"Belum pernahkah kau dengar istilah burung gereja merebut sarang burung tekukur?" Master Qingfeng memandang dingin ke arah dinding itu.
"Maksudmu Jenderal Jepang Xiangtian itu sudah menemukan makam kuno dari Dinasti Shang ini sebelum kita, lalu mengklaim peti mati perunggu milik pemilik makam asli sebagai miliknya?" Chen Yuluo melihat Master Qingfeng dan bertanya.
"Selain penjelasan itu, tidak ada kemungkinan lain." Master Qingfeng menjawab.
"Tapi di peti kayu di belakang peti perunggu itu, mayat perempuan yang mirip... siapa itu?" Zhao Man hampir ceroboh mengungkapkan sesuatu, lalu buru-buru mengubah pertanyaannya.
"Sudahlah, lorong makam ini bukan tempat untuk berbincang. Urusan-urusan ini lebih baik kita bicarakan setelah keluar." Si Bekas Luka yang berjalan di depan menengok dan memburu.
Semua orang segera mengangguk dan mengikutinya.
Tapi di dalam hati saya selalu ada pertanyaan, siapa sebenarnya mayat perempuan di dalam peti mati kayu itu? Apakah benar seperti yang dikatakan Master Qingfeng, bahwa itu adalah reinkarnasi Bai Ruotong?
Jika makam ini berasal dari Dinasti Shang, berarti mayat perempuan itu sudah berada di dalam selama lebih dari 3.000 tahun. Reinkarnasi dari 3.000 tahun lalu terdengar tidak masuk akal! Lagipula, mayat yang tidak membusuk selama 3.000 tahun pasti tidak normal.
Selain itu, siapa sebenarnya pengkhianat dari Aliran Longhu yang disebut Master Qingfeng? Mengapa Xiangtian datang ke makam kuno Dinasti Shang ini untuk merebut sarang burung? Lalu, sebelumnya Xiangtian bilang saya merebut sesuatu miliknya. Apa benda itu? Mungkinkah tubuh saya?
Teka-teki ini membuat otak saya seperti bubur. Semakin dipikir semakin tidak jelas, kepala semakin pusing. Akhirnya saya berhenti memikirkannya dan menunda semuanya sampai keluar dari sini.
Setelah memutuskan demikian, saya menggendong Master Lu di punggung dan mengikuti rombongan menuju pintu keluar lorong makam dengan langkah cepat.
Kami pun kembali menyusuri jalan yang sama, menemukan tali untuk turun ke makam, lalu naik satu per satu menggunakan tali itu.
Setelah keluar dari lubang pencurian, baru saya sadar di luar sudah senja. Terlalu lama di bawah makam kuno, kami kehilangan rasa waktu.
Setelah keluar, semua orang duduk istirahat. Pengalaman hidup-mati di bawah makam kuno itu membuat fisik dan mental lelah, ditambah perut yang sangat lapar.
Aku kemudian mencari tempat yang relatif bersih, dengan hati-hati menurunkan Master Lu dari punggungku.
Sejak kecil, Kakek pernah bercerita padaku bahwa jenazah manusia masih bisa merasakan sakit beberapa jam setelah kematian. Karena itu, aku memperlakukan jenazah Master Lu dengan sangat hati-hati, takut membuatnya kesakitan.
Setelah mengatur posisi Master Lu, aku duduk di sampingnya untuk beristirahat.
Hingga kini, hatiku masih belum pulih dari pukulan kematian Master Lu. Namun ucapan Master Gui sebelum berangkat, "Aku akan mencari Fenghuang Dan [Empedu Phoenix]", sedikit menghiburku. Beliau adalah salah satu dari tiga Zhenren utama Aliran Longhu.
Si Bekas Luka pernah bilang, Fenghuang Dan yang memiliki mata phoenix bisa menghidupkan kembali orang mati. Aku benar-benar berharap Master Gui bisa menemukannya untuk membangkitkan Master Lu, dan desas-desus ini bukan sekadar rumor belaka.
"Adik Shisan, tangkap!!" Si Bekas Luka melemparkan botol air mineral dan kaleng makanan kompres. Tapi suasana hatiku benar-benar tak memungkinkan untuk makan, hanya minum air mineral saja.
Malam itu kami sepakat untuk istirahat seadanya di kuil kuno yang angker ini, baru berangkat besok pagi.
Untuk mencegah jenazah Master Lu dimakan serangga, aku menggendongnya mengikuti yang lain masuk ke pondok kayu di belakang kuil. Ruangan penuh jerami kering dan debu, sarang laba-laba di mana-mana, bahkan lebih kumuh daripada pelataran luar.
Namun semua orang sudah sangat lelah, dan Si Bekas Luka masih terluka, malas mendirikan tenda di luar, terpaksa menginap semalam di sini.
Setelah membersihkan ruangan seadanya, mereka mengalasinya dengan jerami kering dan sleeping bag. Pria tidur di satu sisi, wanita di sisi lain, langsung terlelap.
Setelah berbaring, aku mengeluarkan jamur mayat dari Tas yang kubawa dengan hati-hati, meletakkannya di samping. Liontin giok di leher pun kulepas, kutempatkan perlahan di atas jamur mayat.
Begitu menyentuh jamur mayat, liontin giok langsung memancarkan cahaya redup dan mulai menyerap terus-menerus Energi Yin dari dalam jamur mayat.
