"Alasan kami begitu ketakutan adalah karena di sekitar kami, tiba-tiba muncul banyak lipat berwarna biru kehijauan. Ukurannya minimal sebesar ibu jari, panjangnya sekitar tujuh delapan inci. Aku yang hampir dua puluh tahun hidup belum pernah melihat lipan sebesar itu."
"Dan dari warna tubuh lipan-lipan itu, delapan puluh persen kemungkinan mengandung racun mematikan!"
"Setelah teriakan Zhao Man itu, semua orang langsung bertindak tanpa menunda. Mengikuti di belakangnya, kami berlari masuk ke dalam salah satu lorong makam. Aku yang awalnya masih merasakan pegal di sekujur tubuh, bangkit dari tanah dan ikut berlari di belakang rombongan."
"Sha sha sha..." Suara itu semakin dekat, dan mulai bergema dari segala penjuru.
"Aku tak tahan menoleh ke belakang, langsung terkejut bukan main!"
"Goblog, dasar paman sialan! Rombongan lipan biru kehijauan yang mengejar kami semakin mendekat. Dari celah-celah dinding makam di sekeliling, masih terus bermunculan lipan-lipan baru!"
"Dasar kelinci sialan! Dari mana datangnya begitu banyak lipan di makam kuno ini?!" Kutukku dalam hati sambil mempercepat langkah.
"Setiap lipan itu bergerak cukup cepat. Meski kami lari sekuat tenaga, jarak mereka malah semakin menyempit."
"Lari terus seperti ini jelas bukan solusi. Lambat laun pasti akan tertangkap oleh gerombolan lipan besar di belakang."
"Harus bagaimana ini?"
Sambil merasa khawatir, kami tiba-tiba berlari masuk ke dalam lorong makam. Ruang yang sempit seketika memaksa semua orang berlari berjejeran, sehingga kecepatan pun melambat.
Tepat saat aku baru masuk ke lorong makam, Si Bekas Luka di depanku tiba-tiba berbalik arah dan berlari ke belakangku. Melihat ini, aku buru-buru berhenti dan bertanya: "Kak Yue, mau ke mana?!"
"Kalian lari dulu! Aku yang jaga belakang!" Si Bekas Luka mengeluarkan beberapa botol cairan merah dari tubuhnya, menuangkan semuanya di pintu masuk lorong makam, lalu mengambil korek api dan menyalakannya di atas genangan cairan tersebut.
"Ceng!" Suara api menyala tiba-tiba melonjak di mulut lorong makam! Berhasil menghalangi gerombolan lipan yang sedang mengejar.
"Cepat lari!!" teriak Si Bekas Luka sambil menyusul kami.
Aku sadar meski api di mulut lorong bisa menahan lipan sementara, tapi nyala apinya tidak akan bertahan lama. Begitu api padam, mereka pasti akan mengejar lagi. Jadi sekarang kami harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin, lari sejauh mungkin.
Tapi hasilnya di luar dugaan. Hanya terdengar suara gemeretak dari dalam kobaran api. Saat menoleh, kulihat lipan-lipan besar itu sama sekali tidak takut dengan api di pintu lorong. Mereka langsung menerobos masuk melalui kobaran api, lalu muncul dari balik nyala api.
"Meskipun tubuh mereka terbakar hingga kulit melepuh dan daging terkoyak, lipan-lipan besar itu sama sekali tidak peduli! Seolah tidak merasakan sakit, mereka terus mengejar kami dengan gigih!!"
Secara logika, lipan-lipan yang selama ini bersembunyi di makam kuno bawah tanah ini seharusnya takut melihat api. Mengapa mereka sama sekali tidak takut? Lebih memilih terbakar setengah mati daripada melepas kami.
Ini... jelas-jelas sedang mempertaruhkan nyawa melawan kita!
"Sialan!! Ada apa dengan lipan-lipan besar itu?! Kenapa mereka tidak takut api?!!" Lao Liu yang menoleh dan melihat kejadian tiba-tiba langsung mengumpat ketakutan.
"Lipan-lipan itu adalah varian mutan lipan kepala biru, mungkin mengandung racun mematikan. Jangan pikirkan apakah mereka takut api, cari tempat persembunyian dulu!" Chen Yuluo mengingatkan semua orang.
"Bersembunyi?! Di mana lagi kita bisa bersembunyi?! Semua sisi dikelilingi dinding makam yang gundul!!" Lao Liu yang sudah ketakutan setengah mati justru berlari paling depan.
Tak lama setelah kami berlari, di ujung lorong makam terlihat tangga menurun. Lao Liu yang berada di depan langsung melesat menuruni tangga tanpa ragu.
Saat tiba di mulut tangga, Si Bekas Luka melihat Lao Liu di depan tidak ada masalah, lalu memberi isyarat agar kami segera turun.
Baru sampai di bawah tangga ini, aku langsung merasakan sekeliling tiba-tiba gelap. Aroma lembap dan dingin menyergap wajah. Kesan pertamaku di sini adalah: energi Yin-nya sangat kuat!
Bukan sekadar kuat biasa. Di bawah tangga ini, bahkan lebih kuat dibanding energi Yin di hutan lebat yang pernah dibawa Master Lu waktu itu.
