Gerakan pria gemuk itu membuatku kaget, segera kuhentikan tangannya:
"Pria gemuk, jangan dibuka!!"
Pria gemuk berhenti, memandangiku bingung: "Shixiong, ada masalah apa lagi?"
"Jangan sembarangan! Kau tahu apa isi guci ini?! Segitu banyak kertas jimat yang menutup mulut guci, jangan-jangan di dalamnya terkurung hantu jahat yang bisa kabur kalau kau buka?"
"Shixiong, kamu... kamu jangan nakut-nakuti aku. Mana mungkin di dunia ini ada begitu banyak hantu sampai kita ketemu semua." Pria gemuk tersenyum kecut, kurasa sebenarnya dia juga ragu dan takut.
Meski mulutnya keras, pria gemuk tetap dengan hati-hati meletakkan guci kembali ke lantai.
"Shixiong, guci ini kayaknya retak." Pria gemuk memberitahuku.
Mendengar itu otakku mendadak blank, retak?!
Aku segera mendekat dan mengikuti arah jari pria gemuk. Tampak lubang sebesar bola pingpong di guci itu, beberapa retakan memancar dari lubang tersebut menyebar ke separuh badan guci.
"Tampaknya tendangan pria gemuk tadi yang membuat guci ini pecah. Dari sini bisa disimpulkan, usia guci ini pasti sudah sangat tua, kalau tidak pasti tidak akan begitu rapuh."
"Sudahlah, guci sudah pecah, mari kita buka dan lihat apa isinya." Pria gemuk langsung membuka tutup guci yang tertempel kertas jimat itu.
Saat itu saya belum sempat bereaksi, si tolol ini sudah menariknya. Saya tidak bisa menghentikannya lagi, hanya bisa mematung melihat isi guci berjatuhan ke tanah.
"Ah... Ah!"
Melihat benda yang menggelinding keluar dari guci, pria gemuk mundur beberapa langkah sambil menjerit kencang.
Saya juga ingin berteriak, tapi suara itu tercekik di tenggorokan. Bukan tidak mau, tapi pemandangan ini terlalu mengerikan sampai saya tidak bisa bersuara.
Di depan kami tergeletak tubuh bayi berwarna hitam kebiruan. Wajahnya yang keriput terdistorsi, tubuhnya mengerut dan kering seperti sudah mati lama.
Tapi yang paling menyeramkan adalah meski jelas-jelas sudah menjadi mayat, saat jatuh ke tanah tiba-tiba leher belakang saya terasa dingin menusuk, seperti ditetesi minyak angin...
Melihat ini, kami berdua terdiam membeku.
"Shixiong, ini... ini bagaimana?" Pria gemuk bertanya pada saya dengan wajah pucat.
Aku juga merasa panik, karena sama sekali tidak menyangka bahwa di dalam guci di halaman rumah nenek desa Bai Ruotong di Desa Keluarga Bai ini, terdapat bayi mati yang begitu mengerikan!
Melihat mayat bayi itu, aku berhati-hati mengambil kertas jimat merah yang menutup mulut guci dan memasukkannya ke dalam tas ransel. Kertas jimat ini pasti akan berguna nanti.
Saat aku dan si pria gemuk bingung harus bagaimana menangani bayi mati ini, tiba-tiba terdengar suara dari dalam rumah. Nenek desa itu muncul bersama Bai Ruotong.
"Kalian berisik apa di halaman?" Nenek desa itu menatapku dan si pria gemuk. Namun ketika matanya melihat bayi mati kebiruan di tanah, wajahnya langsung berubah pucat sebelum cepat kembali normal.
Nenek ini tidak normal! Dalam hati aku bergumam. Tangan kananku perlahan meraih kotak sinabar di dalam tas.
"Hehehe... Pasti kalian ketakutan ya? Ini cucuku. Meninggal karena leukemia usia dua tahun. Di Desa Bai kami punya tradisi - anak yang belum dewasa tidak dikremasi seperti di kota, juga tidak ada prosesi pemakaman. Kami menyimpannya dalam guci di rumah, namanya penguburan lingkaran! Lambang keluarga yang tetap utuh meski terpisah oleh Yin-Yang." Nenek itu tersenyum kecut sambil menjelaskan.
Mendengar ucapannya, meski mulutku diam, dalam hati aku mencemooh: Percaya kata-katamu baru jadi orang bodoh!!
Pria gemuk di sampingku baru saja ingin mengatakan sesuatu, aku khawatir dia menanyakan hal yang tidak seharusnya, langsung kuhalangi. Saat itu nenek desa itu melambaikan tangan kepada Bai Ruotong yang mengikutinya: "Ruo Tong, hari hampir gelap, antar kedua temanmu pulang."
Saat nenek desa itu melambaikan tangan, kuperhatikan tangannya putih seperti bawang mutiara, lembut bagai ranting willow baru. Tidak! Lebih tepatnya, tangannya itu bahkan lebih putih dan halus daripada kebanyakan gadis muda, kontras tajam dengan wajahnya yang keriput dan tua. Penemuan ini membuatku terkejut dan terheran-heran.
