Semua orang memanfaatkan waktu ventilasi makam kuno ini untuk beristirahat. Lao Liu melempar sekop Luo Yang ke lantai, mengeluarkan sebotol Er Guo Tou dari tasnya, duduk sambil menghisap rokok dan sesekali menenggak alkohol, terlihat sangat santai. Mungkin karena sudah terbiasa merampok makam, bahkan sebelum turun ke makam sama sekali tidak terlihat tegang.
Aku duduk di tempat, lalu mengeluarkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks untuk mempelajarinya. Saat sebelumnya aku melepas segelnya dengan darah, setetes darah jatuh ke senjata itu namun tak ada secercah reaksi.
Jangan-jangan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks ini tiba-tiba rusak? Memikirkan ini, hati saya sesak. Segera kuhunjam Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks ke jari tangan, memeras darah segar dan mengoleskannya lagi.
Darah segar dioleskan ke pisau belati. Kutunggu beberapa saat dengan tenang, namun yang membuatku sangat kecewa, Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks tetap sama seperti sebelumnya - pisau hitam biasa sampai tidak bisa lebih biasa lagi, tanpa reaksi apapun.
Saat aku sedang frustrasi, suara langkah kaki terdengar dari belakangku, diikuti suara Si Bekas Luka yang menyebar:
"Shisan Lao Di, pisau belati hitam di tanganmu ini, apakah ini Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks milik Lu Yu Lu Zhenren, salah satu dari Tiga Zhenren Besar Sekte Naga Harimau Maoshan??"
Si Bekas Luka berjalan mendekatiku sambil berbicara, lalu duduk di sampingku.
"Benar, kau juga pernah melihat Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks?" Aku melirik wajahnya. Saat ini kedua matanya menatap ke depan dengan sorot tajam nan dalam.
"Pernah melihatnya sekali bertahun-tahun lalu. Tapi Lao Di Shisan, kudengar Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks ini terbuat dari bahan yang sangat langka dan istimewa, bisa menangkal sepuluh ribu energi angker. Master Lu biasanya tak pernah melepasnya dari tubuhnya. Bagaimana bisa harta karun pribadinya ada di tanganmu?" Si Bekas Luka menatapku dengan bingung.
"Dia adalah Shiboku. Meminjamkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks ini untuk perlindungan diri dan menjaga nyawaku." Aku menjelaskan.
"Aku sudah mengenal Shifumu bukan cuma satu dua tahun. Tentu tahu Master Lu adalah Shibomu. Tapi hanya dengan hubungan segitu, seharusnya dia takkan langsung meminjamkan senjata ritual Tao seberharga ini. Jangan-jangan..." Si Bekas Luka mengamati tubuhku dari atas ke bawah, tiba-tiba berhenti di tengah kalimat.
Aku sedang menyimak, Si Bekas Luka tiba-tiba berhenti bicara di tengah kalimat, membuatku gelisah. Di hati bergumam: "Ini bukan naskah webnovel, buat suspense ala bulu ayam buat apa?"
"Kukira Kakak Yue, maksudmu 'kalau bukan'? Separuh kalimatmu menggantung, bikin perasaan ini serba salah." Tatapku menantang ke arah wajah berparut itu.
Si Bekas Luka menggaruk hidungnya dengan gelisah, "Adik, urusan ini... aku tak yakin, tak boleh sembarangan ngomong..."
Langsung kusadari tak ada harapan. Pasti dia tahu sesuatu, tapi sengaja menyembunyikannya dariku untuk saat ini.
Aku bukan tipe yang memaksa. Jika mereka tak mau bicara, lebih baik urungkan niat bertanya.
“Begitulah, aku dan Si Bekas Luka duduk di tanah, sama-sama menatap ke arah lubang masuk makam itu. Tak ada yang berbicara lagi.”
“San... San Ge, kenapa aku masih merasa suasana seram di halaman belakang kuil ini? Seperti ada sesuatu yang terus mengawasi kita dari kegelapan.” Bai Ruotong mendekat dan berkata dengan ragu di belakangku.
Mendengar perkataannya, Si Bekas Luka menoleh sambil tertawa: “Adik Bai, aku sudah periksa semua. Pasti tidak ada makhluk lain di sini. Ini rumah yin, justru aneh kalau tidak terasa seram.” Si Bekas Luka berdiri dan melepas kalung dari lehernya:
“Bawa ini setelah turun ke makam, jimat pelindung.”
Bai Ruotong melihat jimat yang ditawarkan Si Bekas Luka, lalu menoleh ke arahku.
Aku mengangguk, menyuruhnya menerima. Jimat yang selalu dibawa Si Bekas Luka pasti istimewa. Selain itu, di makam bawah tanah nanti, semua punya kemampuan bertahan - hanya Bai Ruotong yang paling perlu dilindungi.
“Terima kasih.”
Bai Ruotong akhirnya mengulurkan tangan menerima jimat itu dari Si Bekas Luka, lalu mengenakannya di lehernya.
Kulihat sekilas jimat itu - bentuknya seperti gigi binatang yang panjang dan runcing, dengan garis hitam di tengahnya.
Setelah memberikan jimat kepada Bai Ruotong, Si Bekas Luka berjalan menuju Zhao Man.
"Tinggal Bai Ruotong dan aku berdua di sini."
"San Ge, menurutmu apa yang ada di dalam makam kuno itu? Aku pernah baca Ghost Blows Out the Light, apa kita akan bertemu zombie atau mayat hidup saat turun ke makam kali ini?!" Bai Ruotong berjongkok di sampingku dengan suara khawatir.
