Bukankah darah anjing hitam adalah benda paling Yang? Kenapa tidak mempan sama sekali terhadap zombie berbulu hijau ini?!!
Sambil menahan napas khawatir untuk Si Bekas Luka, tiba-tiba dia berguling-guling cepat menjauh dari zombie itu, diikuti suara tembakan Zhao Man yang menggema di ruang makam!
"Braak!!" Suara tembakan itu menggetarkan langit-langit makam hingga debu beterbangan.
Setelah peluru Zhao Man mengenai mumia berbulu hijau itu, tiba-tiba! Api menyala di tubuhnya, menyebar ke seluruh badan, membara sesaat sebelum membakar hebat.
Baru sekarang aku paham, rupanya cairan merah yang digunakan Si Bekas Luka tadi bukan darah anjing hitam, melainkan semacam bahan bakar cair.
Mumia berbulu hijau itu menggelepar liar sambil meraung-raung menggelegar, suaranya bergema di ruang makam bagai guntur.
Tapi anehnya, api yang membakar tubuh zombie itu lama-kelamaan mereda. Saat apinya mengecil, dia melompat sambil meraung, langsung meloncat ke arahku!
Aku segera mendorong Bai Ruotong di sampingku. Saat Zombie berbulu hijau itu mendekat, bau busuk dan gosong yang memualkan menyergapku.
Menahan napas, tanpa peduli efektif atau tidak, aku tempelkan Fu Pengusir Hantu Zichen Wujia yang sudah kusiapkan ke dada Zombie berbulu hijau itu.
Begitu Fu Pengusir Hantu Zichen Wujia menempel di dadanya, zombie itu langsung berhenti bergerak, seluruh tubuhnya gemetar tak terkendali.
"Shisan, lari cepat! Jimatmu itu tidak ampuh!!" Zhao Man di seberang berteriak memperingatkanku.
Mendengar perkataannya, baru saja aku ingin berbalik lari, Fu Pengusir Hantu Zichen Wujia di dada zombie itu tiba-tiba terbakar sendiri. Zombie berbulu hijau itu menggerakkan cakarannya menyambar kepalaku!
Aku buru-buru merunduk menghindar. Cakaran zombie itu menghunjam dinding makam di sampingku, kuku tajamnya menancap dalam ke batu!
"A*****! Batu saja retak! Kalau cakaran ini kena kepalaku, tengkorakku pasti segera pecah berantakan?!"
Dasar zombie bangsat! Tubuh hijau begini, masa hidupnya sering dikibuli ya?! Benci banget sama cowok ganteng!!
Sekarang aku sudah tak peduli lagi. Bangkit berdiri, aku langsung lari sekencang-kencangnya ke satu arah.
Sambil berlari, aku mengeluarkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks yang kubawa. Baru saja ingin menggunakan darah untuk membuka segel pisau belati guna melawan zombie bulu hijau itu, teringat kembali bahwa Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks ini entah karena alasan apa sudah kehilangan fungsinya. Aku sama sekali tidak bisa membuka segel ini.
Semakin jauh berlari, tiba-tiba kakiku menginjak sesuatu. Seketika terdengar suara "desing! desing! desing!" beruntun dari belakang.
Setelah berhenti, aku segera menoleh. Terlihat di tanah belakangku, entah sejak kapan telah muncul beberapa anak panah besi yang semuanya menembus tubuh zombie bulu hijau itu!
Bau anyir busuk menyengat keluar dari luka-luka di mayat zombie bulu hijau. Sekarang makhluk itu sepertinya kehilangan kemampuan bergerak, hanya berdiri diam sambil menggeram.
Melihat ini, aku terpaku beberapa detik sebelum tersadar. Mungkin saat berlari tadi, karena panik, aku tidak sengaja menginjak perangkap di makam. Anak panah yang keluar ternyata tepat mengenai zombie bulu hijau yang sedang mengejarku.
Memandangi zombie bulu hijau yang tubuhnya bolong-bolong seperti saringan, aku memaki: "Cucu bulu hijau! Berani-beraninya mengejar Xiao Ye! Kau tidak pernah dengar ya? Dulu saat Xiao Ye memegang golok semangka, bisa menghabisi puluhan jalan! Tidak ada satu semangka pun yang berani bersuara di jalanan!!"
Si Bekas Luka saat itu juga sudah mengejar, mengeluarkan beberapa paku peti mati. Dengan kedua tangannya, dia menancapkan semua paku itu ke tubuh Zombie bulu hijau itu. Seketika zombie itu menjadi kaku seperti mayat, bahkan tidak bisa mengaum lagi.
"Shisan Lao Di, aku benar-benar tidak menyangka. Larinya kencang sekali."
Aku tersenyum canggung sambil bertanya ke Si Bekas Luka: "Kakak Yue, janganlah mengejekku. Ngomong-ngomong, apakah zombie bulu hijau ini sudah mati?" Aku menatap zombie yang tak bergerak sama sekali itu.
Si Bekas Luka melirik zombie itu lalu balik bertanya sambil tersenyum: "Shisan Lao Di, pernahkah dia benar-benar hidup?"
Aku: "..."
"Maksudku, apakah zombie ini masih bisa melompat menggigit orang?" tanyaku.
