Melihat cahaya samar dari An Rushuang menghilang, entah mengapa hatiku dipenuhi perasaan aneh. Ucapan Master Qingfeng, "Jangan pernah percaya perkataan hantu, jangan pernah..." terus bergema dalam benak.
Zhao Man juga pernah mengingatkanku untuk berhati-hati. Mungkin mereka sudah lama mencurigai keanehan An Rushuang?
Mungkinkah An Rushuang benar-benar dalang pembunuhan Kakek dan Nenekku?
Aku seolah kehilangan kemampuan menilai, tak bisa mengambil keputusan sendiri, pikiran kacau balau.
Sambil berpikir, tiba-tiba aku teringat suara serak parau yang terus berbicara denganku tadi. Aku panik melihat sekeliling dan berteriak: "Siapa kau?! Mengapa kau tahu begitu banyak?!"
Namun suara itu tak pernah terdengar lagi.
Memandang giok tempat An Rushuang pernah tinggal di tanganku, aku ingin membuangnya dengan tegas, tapi hati tak tega. Aku tak tega melepas perasaan selama hampir 10 tahun untuk An Rushuang.
Tapi sejak suara serak itu menghilang, hati yang sebelumnya gelisah tiba-tiba tenang. Suara yang terus mengingatkanku di pikiran pun lenyap.
Dengan keadaan tenang, aku duduk di tanah dan mulai menganalisis dengan dingin.
Jika pembunuhnya benar-benar An Rushuang, mengapa dia tega membunuh kakek dan nenekku? Motifnya apa? Siapa pemilik suara serak itu? Mengapa dia memberitahuku ini? Lagipula An Rushuang sekarang kehilangan seluruh Energi Yin dan Level-nya, mustahil punya kemampuan membunuh kakek-nenekku. Apakah semua ini sandiwara?
Tapi jika kepura-puraan kehilangan Level itu benar, kenapa dia baru bertindak sekarang? Dia bisa membunuh seluruh keluargaku kapan saja.
“Apa yang sebenarnya terjadi padaku tadi? Sepertinya aku benar-benar kehilangan kemampuan menilai diri sendiri, seluruh pikiran seolah dikendalikan oleh kekuatan tak dikenal yang membuatku terus mencurigai dan menduga-duga An Rushuang. Perasaan ini menimbulkan kedinginan dalam hatiku. Mungkinkah ada dalang di balik semua ini??”
“Apakah An Rushuang ternyata difitnah olehku?”
Saat aku sedang berpikir, suara langkah kaki ringan tiba-tiba terdengar dari luar halaman. Apakah An Rushuang kembali? Aku khawatir, tanpa giok, ke mana dia bisa berlindung? Jangan-jangan terjadi sesuatu?
Memikirkan itu, aku buru-buru bangkit dari lantai, membuka pintu kamar dan berlari keluar. Tapi orang yang datang ke halaman bukan An Rushuang, melainkan pria berbalut jubah hitam dengan topi bambu besar di kepala. Jaring hitam yang tergantung di tepi topi menutupi wajahnya.
“Ah! Aku terlambat…” Gumam pria bertopi itu sambil memandang sekeliling halaman.
“Siapa kau?!” Tanyaku padanya.
Pria bertopi itu menoleh tajam ke arahku. Aku bisa merasakan sorot mata dinginnya yang menyala dari balik jaring hitam!!
“Keluar!!” hardiknya dingin sambil menatap ke belakangku.
Tiba-tiba bayangan manusia melesat dari kamar di belakangku dengan suara desiran, melompati tembok dan menghilang dalam kegelapan malam.
Melihat pemandangan ini, aku langsung terpaku, siapa sosok yang kabur tadi? Kenapa bersembunyi di rumah kakek dan nenekku? Apakah sosok yang kabur itu yang membunuh kakek dan nenekku?
Memikirkan ini, aku segera bertanya kepada pria bertopeng di depanku: "Siapa yang kabur tadi?!"
Pria bertopeng itu tidak berkata sepatah kata pun, melirik ke arahku, lalu tubuhnya bergerak mendadak dan langsung menerjang ke arahku.
Sebelum sempat bereaksi, pria itu menyodorkan telapak tangan ke dadaku. Dalam kepanikan, aku menyilangkan lengan di dada. Terasa kekuatan dahsyat menghantam, tubuhku terlempar mundur beberapa langkah.
Mengatupkan gigi, aku cepat-cepat mengeluarkan Naga Lilin Sembilan Phoenix yang kubawa, menggenggamnya erat dan menghadapkannya ke depan dada.
"Naga Lilin Sembilan Phoenix?!" Pria bertopeng itu langsung mengenali pisau belati di tanganku.
"Kamu ini siapa sebenarnya?!" Aku menatap pria itu dan bertanya lagi.
Ia tetap diam, kaki bergerak lincah dan tubuhnya kembali menyambar ke arahku dengan kecepatan tinggi.
Menyaksikan ini, aku mengayunkan pisau belati ke arah pria bertopeng itu.
