Saat baru saja menggendong Master Lu keluar gerbang kuil, tiba-tiba aku tersadar. Meski sudah meninggal lama, tubuh Master Lu tidak kaku, kulitnya tanpa bintik mayat, rambut pun tetap utuh seperti orang hidup.
Penemuan ini membuatku kaget. Segera kuberitahu Master Qingfeng yang berjalan di depan.
Master Qingfeng menatap jenazah di punggungku, wajahnya pucat menjelaskan: "Master Lu telah mencapai kesempurnaan latihan tubuh. Tidak kaku setelah kematian adalah hal normal, Shisan, jangan terlalu dipikirkan..." Dia menepuk bahuku sebelum kembali memimpin perjalanan.
Mendengar penjelasan Master Qingfeng, aku agak kecewa tapi terpaksa menerimanya. Menggigit gigi, aku mengikuti rombongan.
Karena hujan seharian kemarin, hutan purba yang sudah sulit dilintasi ini menjadi semakin parah. Licinnya sangat menyiksa, ditambah vegetasi lebat di sekeliling. Tak lama berjalan, seluruh tubuh basah kuyup. Pakaian yang basah oleh air hujan dan keringat menempel di kulit dengan sangat tidak nyaman.
Meski perlengkapan kami berkurang saat pulang, kecepatan perjalanan sama sekali tidak lebih cepat dari saat datang.
Aku berjalan di belakang rombongan hingga hampir siang, baru Si Bekas Luka memberi tanda untuk beristirahat. Kami makan seadanya sebelum melanjutkan perjalanan sore itu.
Pertama-tama kubaringkan Master Lu di atas sleeping bag, lalu duduk beristirahat. Dari tas, kuambil air mineral dan memakan biskuit kompresi dengan acar.
Setelah istirahat sekitar setengah jam lebih, rombongan berkumpul dan kembali melanjutkan perjalanan.
Kami berjalan terus hingga senja. Rombongan mencari tanah datar, mendirikan tenda, menyalakan api unggun untuk mengeringkan pakaian. Penjaga malam ditunjuk sebelum semua tidur...
Keesokan paginya, perjalanan dilanjutkan lagi.
Demikianlah, rombongan kami menghabiskan hampir tiga hari di hutan karst purba Maolan ini. Karena satu kesalahan penilaian Chen Yuluo dalam menentukan rute pulang, kami tersesat setengah hari dan kehilangan banyak waktu.
Setelah menemukan tempat parkir tempat kami datang, setelah tiga hari perjalanan melelahkan, semua orang duduk di dalam mobil dengan kelelahan fisik dan mental, tidak ingin bergerak sama sekali.
Setelah beristirahat di mobil selama lebih dari satu jam, Si Bekas Luka dan Zhao Man membawa kami berkendara menuju pinggiran kota.
Sesampainya di pinggiran kota, kami pertama-tama mencari sebuah penginapan di sekitar dan menginap di sana.
Di dalam kamar, aku meletakkan Master Lu yang kubawa di punggung ke atas tempat tidur. Master Qingfeng juga mengikutiku masuk. Ia menatap Master Lu dengan mata merah selama lebih dari setengah jam sebelum akhirnya memberikan beberapa pesan kepadaku dan pergi.
Setelah Master Qingfeng pergi, aku segera mandi. Ketika keluar dari kamar mandi, tiba-tiba kulihat bayangan tinggi seorang pria muncul di dalam kamar!
Setelah dilihat lebih seksama, bayangan itu ternyata adalah Master Gui yang telah kembali.
Saat ini ia sedang duduk di tepi tempat tidur, tangan kanannya terus menempel di dahi Master Lu, entah sedang melakukan apa.
Bagaimana dia bisa menemukan lokasi ini?
Namun setelah dipikir-pikir, aku pun mengerti: bagi ahli tingkat tinggi seperti mereka, mencari seseorang adalah hal yang sangat mudah.
Melihat ekspresi fokus Master Gui, aku tidak berani mengganggunya. Aku hanya berdiri diam sambil mengamati.
Sekitar dua-tiga menit kemudian, ia mengangkat tangannya dari dahi Master Lu, lalu menghela napas panjang. Tanpa menoleh, ia bertanya padaku: "Kau ini Zuo Shisan?"
"Ya," jawabku.
"Aku telah membantu Lu Yu menemukan satu helai rohnya, sekarang sudah kumasukkan kembali ke tubuhnya," kata Master Gui padaku.
Mendengar ini, hatiku langsung dipenuhi sukacita. Segera kutanya: "Apakah Master Lu sudah hidup kembali sekarang?!"
“Jaga baik-baik dia, tak perlu lagi membawanya ke kolam es Aliran Longhu.” Master Gui menjawab di luar konteks.
“Oh, baik.” Aku menyetujui.
Setelah mendengar jawabanku, Master Gui mengeluarkan sebotol baijiu, meneguk beberapa kali lalu melanjutkan: "Sejak kecil Lu Yu tak punya orangtua, diadopsi oleh gurunya yaitu daoshi Aliran Longhu Gu Wenxing. Di dunia ini, sang guru adalah satu-satunya keluarganya. Karena itu perasaannya sangat dalam pada Gu Wenxing. Dia juga wanita yang sangat gigih. Meski terlahir dengan keterbatasan fisik, dia rela berusaha puluhan kali lipat lebih keras untuk mempelajari ilmu Tao. Saat orang lain berlatih, dia juga berlatih. Saat orang lain istirahat, dia tetap berlatih. Bahkan saat orang lain tidur, dia masih terus mempraktikkan ilmu Tao. Jadi, dia adalah murid perempuan pertama dan satu-satunya Aliran Longhu dalam ratusan tahun. Tentu saja, dia juga wanita pertama di Aliran Longhu yang meraih gelar Zhenren..." Master Gui memandangi Master Lu yang terbaring di tempat tidur, seolah berbicara pada diri sendiri maupun padaku.
