Sebenarnya jujur saja, aku membantu bukan karena uang 20 ribu yuan itu, tapi lebih karena melihat seorang gadis sendirian di hutan terpencil ini dengan kaki terkilir, jadi sebaiknya membantu jika bisa.
Tapi yang tetap membuatku penasaran adalah, kenapa gadis ini bisa berada di pegunungan terpencil Beijiu Shui? Daerah sepi ini, untuk apa seorang gadis membawa tas besar ke sini?
Ekspedisi? Atau kabur dari rumah?
Sambil berpikir begitu, aku mendekati si gadis. Setelah melihat lebih dekat, gadis ini tampak paling berusia 20 tahun, wajahnya cukup cantik, hampir menyamai bunga sekolah dari fakultas sastra di kampus kami.
"Hanya saja dari matanya aku seolah melihat pesona wanita dewasa yang memikat. Penemuan mendadak ini membuatku sedikit khawatir. Seorang gadis paling berusia 20 tahun, bagaimana bisa memiliki tatapan menggoda seperti itu?"
"Setelah kuperhatikan lebih seksama, sorot mata menggoda dari gadis itu telah menghilang, berubah menjadi ekspresu yang memelas dan menyentuh."
"Jangan-jangan tadi mataku yang salah lihat?"
"Hei! Dasar bodoh! Orangnya sudah datang, ngapain masih bengong?! Kakiku terkilir, bisa pijat kaki tidak?"
"Mendengar nada perintahnya, aku kesal sekaligus geli. Kutatap gadis itu: 'Nona, apa aku punya utang sama kamu? Kalau minta tolong, bisakah bicara dengan sopan?!'"
"Tak disangka jawabannya semakin kasar:"
"'Ini bukan minta tolong! Aku sedang membelimu dengan uang. Ambil uangku, berarti wajib membantuku!'"
"Aku langsung kehilangan kata-kata. Kesal dibuatnya, benar-benar sindrom putri tingkat akhir. Melihat dua tumpukan uang di batu itu, kubiarkan tak tersentuh. Kubalikkan badan pergi."
"'Simpan saja uangmu. Bantuan pun tak kubrikan. Uruslah sendiri...'"
"'Kamu!!... Berhenti!!' Gadis itu tiba-tiba memanggilku."
"Ngapain? Aku juga nggak minta bayaran, mau bantu atau nggak itu hakku." Aku terus berjalan tanpa menoleh, dalam hati berpikir wanita ini terlalu manja. Harus kubuat dia paham bahwa di dunia ini, nggak semua hal bisa diselesaikan dengan uang.
"Kamu... brengsek!!!" Terdengar teriakan perempuan di belakangku. Tiba-tiba ada angin kencang menerpa tengkukku. Refleks aku menunduk cepat, menghindar. Saat mengangkat kepala, kulihat batu kecil melayang di atas kepalaku.
Gila! Dasar cewek jahat banget sih? Nggak mau bantu malah melempar batu?! Darahku langsung mendidih. Aku berbalik dan menghampiri gadis itu.
Melihatku mendatanginya dengan muka merah, gadis itu langsung panik:
"Kamu... mau ngapain... Jangan mendekat!"
Aku menyeringai dingin sambil terus melangkah:
"Awalnya nggak kusadari, ternyata kamu cantik juga. Nona, di tengah hutan sepi cuma ada kita berdua, menurutmu aku mau ngapain?"
Kukatain dia untuk menakut-nakuti.
"Kalau... kalau kamu berani menyentuhku, orangtuaku pasti akan membunuhmu!" Gadis itu wajahnya pucat pasi, kedua tangannya refleks menutupi dadanya, matanya melotot menatapku. Kayaknya dia benar-benar ketakutan.
“Kalau begitu aku coba.” Aku sengaja mengulurkan kedua tangan, meniru gerakan khas serigala berbulu domba.
“Aaa~!! Tolong! Ada serigala berbulu domba!!” Gadis itu terkejut melihat penampilanku, wajahnya pucat ketakutan sambil berteriak ke segala arah, bahkan air matanya mulai mengalir.
Melihat ini, hatiku agak tidak tega. Sudahlah, tak usah mengganggunya lagi. Segera perbaiki kakinya lalu berpisah jalan masing-masing.
Setelah berpikir begitu, aku tak banyak bicara. Aku mendekati gadis itu lalu berjongkok di sampingnya.
Tak disangka gadis itu benar-benar mengiraku serigala berbulu domba! Dia mengangkat kaki satunya lagi dan menyepak wajahku!
Cepat-cepat kuangkat tangan dan mencengkeram pergelangan kakinya:
“Jangan bergerak! Aku sama sekali tidak tertarik pada wanita semacam kamu yang tidak bisa diajak bicara. Aku coba periksa kakimu.” Sambil berkata begitu, kuangkat kaki satunya lagi dari tanah.