"Energi Dendam di dalam tubuhnya yang bisa mengontrol mayat, sudah aku ikat pakai paku peti mati. Kecuali paku-paku ini dicabut, dia nggak bisa gerak sama sekali." Si Bekas Luka menjelaskan padaku.
Setelah dengar penjelasannya, aku menghela napas lega, menepuk-nepuk dada, lalu menyimpan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks yang ada di tanganku.
"San Ge, kamu nggak apa-apa? Zombie itu nggak melukaimu? Barusan aku sampai mati ketakutan!" Bai Ruotong berlari mendekat dengan wajah panik, matanya menyorotiku dari ujung kepala sampai kaki.
"Nggak apa-apa, masa iya ada yang terjadi." Aku menggeleng sambil menatap Bai Ruotong.
"Syukur kalau kamu nggak kenapa-kenapa..." Bai Ruotong berbisik pelan sambil menunduk.
Saat Bai Ruotong berbicara denganku, Si Bekas Luka sudah membawa anak buahnya mendekati peti mati di atas batu altar tadi.
Kami berdua pun mengikuti dari belakang. Tapi baru saja aku melangkah beberapa langkah, suara seram dan ganjil tiba-tiba bergema dari langit-langit ruang makam:
"Zuo Shisan, akhirnya aku menantimu. Tubuhmu lambat laun akan menjadi milikku, lambat laun akan menjadi milikku......"
Mendengar kalimat itu tanpa persiapan, seluruh tubuhku menggigil kedinginan. Aku segera menengadah ke atas, tapi hanya melihat langit-langit makam yang gelap, tak ada apa-apa.
Ada apa ini? Siapa yang mengatakan kalimat-kalimat tadi? Apa maksud dari perkataan itu?
Akhirnya menungguku? Tubuhku akan menjadi miliknya? Ini tidak masuk akal! Jangan-jangan pemilik makam kuno ini memang sengaja menantikan kedatanganku hari ini?
Semakin kupikirkan semakin terasa jangat. Keringat dingin membasahi tubuhku. Aku terus merasa ada sepasang mata dingin yang mengintai dari kegelapan.
"San Ge, kenapa? Kok berhenti?" Bai Ruotong memperhatikan keanehanku, menoleh dan bertanya dengan bingung.
"Ah, ti... tidak apa-apa. Ayo, kita periksa peti mati itu." Kataku sambil berjalan menuju batu altar.
Aku menggelengkan kepala. Apapun yang terjadi, untuk sementara harus mengesampingkan ucapan tadi. Prioritas sekarang adalah mencari jamur mayat di peti mati yang bisa menyelamatkan An Rushuang. Masalah perkataan misterius itu bisa dipikirkan nanti.
Sampai di dekat peti mati kayu itu, aku melihat Si Bekas Luka sedang mencari sesuatu di dalamnya. Aku segera mendekat dan bertanya, "Kakak Yue, apakah ada jamur mayat di peti mati ini?"
Si Bekas Luka mengangkat kepala dan menggeleng:
"Tidak ketemu. Ini bukan peti utama."
Mendengar perkataannya, aku mengangguk pelan. Perasaan penuh harapan yang semula tiba-tiba langsung sirna.
"Ketemu! Ini harta karun!!" Lao Liu yang sedang merangkak di lantai tiba-tiba mengeluarkan mutiara bercahaya dan langsung mengulurkan tangannya.
"Lao Liu! Jangan disentuh!!!" Si Bekas Luka berteriak panik.
Tapi sudah terlambat. Begitu kata-katanya habis, Lao Liu sudah mencabut mutiara bercahaya itu dengan tangan kosong.
"Bruuukk!!!" Begitu mutiara transparan itu dipegang Lao Liu, seluruh ruang makam berguncang hebat. Tempat tidur batu tiba-tiba ambles, membuat kami enam orang yang berdiri di atasnya jatuh bersama peti mati!
Teriakan panik menggema saat kami terjatuh ke jurang dalam dengan kecepatan tinggi.
Di udara, hati kecilku berteriak, "Hancur, hancur, hancur! Kali ini pasti mati! Jatuh dari ketinggian begini, pasti jadi bubur daging!!"
"Blor! Blor! Blor!..." Suara beberapa kali benda jatuh ke air terdengar, sementara tubuhku langsung merasakan dingin menusuk yang menyelimuti seluruh badan. Aku tak sengaja menelan beberapa teguk air sebelum sempat bereaksi, tubuhku sudah mulai tenggelam ke dasar air.
Begitu sadar, aku segera memberontak dan berenang ke permukaan.
Saat berenang ke atas, kulihat samar-samar sosok manusia yang sedang tenggelam. Cepat-cepat kuraih lengannya dan menariknya naik bersamaku.
"Hah... Hah..." Setelah muncul di permukaan, kulihat Bai Ruotong di sampingku dengan mata terkatup rapat, mungkin pingsan akibat air dingin yang tertelan.
Kujelengakkan kepala melihat sekeliling. Gelap gulita. Senter di tanganku sudah jatuh ke dasar air, sama sekali tak bisa melihat apapun.
Khawatir dengan nasib yang lain, segera kuteriakkan, "Hei! Kalian di mana?!"