Namun gerakannya sangat gesit. Sambil menghindari seranganku, ia menyambar pergelangan tanganku dan memuntirnya. Naga Lilin Sembilan Phoenix terlepas ke lantai. Jari telunjuknya menyentuh dahiku, ia berteriak kaget: "Kutukan Hantu Yin?!"
Setelah mengucapkan kata-kata itu, tangan yang menempel di dahiku tiba-tiba merosot ke bawah dan mencekik leherku, dengan sekuat tenaga menekan seluruh tubuhku ke tanah!
Terjatuh ke tanah karena dicekik pria bertopi lebar, kulihat tangan satunya dengan gesit mengeluarkan jarum perak panjang dari tubuhnya dan menusukkannya ke dahi saya!
Aku berbaring di tanah berusaha mati-matian melepaskan diri, tapi tenaga pria bertopi itu terlalu besar, perlawananku sama sekali tidak berpengaruh.
Dengan demikian, aku hanya bisa pasrah melihat jarum perak di tangan pria bertopi itu menusuk ke dalam dahi saya.
Setelah rasa sakit seperti dicubit, kurasakan dingin di tengah dahi, lalu tidak ada sensasi lain lagi.
Saat pria bertopi itu menarik jarum dari dahi saya, kulihat jelas jarum perak di tangannya telah berubah seluruhnya menjadi hitam.
Melihat ini, pria bertopi itu segera melempar jarum ke tanah, lalu mengeluarkan selembar kertas jimat kuning dari bajunya sambil berteriak: "She!" Kertas itu langsung ditempelkan ke dahi saya.
Setelah kertas jimat itu menempel, rasa sejuk menyebar ke seluruh tubuhku, perasaan pusing dan bingung di kepala sebelumnya langsung hilang.
Saat ini, pria bertopi itu pun melepaskan cekikannya dan berdiri.
Aku buru-buru bangkit dari tanah, langsung menyambar kertas jimat di dahi dan menatapnya. Begitu melihat kertas di tangan, napasku langsung tersengal!
Kertas jimat kuning tadi yang ditempelkan di ubun-ubunku ternyata dalam sekejap berubah menjadi hitam pekat!!
“Aku... Ada apa di dalam tubuhku?” Aku menatap pria bertopi di hadapanku dan bertanya. Saat ini, bahkan jika aku sangat bodoh, aku mengerti sebelumnya telah dikhianati dan terkena jebakan.
“Kutukan Hantu Yin. Sifat asli dan nalarmu sebelumnya sebagian besar dikendalikan oleh Kutukan Hantu Yin itu, sehingga kau tersesat dan kehilangan kemampuan menilai diri sendiri.” Pria bertopi itu berkata sambil menatapku.
Begitu pria bertopi mengucapkan kata-kata ini, seketika pikiranku menjadi jernih. Jelas-jelas itu adalah jebakan memecah belah dan memfitnah An Rushuang. Dan sekarang ketika kupikirkan, sangat jelas. Mengapa sebelumnya aku tidak bisa menilainya? Apakah karena "Kutukan Hantu Yin" itu?
“Ingin tahu siapa pembunuh sebenarnya kakek dan nenekmu?” Pria bertopi itu menatapku dan bertanya lagi.
“Ingin! Kau tahu?” Aku menatap pria bertopi itu dan bertanya.
Dia sedikit menggelengkan kepala:
“Walau aku tahu siapa dalang di balik layar, tapi siapa pelaku langsung yang datang ke sini untuk membunuh, aku tidak tahu.”
“Apakah orang yang kabur tadi?” tanyaku.
“Mungkin iya, mungkin juga tidak.” Pria bertopi itu berkata padaku.
“Siapa sebenarnya dalang di balik itu?! Mengapa dia ingin membunuh kakek dan nenekku?!” tanyaku dengan agak panik.
Pria bertopi itu terdiam sejenak, menarik napas perlahan, lalu berkata padaku: “Saat ini aku belum bisa memberitahumu. Bahkan jika kau tahu, sama sekali tidak ada manfaatnya. Tapi aku bisa membantumu menyelidiki siapa pembunuh langsung kakek-nenekmu.”
“Kamu siapa sebenarnya？Mengapa membantu aku？”Setelah mengalami begitu banyak hal, saat ini aku harus berhati-hati. Orang di depanku ini terlalu mencurigakan.
Pria bertopi bambu itu justru tertawa mendengar pertanyaanku:
“Kamu boleh percaya atau tidak padaku, tapi ingat, jika aku benar-benar ingin mencelakaimu, sejak tadi kamu sudah jadi mayat.”
“Baik! Aku percaya!” Aku mengiyakan. Saat ini keinginanku untuk mengetahui siapa pembunuh kakek-nenek terlalu besar. Aku harus menemukan si pembunuh dan mengirim mereka semua ke neraka, apapun pengorbanannya.
“Pertama bawa aku ke makam kakek dan nenekmu. Akan kusuruh mereka sendiri yang memberitahu kebenaran.” Kata pria bertopi bambu itu.
“Baik!” Aku mengangguk, lalu memanjang keluar dan mengajaknya menuju area pemakaman di belakang desa.