Dia mencoba meronta, kuangkat kepala dan menakut-nakutinya: “Sudah kukatakan jangan bergerak. Di sini banyak serigala liar di malam hari. Kalau tidak mau dicabut nyawa, duduk manis saja di sini.”
Mendengar kata-kataku, dia langsung diam. Dengan suara rendah dia bertanya: “Hei, kamu... tadi cuma bercanda ya?”
Kugelengkan kepala sambil tersenyum, tak menjawab. Ternyata dia juga tidak bodoh.
Setelah melepas sepatu olahraga dan kaos kakinya, terlihat bengkak besar di pergelangan kaki kanannya. Tampaknya keseleo yang dideritanya cukup parah.
"Kakinya memang benar-benar terkilir, seperti kata nenekku 'otot terpelintir'. Sebenarnya jika ototnya dipijat sampai rileks akan jauh lebih baik, bengkaknya pun akan hilang dengan sendirinya!"
Saat kecil aku sering bermain kasar dan keseleo pergelangan kaki, jadi nenekku memijat kakiku setiap beberapa hari. Lama-kelamaan aku pun belajar caranya.
"Hei, bisakah aku pakai kaus kaki saat kamu memijat?" Gadis itu wajahnya memerah saat ini.
"Tidak bisa." Jawabku tegas. Bukan ingin mengambil kesempatan, tapi keseleo harus dilihat jelas posisinya. Salah pijat malah akan memperparah.
Melihat pergelangan kaki yang bengkak, kuusap area tersebut searah alur otot dengan kedua tanganku.
"Aduh, pelan-pelan dong, sakit!!~"
"Tahan!" Kataku sambil terus memijat. Saat kulit di area bengkak mulai memerah, aku berhenti.
"Gimana rasanya? Sudah lebih baik?" Tanyaku padanya.
"Lebih baik, terima kasih." Gadis itu mencoba berdiri perlahan.
Melihatnya sudah bisa berjalan lambat, kukatakan: "Sudah, kalau tidak apa-apa lagi, aku mau pergi." Terhadap pasien sindrom putri seperti ini, lebih baik menjaga jarak. Aku bersiap lari menuju Kuil Qingzhu. Meski masih ada waktu, aku tidak tahu apakah Master Gui telah menyiapkan jebakan untukku.
"Tapi begitu aku berbalik badan, gadis itu tiba-tiba mengejarku dari belakang dengan tali rami dan langsung menempel di punggungku. Aku menoleh dan pandanganku langsung bertemu dengan matanya yang sejernih air musim semi. Aku segera mendorongnya menjauh dariku dan mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak.
Gerakan gadis di hadapanku tadi membuatku terbelalak. Perubahan sifatnya ini... terlalu cepat, bukan?
Bersamaan dengan itu, liontin giok di leherku mulai terasa panas. An Rushuang sedang memperingatkanku bahwa wanita di hadapanku ini berbahaya!
Tapi dia sama sekali tidak peduli. Dengan mata jernihnya yang memandangku, setelah beberapa saat dia menutupi bibir merahnya dengan tangan ramping sambil tertawa terkekeh: "Adik kecil, habis mengambil keuntungan dari kakak, mau kabur begitu saja?" Kali ini nada bicaranya penuh dengan bujukan Gu-huo dan rayuan, sama sekali tidak seperti sifat polos gadis kecil sebelumnya! Selain itu, gerakan tubuhnya saat berbicara begitu lincah, sama sekali tidak terlihat seperti orang yang baru saja keseleo!
Sekarang aku baru mengerti. Semua tingkah wanita tadi dari sifat, nada bicara, sampai pura-pura keseleo - semuanya akting! Wanita ini pasti bukan orang biasa, kalau tidak An Rushuang tidak akan merasakan bahaya darinya.
"Kan kamu yang minta tolong, kok malah jadi aku yang mengambil keuntungan darimu?!" Aku berkata hati-hati sambil memandangi wanita yang kini berubah sangat menggoda ini. Sekarang aku sudah waspada terhadapnya.
“Nak, sudah mengambil keuntungan, kamu mau ingkar janji? Benar saja, kalian pria tak ada yang baik!” Bibir merahnya bergerak lembut. Begitu kata-katanya habis, tangan putih rampingnya melambai ke arah pohon di samping. Seketika beberapa helai daun jatuh dari dahan dan melayang ke telapak tangannya.
Kemudian wanita itu mengibaskan daun-daun itu ke arahku. Daun-daun itu melesat bagai shuriken, menyambar cepat ke arahku!
Melihat ini, napasku langsung tersedu. Meski nada bicaranya lembut seperti kekasih, tapi serangannya ke aku sangat kejam. Jika kena daun-daun itu, nyawaku bisa melayang atau setidaknya separuh hilang!