“Tapi kemudian, Yin-Yang semesta terbalik, Tujuh Bintang meredup. Pada masa Perang Dunia II, arwah tentara Jepang yang mati di China mulai bangkit dalam jumlah besar. Aliran Longhu tentu tak bisa diam saja. Kami bertempur habis-habisan melawan hantu-hantu itu, akhirnya mengerahkan seluruh kekuatan sekte untuk menghancurkan semua arwah tentara Jepang. Tapi Aliran Longhu juga menderita kerugian besar. Gurunya Gu Wenxing tewas di tangan Xiangtian.
"Tiga tahun kemudian, Xiangtian yang seharusnya sudah tercerai-berai rohnya ternyata hidup kembali melalui tulang Tao yang tidak membusuk milik Gu Wenxing. Sebenarnya Aliran Longhu bisa memberantasnya sampai tuntas, tapi dicegah mati-matian oleh gurumu Pan Hu, sehingga dia sempat melarikan diri. Karena itu Aliran Longhu mengusir gurumu dengan tuduhan pengkhianat. Sejak itu, sifat Lu Yu berubah total. Setiap hari hanya berlatih tanpa henti, otaknya dipenuhi dendam balas untuk gurunya. Bahkan demi membasmi Xiangtian, dia nekat mempelajari Formasi Tujuh Bintang Tianpan yang terlarang dari Aliran Longhu. Kejadian selanjutnya, kamu pasti sudah tahu kan?" Kata Master Gui sambil meneguk keras arak putih di tangannya.
"Tahu..." Baru sekarang aku benar-benar memahami masa lalu Master Lu.
"Kamu tahu kenapa Lu Yu sampai nekat menggunakan ilmu terlarang demi membunuh Xiangtian itu?" Master Gui menatapku bertanya.
"Bukankah untuk membalas dendam bagi gurunya Gu Wenxing?" Aku bertanya dengan bingung.
"Itu hanya sebagian, bukan keseluruhan." Jawab Master Gui padaku.
"Masih ada alasan lain?" Tanyaku.
"Zhenren Gui membersihkan tenggorokannya, meneguk sejumlah besar anggur putih di tangannya, lalu berkata padaku: 'Di balik arwah Xiangtian yang hidup kembali pada masa Perang Dunia II tersembunyi rahasia yang dapat membuka gerbang antara dunia Yin-Yang. Di belakangnya, terdapat hantu yin berusia ribuan tahun yang sangat jahat berusaha menggunakan metode ini untuk kembali ke dunia manusia dan menguasai alam semesta. Karena itu Lu Yu rela menggunakan teknik terlarang yang melawan takdir, bahkan mengorbankan nyawa, hanya untuk mencegah arwah berlatih ribuan tahun itu kembali, agar tidak terjadi malapetaka dan kemunduran peradaban manusia.'"
Mendengar semua yang diungkapkan Zhenren Gui, tubuhku langsung kaku di tempat.
"Zhenren Gui, apakah Xiangtian itu hanya pion belaka?" tanyaku terkejut.
"Benar." Zhenren Gui menggosok hidungnya.
"Siapa sebenarnya hantu yin berlatih ribuan tahun itu?" tanyaku.
Zhenren Gui menghela napas:
"Ai! Inilah yang paling mengerikan - kita sama sekali tidak tahu siapa musuh sebenarnya. Puluhan tahun ini kita terus bermain kucing-tikus dengan pionnya..." Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan: "Sudah, aku harus pergi. Jagalah baik-baik Lu Yu..." Setelah berkata demikian, ia langsung berdiri dan berjalan keluar. Sebelum menutup pintu, ia menoleh lagi: "Aku lihat bajunya basah semua. Tolong mandikan dan ganti bajanya. Semasa hidup, Lu Yu sangat menyukai kebersihan."
Kulihat Zhenren Lu yang masih terbaring tak bergerak di tempat tidur. Aku mulai bingung - harus memandikannya? Ini bukan lelucon!
“Bantu atau tidak bantu?”
Setelah berjuang lama, aku tetap tidak bisa melawan hati nurani sendiri. Tidak, sejak dulu pria dan wanita tidak boleh terlalu dekat. Bagaimanapun juga, aku tidak boleh memandikan Master Lu. Ah, lebih baik minta Bai Ruotong saja yang memandikannya.
Begitu terpikir, aku segera berlari keluar, mengetuk pintu kamar Bai Ruotong dan memanggilnya masuk.
“San Ge, ada perlu apa panggil aku ke kamarmu?” Bai Ruotong mengikutiku sambil bertanya dengan gugup.
“Begini, tolong bantu aku sesuatu.” Kataku sambil menutup pintu kamar.
“Me...membantu apa?” Bai Ruotong terus mengusap ujung bajunya gugup setelah melihatku mengunci pintu.
“Tolong mandikan Master Lu. Sebagai pria aku tidak enak. Sejak keluar dari Hutan Karst Maolan, badannya masih basah kuyup air hujan.” Aku menunjuk Master Lu yang terbaring di tempat tidur.
Bai Ruotong terkejut sesaat, lalu segera mengangguk. Dengan hati-hati dia menggendong Master Lu menuju kamar mandi sambil menutup pintu dari dalam.
