Saat Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks menggores betis Hanba Berbulu Hijau, tubuhku langsung ditendang hingga terlempar jauh olehnya. Setelah jatuh ke tanah, gaya dorong dan inersia yang besar membuatku terus meluncur ke belakang sampai akhirnya membentur tembok dan berhenti.
"Ah aoo~!!..." Suara lolongan melengking keluar dari mulut Hanba Berbulu Hijau. Kulihat ke arah betisnya yang terus mengeluarkan Asap Putih, sepertinya mulai membusuk. Beberapa saat kemudian, asap itu menghilang dan memperlihatkan tulang belulang putih di betis Hanba Berbulu Hijau itu, sementara bulu-bulunya sudah benar-benar membusuk.
Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks benar-benar tajam!
"Grak grak grak..." Tak kusangka Hanba Berbulu Hijau itu masih bisa tertawa. Bersamaan dengan tawa melengkingnya, bulu hijau di tubuhnya berdiri tegak seperti landak yang bertemu musuh. Matanya yang putih penuh dendam menatapku tajam.
"Shixiong, tahan! Aku datang!!" Teriakan pria gemuk itu menggema saat berlari masuk dari halaman.
Kulihat—astaga, si bodoh gemuk ini malah membawa seikat besar batang jagung yang sudah dinyalakan sambil berteriak:
"Pergi sana nenekmu! Inilah hadiah 'paket bakar' dari Master Gemuk!" Begitu katanya sambil melemparkan batang jagung yang masih menyala ke arah Hanba Berbulu Hijau itu.
Tapi batang jagung ini akhirnya ringan, jadi saat dilempar kecepatannya pasti tidak cepat, dan dengan mudah dihindari oleh Hanba yang langsung menghindar.
Pria gemuk itu langsung panik, baru saja ingin lari keluar, Hanba berbulu hijau itu langsung mengejarnya. Melihat ini, aku meludahkan darah ke tanah, menggenggam erat Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks di tanganku lalu menerjang Hanba itu.
Tapi kali ini aku meremehkannya. Badanku belum sempat mendekat, sudah ditendangnya hingga terpelanting. Belum sempat bangun, dia melompat dan menindihku dengan tubuhnya, kaki menekan kedua lenganku. Kuku panjang di tangannya seperti pisau tajam menyapu ke arah leherku.
Melihat ini, aku cepat-cepat meludahkan darah ke wajah hijau Hanba yang menjijikkan itu. Seperti pernah dijelaskan Master Qingfeng, darah perjaka juga bersifat Yang. Meski efeknya tidak sekuat air seni anak laki-laki perjaka atau darah ujung lidah, tetap bisa menetralisir energi jahat.
Benar saja, Hanba berbulu hijau yang wajahnya terkena darahku langsung terhenti sejenak. Aku mencoba melepaskan diri, tapi begitu bergerak seluruh tubuhku sakit seperti mau hancur, akhirnya terjatuh lagi.
Saat itu Hanba sudah pulih. Kedua tangannya dengan kuku hitam panjang langsung mencengkram dadaku!
"Brak!" Dengan dentuman itu, aku melihat tubuh Hanba langsung melompat menjauh dariku. Mengangkat kepala, kulihat paman tua itu sedang memegang termos air panas dan menghantamkannya ke punggung Hanba, menyelamatkanku.
Pada saat yang sama, pria gemuk itu kembali berlari masuk. Kali ini dia membawa seikat besar tali rami dan langsung menerjang Hanba berbulu hijau itu. Hasilnya bisa ditebak - disertai jeritan menderita, pria gemuk itu terlempar ke udara.
"Hei gemuk! Aku suruh nyalakan api, malah bawa tali masuk buat apa?!" Aku berusaha bangun dari lantai sambil berteriak ke arahnya.
"Dasar korek api sialan! Gagal berfungsi di saat genting. Dasar barang murahan! Next time gue beli yang dua puluh ribu perak, jangan yang seribuan!" Pria gemuk itu menggerutu sambil berdiri. Dari carainya masih bisa mengumpat, kelihatannya tidak apa-apa.
Tapi mendengar kata-katanya, hatiku langsung tenggelam. Kami benar-benar tak berdaya melawan Hanba ini. Tanpa api, sudah pasti tamat. Bahkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks di tanganku yang sudah terbuka segelnya pun masih berbeda kelas jauh. Jika begini terus, kami bertiga pasti tewas di sini.
"Shisan, kelemahan Hanba ada dua: takut api dan takut air mata manusia." Suara An Rushuang tiba-tiba mengingatkanku.
Mendengar suaranya, aku ingin menangis tapi tak bisa mengeluarkan air mata. Dalam situasi mencekam begini, rasa panik dan takut saja sudah memenuhi dada, mana mungkin bisa menangis?