Melihat ini, hatiku akhirnya lega. Tubuh yin An Rushuang telah terselamatkan. Tapi saat kubaringkan diri kembali, aku justru tak bisa tidur. Mataku terbuka mendengkur suara dengkuran, menatap kusen kayu besar di langit-langit.
Segala pikiran ini bagai benang kusut yang mencekik hatiku, membuatku merasa tercekik dan sangat tertekan.
Aku bangun, membawa jamur mayat dan liontin giok, keluar dengan hati-hati mencari udara segar di halaman.
Setelah berkeliling halaman, perasaan tertekan itu mereda. Kucari tanah lapang, duduk meletakkan liontin giok dan jamur mayat di depanku, menatap bintang-bintang di langit...
"San Ge, kamu tidak pergi tidur, duduk di sini ngapain?" Suara Bai Ruotong menyertai langkah kakinya masuk ke telingaku.
Aku menoleh memandangnya, menggelengkan kepala, berkata: "Tidak bisa tidur, keluar cari udara segar, kenapa kamu juga belum tidur?"
Bai Ruotong berjalan mendekatiku, duduk bersandar di sampingku, berkata padaku:
"Aku baru saja terbangun, melihatmu tidak ada di dalam kamar, melirik lewat jendela lalu menemukanmu duduk sendiri di halaman, ingin keluar menanyaimu ada apa."
"Aku baik-baik saja, hanya hati ini agak sesak." Aku menghela napas berat.
"Karena urusan Master Lu?" Bai Ruotong bertanya pelan.
"Hmm."
"San Ge, sebenarnya di hari-hari awal setelah ayahku meninggal, aku juga merasa langit runtuh, sedih sampai ingin mati, menangis sampai ingin muntah, waktu itu bahkan pernah berpikir bunuh diri... Jadi sekarang setiap kali teringat dia, aku terus meyakinkan diri, ayah di sana hidup dengan baik, setidaknya tidak perlu tiap hari kerja kasar di proyek, terpanggang terik dan angin..." Suara Bai Ruotong mulai tersekat.
Melihat matanya yang mulai memerah, aku jadi agak bingung, awalnya dia yang mau menghiburku, eh malah dirinya sendiri yang akhirnya menangis...
"Shisan, kenapa kamu malah membuat seorang gadis menangis?" Suara An Rushuang terdengar di sampingku.
Aku segera menoleh dan melihat An Rushuang yang tak tahu sejak kapan telah selesai menyerap jamur mayat dan keluar dari giok, berdiri di sampingku dengan alis sedikit berkerut memandangiku.
“Aku……aku……Rushuang, bukan seperti yang kau pikir, dia……dia……” Aku panik sampai tak tahu harus menjelaskan bagaimana pada An Rushuang.
Melihat kegugupanku, An Rushuang “pshh~…” tertawa kecil menutupi mulutnya dengan tangan.
“Aku sudah tahu, tadi percakapan kalian berdua kudengar semua.” An Rushuang tersenyum padaku.
“San Ge, kamu sedang bicara dengan siapa?” Bai Ruotong menatapku penasaran.
“Aku……aku sedang……”
“Dia sedang bicara denganku.” Sebelum kalimatku selesai, An Rushuang menyela dan berkata pada Bai Ruotong.
Mendengar perkataan An Rushuang, Bai Ruotong segera menoleh ke arahnya, pertama terkejut lalu tak kuasa mengeluarkan decak kagum:
“Cantik sekali……”
Tampaknya An Rushuang sengaja memperlihatkan tubuh yin-nya agar Bai Ruotong bisa melihat. Mungkinkah… tadi An Rushuang sedang cemburu?
An Rushuang tersenyum pada Bai Ruotong: “Nona kecil, kulihat aura bijak dalam dirimu, mungkin kau adalah penerus ilmu pengobatan dari Lima Seni?”
Bai Ruotong terdiam sejenak: “Sebenarnya aku sendiri tidak tahu, tapi ada juga yang bilang begitu.”
“Kalau begitu itu benar.” Kata An Rushuang.
“Kakak, apakah kau istri hantu An Rushuang yang sering diceritakan San Ge pada kami?” Bai Ruotong menatap An Rushuang.
“Dia sering menyebutkanku pada kalian?” An Rushuang mengakui secara tidak langsung.
Bai Ruotong membalikkan badan: “Iya, dan San Ge datang ke makam kuno ini untuk mencari jamur mayat menyelamatkanmu.”
An Rushuang mendengar perkataan Bai Ruotong, lalu menoleh ke arahku dengan sepasang mata phoenix yang sangat indah dan berkata: "Shisan, awalnya kupikir aku tak akan bisa bertemu lagi denganmu. Tak kusangka kau rela mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkanku. Bodoh sekali, kenapa kau lakukan itu?! Tahukah kau, berapa tahun umurmu yang berkurang saat itu?!"
Aku bangkit dari tanah, memandang An Rushuang dengan serius: "Karena kau pantas untukku lakukan apapun. Tapi Istri, sebenarnya bukankah kau juga bodoh? Rela rohmu tercerai-berai demi menyelamatkanku. Tahukah kau, jika kehilanganmu, hidupku benar-benar tak ada artinya lagi."
"Jahat! Siapa yang kau panggil Istri?!" Wajah An Rushuang memerah mendengar ucapanku. Ia segera membalikkan badan, lalu berubah menjadi cahaya samar yang langsung masuk ke dalam Giok.
