: "Nona, makanan bisa dimakan sembarangan, tapi kata-kata jangan diucapkan sembarangan."
Zhao Man sama sekali tidak memandang Chen Yuluo, langsung berkata dingin: "Kalimat itu juga cocok untukmu."
“Sudahlah, sudahlah, kalian berdua kurangi bicara. Beberapa hari lagi kita harus kerja sama, tidak perlu tidak senang hanya karena hal kecil.” Si Bekas Luka segera menengahi saat melihat suasana sekitar mulai memanas.
Setelah suara Si Bekas Luka menghilang, kedua orang itu tidak berbicara lagi. Kemudian Si Bekas Luka menatapku dan berkata, “Adik Shisan, sudah kepikiran? Apa kau sudah memutuskan, mau ikut kami turun ke makam kuno itu?”
“Aku punya satu pertanyaan yang harus kujelaskan.” Aku menatap Si Bekas Luka dan bertanya.
“Silakan tanya.”
“Kau pasti kenal masterku Master Qingfeng. Mengapa kali ini tidak mencari dia, malah mencariku?” Aku menatap Si Bekas Luka sambil bertanya. Pertanyaan ini terus mengganggu pikiranku. Lagipula, meski mereka tidak mencari Master Qingfeng, Aliran Longhu punya banyak ahli. Mengapa harus mencariku yang baru masuk dan paling lemah?
Mendengar pertanyaanku, Si Bekas Luka segera menjawab, “Sebenarnya aku sudah menghubungi mastermu. Karena dia tidak bisa meluangkan waktu, dia menyuruhku untuk mencarimu.”
“Masterku menyuruhmu mencariku?!” Aku agak tidak percaya. Master Qingfeng mengizinkanku turun ke makam?
“Kau bisa telepon mastermu untuk konfirmasi.” Si Bekas Luka menatapku dengan ekspresi penuh keyakinan.
“Tidak perlu telepon. Ada satu hal lagi yang harus kutanyakan.” Karena Si Bekas Luka berkata seperti itu, pasti dia tidak berbohong. Tentang alasan Master Qingfeng menyetujui turun ke makam, nanti akan kutanyakan langsung setelah pulang.
“Katakan.” Si Bekas Luka menatapku dan bertanya.
"Aku paling tinggal punya waktu lebih dari sepuluh hari lagi sebelum masuk sekolah. Kira-kira berapa lama perkiraan waktu kita turun ke makam ini? Jangan sampai mengganggu sekolah. Kalau sampai orang tua tahu, pasti mereka khawatir." Aku menatap Si Bekas Luka sambil berkata.
Tak disangka, begitu aku selesai bicara, Chen Yuluo yang di samping malah tertawa terbahak:
"Hmph, ternyata cuma anak sekolahan. Aku tidak mau membawa beban saat turun ke makam."
"Jangan dipikirin, Chen Yuluo emang karakternya begitu. Bicaranya ceplas-ceplos, tidak ada maksud lain." Si Bekas Luka berkata padaku dengan agak memalukan.
Aku menggelengkan kepala, tidak berkata apa-apa, menunggu jawaban Si Bekas Luka atas pertanyaanku tadi.
"Ekspedisi turun ke makam kali ini sudah kami persiapkan matang. Kecuali ahli waris ilmu pengobatan dari Lima Seni, persiapan lain sudah lengkap. Durasi waktunya bisa panjang bisa pendek. Aku tidak bisa kasih jawaban pasti. Begini saja, Shisan, kasih tahu nama sekolahmu. Aku akan minta orang untuk memberi tahu pimpinan sekolahmu."
"Oke, Institut Dongdian." Jawabku.
"Baik, sudah kucatat. Besok akan kusuruh orang hubungi pimpinan sekolahmu. Tenang saja, telat beberapa hari masuk sekolah juga tidak masalah." Si Bekas Luka berjalan ke meja kerja di samping, mengambil sebuah buku catatan dan mulai mencari-cari sesuatu.
“Komandan Yue, apakah benar penerus ilmu pengobatan dari Lima Seni itu begitu sulit ditemukan? Jika kita turun ke makam kali ini tanpa penerus ilmu pengobatan, peluang menemukan Batu Phoenix akan berkurang drastis. Butiran sebesar itu sulit terlihat dengan mata telanjang.” Zhao Man menatap Si Bekas Luka.
“Ah! Sudah kucoba semampuku, tapi selama berbulan-bulan tak ada petunjuk sama sekali. Jika terus ditunda, waktunya mungkin tidak akan cukup.” Si Bekas Luka menghela napas.
“Apa itu penerus ilmu pengobatan?” tanyaku bingung.
“Ilmu pengobatan adalah salah satu dari Lima Seni: Gunung, Pengobatan, Nasib, Ramalan, dan Fisognomi. Penerus ilmu pengobatan memiliki indra penciuman dan pengecap yang melebihi manusia biasa. Batu Phoenix yang kita cari mengeluarkan aroma sangat aneh yang hampir tak bisa dicium, kecuali oleh penerus ilmu pengobatan. Itulah mengapa kami berusaha mati-matian mencarinya.” Si Bekas Luka menjelaskan padaku.
Mendengar penjelasannya, langsung kuingat Bai Ruotong. Bukankah indra penciumannya juga luar biasa tajam?
Jangan-jangan dialah penerus ilmu pengobatan dari Lima Seni itu?
“Aku kenal seseorang dengan indra penciuman dan pengecap sangat tajam. Tapi entah apakah dia penerus ilmu pengobatan.” Kataku pada Si Bekas Luka.
Si Bekas Luka mendengar perkataanku, alisnya terangkat sambil bertanya dengan penuh semangat: "Apa marga orang yang kamu kenal itu?"
"Bai." jawabku.
"Kamu yakin?" Suara Si Bekas Luka terdengar lebih bersemangat, nada bicara dan ekspresi wajahnya jelas menunjukkan sedikit kegembiraan.
"Yakin." Aku mengangguk.
"Orang yang kamu kenal itu kemungkinan besar adalah penerus ilmu pengobatan yang selama ini kami cari. Shisan, bisakah kamu mengajakku menemui dia?" Si Bekas Luka menatapku dengan wajah penuh harapan.
"Dia cuma gadis biasa. Sekalipun dia benar-benar penerus ilmu pengobatan, tidak mungkin ikut turun ke makam kuno bersama kita. Kalau terjadi sesuatu, dia bahkan tidak bisa melindungi diri sendiri." Kataku.
"Jangan khawatir. Asal bisa memastikan orang yang kamu kenal itu benar penerus ilmu pengobatan, aku jamin dia akan aman. Sekalipun aku sendiri terluka, tidak akan ada satu helai rambut pun yang hilang darinya." Si Bekas Luka berkata dengan sangat serius.