Di dalam sini seperti AC sentral yang dinyalakan, semakin turun semakin dingin.
Tapi dalam situasi sekarang, satu-satunya cara bertahan hidup adalah terus nekat turun.
Tak tahu berapa lama kami terus turun menyusuri tangga ini. Suara "sha sha sha" di belakang tak kunjung hilang. Lipan-lipan bermutasi berkepala biru itu tak menyerah meski tangganya menurun, terus memburu kami!
Sambil lari, hatiku terus berdoa: jangan sampai lipan-lipan itu menyusul. Aku tak ingin dikepung dan digigit sampai mati.
Tiba-tiba kakiku tersandung, hampir terjatuh. Rupanya kami sudah sampai ujung tangga, tiba di bidang datar.
Di bawah sini, hanya Si Bekas Luka yang punya lampu sorot di kepala. Senter-senter yang lain sudah jatuh ke air.
"Lari ke sana!" Si Bekas Laku memandang sekeliling dengan lampu sorot, mengajak kami lari ke kanan.
Kami mengikutinya sebentar, tiba-tiba tembok batu muncul menghalang di depan.
"Sialan!!!" Terdengar umpatan Lao Liu.
Melihat dinding batu ini, reaksi pertamaku adalah mencari jalan keluar di kedua sisi. Kebetulan di dinding sebelah kanan, aku melihat lagi tanaman merambat berwarna merah darah itu. Meskipun tanaman merambat ini terlihat sangat mistis di dalam makam kuno, ini adalah satu-satunya jalan keluar untuk menyelamatkan diri kami saat ini.
Aku segera menunjuk tanaman merambat itu dan berteriak kepada semua orang: "Panjatlah ke atas melalui tanaman merambat itu!!"
Begitu selesai bicara, Lao Liu langsung berlari ke depan, meraih tanaman merambat itu dan mulai memanjat.
Melihat itu, yang lain pun ikut berlari mendekat dan mulai memanjat ke atas mengikuti tanaman merambat tersebut.
Tapi kejadian tak terduga terjadi tepat saat ini. Lao Liu yang tadinya berada di posisi teratas mungkin karena terlalu terburu-buru, tiba-tiba tergelincir dan nyaris jatuh dari dinding makam.
Saat dia mencoba memanjat lagi dari bawah, lipan berkepala biru yang bermutasi sudah mengejar. Mereka juga mulai merayap naik di sepanjang dinding, beberapa bahkan langsung merangkak naik ke kedua kaki Lao Liu.
Bai Ruotong yang berada di bawahku melihat kejadian itu. Dengan perasaan iba, dia berhenti dan turun beberapa langkah, mengulurkan tangan untuk menolong Lao Liu.
Siapa sangka setelah Lao Liu menggenggam tangan Bai Ruotong, kedua matanya memancarkan sinar dingin. Dengan tenaga mendadak, ia langsung menarik Bai Ruotong dari atas. Seluruh tubuh Bai Ruotong terjatuh dari dinding makam, sekaligus menghantam puluhan lipan kepala biru yang sedang mengejar di bawah tubuh Lao Liu.
Setelah Bai Ruotong jatuh dari dinding makam, semua lipan kepala biru yang tadinya merayap naik tiba-tiba berbalik arah, bergerak mendekati Bai Ruotong yang tergeletak di tanah.
Lao Liu memanfaatkan kesempatan ini untuk terus memanjat ke atas.
“Lao Liu, dasar nenekmu!! Aku akan membunuh kau sialan ini!!” Aku mengumpat keras, menunduk melihat Bai Ruotong yang terjatuh di tengah grup lipan kepala biru itu, menggigit gigi lalu meluncur ke bawah.
Si Liu keparat, jika aku tidak mati hari ini, aku akan menyelesaikan utang nyawa denganmu!!
Sambil mengutuk dalam hati, aku segera mengikuti tanaman merambat itu dan meluncur turun. Saat meluncur, aku sekali lagi melirik ke arah Bai Ruotong di bawah.
Saat ini, dia tergeletak tak bergerak di tanah, seluruh tubuhnya dipenuhi lipan kepala biru. Melihat pemandangan ini, hatiku bagai diiris pisau. Aku teriak keras, tak peduli apa pun, mengeluarkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks dari tubuhku, lalu melompat ke bawah.
Setelah tubuh mendarat, lipan-lipan kepala biru yang semula mengerumuni Bai Ruotong seketika membagi pasukan, mulai merayap ke arahku.
"Aku saat ini juga sudah mata merah, sedang ingin mengorbankan diri untuk bertarung habis-habisan dengan lipan-lipan itu, 'Braak!!!' sebuah suara ledakan keras bergema dari atas kepalaku."
"Mengangkat kepala melihat, aku langsung melihat bola api jatuh dengan cepat dari atas. Setelah bola api itu mendarat, seketika memancarkan cahaya putih yang sangat menyilaukan, membuat mataku tidak bisa terbuka. Sambil menutup mata, suara seseorang terdengar di telingaku:"
"'Adik Shisan, kau tidak bermartabat! Urusan mencari maut seperti ini, bagaimana bisa tidak memanggil kakakmu ini?'"