“Suara mendesing!” Dengan tiba-tiba Hanba berbulu hijau itu menerjang ke arah paman. Melihat itu, aku segera mengejar tanpa peduli air mata yang masih mengalir. Paman yang sudah sepuh itu bisa kehilangan separuh nyawa jika sampai ditabrak makhluk itu, bahkan mungkin tewas seketika.
Jantungku berdebar kencang. Kugunakan seluruh tenaga untuk melompat ke depan dan menusuk punggung Hanba dengan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks di tanganku.
Tapi zombie Hanba itu seolah memiliki mata di punggungnya. Tanpa menoleh, tubuhnya berputar cepat. Tangan hijau keriputnya mencakar dadaku yang sedang melayang!
Goblog! Aku terjebak!!
Sadar telah tertipu, tapi semuanya terlambat. Tak sempat menghindar. Tiba-tiba bayangan hitam menyergap dari samping. Badanku terhantam dan seluruh tubuhku terlempar ke samping.
"Braak!" "Pshh!" Bunyi tubuhku jatuh bersamaan dengan suara senjata tajam yang menembus daging.
Aku buru-buru bangkit dari tanah dan menatap ke arah zombie Hanba. Saat pandanganku jelas, seluruh kepalaku langsung kosong. Pria gemuk itu tertusuk kuku tangan kanan Hanba, kepalanya terkulai, dadanya berlumuran darah. Untuk menyelamatkanku, dia menubrukku dengan tubuhnya sendiri, tapi dadanya sendiri tertembus kuku hitam panjang Hanba!
Dada kiri, tepat di posisi jantung!!
Hanba berbulu hijau menarik jarinya dari tubuh pria gemuk. Tubuhnya langsung roboh ke tanah, tak bergerak. Hanba menjulurkan lidah ungu kebiruan, menjilat darah di jarinya dengan ekspresi puas.
Melihat ini, kepalaku terasa pusing. Amarah membara menyala-nyala dalam dada!
"Wu Bi San Que, dasar Wu Bi San Que lagi!! Berapa banyak nyawa yang harus kau ambil dariku?!!" Teriakku tak terkendali. Mata memanas, aku menerjang Hanba berbulu hijau sambil menghujamkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks ke kepalanya!
Hanya satu pikiran di benakku sekarang:
BUNUH!!!
"Hanba Berbulu Hijau" melihatku berlari ke arahnya, tidak menghindar. Ia memandangku dengan dingin hingga aku berada di dekatnya. Baru kemudian tubuhnya bergerak, menghindar dengan mudah. Tangannya langsung mencengkeram leherku, sementara tangan satunya menyambar ke wajahku!
Tapi tepat saat cakar besar hijaunya Braak! menyentuh wajahku, tiba-tiba terdengar jeritan menderita. Seluruh tubuhnya melompat mundur, langsung menjauh dariku.
Aku terjatuh ke tanah. Tangan mengusap wajah, baru menyadari—tanpa kusadari sebelumnya, air mataku mengalir...
"Shisan, oleskan air matamu ke Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks! Tusuk dada depannya, Hanba zombie pasti mati!" Suara An Rushuang kembali terdengar, mengingatkanku.
Tepat saat kusiapkan mengusap air mata ke pisau belati, Hanba itu tiba-tiba menyerang lagi. Cakarnya menyambar ke tubuhku!
Cepat-cepat aku mengelak ke belakang. Meski berhasil menghindar, tubuhku goyah hingga terjatuh. Melihat ini, Hanba Berbulu Hijau itu menjerit, merendahkan postur, dan menusukkan cakar tajamnya ke dada kiriku!
"Saat ini aku sudah tak bisa menghindar, hanya bisa mengerahkan seluruh keberanian. Kugunakan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks untuk menangkis, tapi Hanba itu rupanya juga nekat. Cakarnya langsung mencengkeram pisau itu dengan erat, tak peduli asap putih mengepul dari cakarnya. Lalu dengan cakar satunya lagi, ia menyambar ke arah dadaku!"
Di saat genting itu, "Braak!" terdengar suara keras. Siluet seseorang tiba-tiba menyelonong dari luar pintu sambil berteriak, "Jíjí rú lǜ lìng!!" Dengan tendangan, ia melemparkan Hanba zombie di depanku jauh-jauh.
Kulihat ke belakang, ternyata Master Qingfeng yang datang. Kini di bawah kakinya menempel beberapa lembar kertas jimat.
Tapi Master Qingfeng yang baru masuk itu tak sempat mempedulikan apapun. Tangannya cepat membentuk mudra sambil bergumam:
"Qi fu long, gong zhi huo, wai xing ju, ding gong jian, ren zhi chu, xing ben se... Cih! Dasar salah ucap karena panik!"
Mendengar kata-kata Master Qingfeng itu, hampir saja aku muntah darah dan pingsan. Lebih baik aku mati dicekik Hanba zombie daripada punya shifu tak bisa diandalkan begini...