"Jujur saja, aku juga tidak yakin. Sebenarnya ekspedisi turun ke makam ini pasti penuh bahaya, jadi kamu harus sangat berhati-hati." Kataku pada Bai Ruotong.
"Aku akan hati-hati. Ngomong-ngomong San Ge, aku selalu ingin tanya - apakah istri hantumu itu selalu menemanimu? Bolehkah aku melihatnya?" Tiba-tiba Bai Ruotong menanyakan tentang An Rushuang tanpa basa-basi.
Aku tertegun sejenak lalu tersenyum getir: "Hehe, dia sudah menemaniku setiap saat sejak aku berusia sembilan tahun. Tapi saat ini kamu mungkin belum bisa melihatnya."
"Kenapa?" tanya Bai Ruotong.
"Energi Yin di tubuhnya tidak cukup. Bahkan di malam hari pun dia tidak bisa keluar dari giokku ini." Sambil berkata demikian, aku mengeluarkan liontin giok yang menggantung di leherku.
Tiba-tiba pandangan sampingku menangkap Lao Liu yang sedang menatap ke arahku. Di matanya terpancar nafsu serakah yang menyala-nyala.
Aku segera menoleh ke arahnya, tapi Lao Liu sedang menunduk minum arak. Apakah tadi hanya halusinasiku?
"Kalau begitu, bisakah aku bertemu dengannya di lain waktu?" Bai Ruotong terus bertanya.
Setelah menarik pandanganku kembali, aku menyelipkan giok ke dalam kerah baju dan berkata padanya: "Karena istri hantu saya ini tidak suka bertemu orang asing." Aku berbohong pada Bai Ruotong karena benar-benar tidak ingin menyebutkan kondisi An Rushuang saat ini. Setiap kali teringat, hatiku merasa sangat tidak nyaman.
"Oh…" Bai Ruotong mengangguk pelan, lalu menunduk dan diam…
Saat menunggu, waktu terasa berjalan sangat lambat. Dalam penantian panjang ini, langit akhirnya berangsur-angsur gelap.
Si Bekas Luka entah dari mana menangkap dua ekor burung pipit, mengikatnya dengan tali merah, lalu mendekati lubang pencurian dan melemparkan kedua burung itu ke dalam.
Melihat ini, aku dan Bai Ruotong segera berdiri dan mendekat.
"Kakak Yue, ini untuk apa?" Saat mendekati Si Bekas Luka, aku menatap dua tali merah di mulut lubang pencurian itu dan bertanya.
"Biarkan kedua burung pipit ini memantau jalan untuk kita. Meski sudah lama, makam kuno ini terlalu lama tertutup. Kita tidak bisa memprediksi apakah udara di dalam sudah benar-benar bersirkulasi. Jadi saya terpaksa menggunakan cara kuno ini." Si Bekas Luka menjelaskan sambil menatap lubang pencurian.
Sekitar setengah jam kemudian, Si Bekas Luka menarik tali merah di tangannya dan mengangkat kedua burung pipit yang tadi dilempar ke dalam.
Melihat burung pipit yang masih lincah melompat-lompat di ujung tali, Lao Liu di belakang berkata: "Sepertinya aman. Makam ini bisa dimasuki."
Si Bekas Luka mendengar ini, melepaskan dua ekor burung gereja yang masih hidup di tangannya, lalu berdiri dan berkata pada semua orang: "Sudah siap semua? Kita turun ke makam sekarang. Lao Liu, lepas talinya!"
"Siap!" Lao Liu menjawab, mengeluarkan gulungan besar tali rami hitam dari tas ransel, mengikat salah satu ujungnya ke pohon terdekat, lalu melemparkannya ke lubang galian.
Setelah tali terpasang, Lao Liu menyalakan lampu kepala, memegang erat tali tersebut, dan meluncur turun melalui lubang galian.
Si Bekas Luka menyusul sebagai yang kedua, Zhao Man ketiga yang meluncur turun, diikuti oleh Chen Yuluo.
Setelah Chen Yuluo turun, aku berkata pada Bai Ruotong di sampingku: "Kamu turun dulu, aku yang terakhir."
"Aku... Aku tidak bisa..." Bai Ruotong gemetar memandang lubang gelap itu.
"Jangan takut. Duduklah di tepi lubang, pegang erat tali dengan kedua tangan. Saat tubuhmu meluncur, lilitkan kedua kakimu ke tali dan turun perlahan."
Menyaksikan Bai Ruotong perlahan meluncur turun, aku merapikan tas ransel di badan, menggenggam tali, dan menjadi yang terakhir turun.
Setelah mendarat, mataku mengikuti sorotan senter orang lain. Ruang makam ini sangat sempit. Selain lapisan batu bata hijau di sekeliling, hanya ada satu pintu di seberang.
Karena sudah sangat tua, pintu ini penuh noda yang membuat bahan pembuatannya tidak jelas, namun masih terlihat wajah manusia yang sangat menyeramkan terukir di atasnya.
Di sekitar wajah tersebut, terdapat banyak talisan aneh yang tidak bisa dimengerti dan berjejalan rapat.
Si Bekas Luka berdiri di depan pintu itu, menatap lama sebelum menoleh ke Lao Liu dan bertanya, "Lao Liu, makam Dinasti Qing mana yang punya pintu perunggu seperti ini?"
Lao Liu tersenyum canggung, "Aku... itu hanya tebakanku sebelumnya. Siapa tahu dari dinasti mana sebenarnya makam ini."
Chen Yuluo maju dan berkata pada semua orang, "Karena pintu makam ini terbuat dari perunggu, pasti mekanisme pembukanya ada di sekitar sini. Coba cari dengan teliti."