Bai Ruotong mengangguk mendengar perkataan nenek desa itu, mendekati kami dan berkata "Ayo pergi", lalu berjalan keluar halaman.
Kutarik pria gemuk itu mengikutinya.
Setelah keluar dari halaman nenek desa, pria gemuk yang sudah menahan diri sejak tadi bertanya: "Kakak senior, nenek desa itu pasti tidak normal, kenapa kau tidak biarkan aku menanyainya?"
Aku mengabaikannya. Setelah cukup jauh, baru kusapa Bai Ruotong di depan: "Bai Ruotong, jujurlah - tempat apa ini sebenarnya? Apakah nenek desa itu manusia atau apa?"
Bai Ruotong hanya menggelengkan kepala mendengar pertanyaanku, membawa kami kembali ke tempat tinggalnya tanpa sepatah kata.
Melihatnya diam, kecurigaanku semakin menjadi. Pria gemuk itu juga melirikku, matanya menyiratkan bahwa Bai Ruotong menyimpan sesuatu.
Sebenarnya di dalam hati aku tetap tidak percaya kalau Bai Ruotong akan menipu aku dan si Gemuk. Bagaimanapun kami pernah melalui hidup dan mati bersama. Dari pengamatanku, dia tidak seperti gadis yang licik. Aku pernah salah menuduh An Rushuang sebelumnya, jadi aku tidak ingin salah menuduh siapa pun lagi.
Tapi sejak aku dan si Gemuk mengikutinya masuk ke Desa Keluarga Bai ini, kejadian aneh terus terjadi. Pertama penduduk desa berperilaku seperti orang asing, lalu muncul nenek desa dengan ular tak berkulit melilit di tubuhnya, terakhir kami menemukan guci berisi bayi mati di rumahnya...
Semua ini menunjukkan bahwa tempat ini sama sekali bukan desa biasa. Sangat mungkin Bai Ruotong telah menipuku sejak awal!!
Memikirkan ini, aku teringat pertama kali bertemu dengannya di kantor polisi. Meskipun dia mengaku ayahnya adalah buruh migran yang tewas, tapi semua hanya ucapan tanpa bukti. Kedua kalinya aku "kebetulan" bertemu dengannya saat melawan nenek tukang santet tengah malam. Lalu saat aku ke rumah duka untuk memburu jenazah perempuan yang hilang, dia juga "kebetulan" bekerja di sana. Apakah semua ini benar-benar kebetulan?
Aku agak tidak percaya.
Yang lebih membuatku ragu adalah di makam kuno itu, mayat dalam peti mati kayu ternyata mirip sekali dengannya. Mungkinkah Bai Ruotong sudah ditukar oleh arwah yin dari mayat di peti mati kayu itu sejak turun ke makam kuno?
"Dengan diam-diam mengekang Bai Ruotong asli di dalam peti mati kayu itu, dia sendiri berubah wujud menjadi Bai Ruotong dan muncul di samping kami!"
Memikirkan hal ini, hatiku tiba-tiba diliputi rasa dingin yang menusuk. Jika "Bai Ruotong" yang bersama kami ini benar-benar mayat dari peti mati kayu makam kuno itu, maka niatnya membawa aku dan Sobat Gendut ke sini pasti bukan untuk kebaikan!
Menahan ketakutan, diam-diam aku mengeluarkan air mata sapi dan daun Pohon Liǔ, mengoleskannya ke kedua mataku, lalu memandang ke arah Bai Ruotong di depan. Ternyata dia sama seperti manusia biasa, bukan makhluk energi Yin jahat.
Hasil ini membuatku lega. Aku menghibur diri sendiri: "Hantu takut sinar matahari. Karena Bai Ruotong berani keluar di siang hari, pastilah dia manusia." Belakangan ini terlalu banyak kejadian, terutama karena kutukan hantu yin, aku jadi mudah curiga.
Tepat saat itu, Bai Ruotong yang berjalan di depan tiba-tiba berhenti. Dia menoleh, menggigit bibirnya, menarik napas dalam-dalam seolah mengumpulkan keberanian, lalu berkata padaku dan Sobat Gendut: "Larilah! Cepat pergi sekarang selagi hari masih terang!"
Mendengar perkataannya, aku merasa ada yang tidak beres. Segera kutanya: "Ada apa?"
"San Ge, jangan banyak tanya dulu! Cepat bawa Sobat Gendut pergi! Nanti akan terlambat!!" Bai Ruotong mendesakku dengan panik.
“Mendengar perkataan Bai Ruotong, aku menoleh melihat pria gemuk. Aku menemukan dia juga sedang menatapku, tapi ekspresinya seolah melihat hantu, wajahnya pucat pasi!
“Pria gemuk, kenapa kau memandangiku seperti itu?” Aku merasa gelisah karena tatapannya.
“Shi, shixiong, di... di lehermu ada bekas telapak tangan hitam!” Pria gemuk itu menunjuk leherku sambil membelalakkan matanya, bibir pucatnya gemetar.
