“Menyogok? Yin Shuai, Anda minta harta ya?” Saat itu pria gemuk tiba-tiba mengucapkan kalimat ini.
Bai Wuchang setelah mendengar ucapan pria gemuk itu, batuk kecil, tidak berbicara lagi, artinya mengiyakan, lalu menampakkan ekspresi wajib memberi, memandangi kami dengan tenang.
Mendengar perkataan pria gemuk itu, aku segera tersadar. Rupanya Bai Wuchang ini datang untuk meminta harta dari kami. Segera kujulurkan tangan, mengeluarkan uang 200 yuan dari saku dan menyerahkannya.
“Yin Shuai, ini semua harta yang kumiliki...”
Bai Wuchang melihat uang di tanganku tapi tidak menerimanya. Pria gemuk mulai mengobrak-abrik kantong celana, setelah lama menggeledah, mengeluarkan selembar uang kertas dan menyerahkan:
“Jika Anda merasa kurang, aku... di sini masih ada dua puluh...”
Bai Wuchang tiba-tiba merengut, memandangi kami dengan dingin: “Yang kubutuhkan hari ini bukan uang duniawi, apalagi uang neraka, melainkan sesuatu yang melekat di tubuhmu.” Bai Wuchang menunjukku dengan jarinya.
Mendengar ini, hati kecilku sudah punya firasat buruk, tapi tetap kautanyakan:
“Apa yang Yin Shuai inginkan dari tubuhku?”
Bai Wuchang keluar sepenuhnya dari kabut itu, tubuhnya melayang mendekatiku, hidungnya mengendus-endus tubuhku bolak-balik sebelum berkata: “Benar, ada padamu. Sebuah kitab kuno bernama Xuan Huang Di Jing. Keluarkan dan serahkan padaku, maka urusan selesai.”
“Mendengar perkataan Bai Wuchang ini, hatiku dipenuhi kebingungan. Kitab Xuan Huang Di Jing? Di dalam tas ranselku selain buku 《Pegangan Ilmu Taois Maoshan》 dan 《Koleksi Jimat Maoshan》 yang diberikan Master Qingfeng, mana ada Kitab Xuan Huang Di Jing?”
“Yin Shuai, aku benar-benar tidak punya Kitab Xuan Huang Di Jing, bagaimana harus memberikannya padamu?” Aku melihat Bai Wuchang dengan putus asa.
“Jangan coba-coba membohongiku. Ketahuilah, kesabaranku sangat terbatas. Untuk terakhir kalinya kukatakan: serahkan Kitab Xuan Huang Di Jing, atau jangan salahkan aku jika tak menghormati Sekte Longhu lagi. Benda seperti ini seharusnya tidak ada di dunia manusia.” Suara Bai Wuchang semakin dingin, bahkan udara di sekitarnya terasa membeku membuatku sulit bernapas.
“Shisan, kamu masih ingat kitab kuno sampul biru yang pernah kamu tunjukkan padaku sebelumnya?” Tiba-tiba An Rushuang yang berdiri di sampingku mengingatkanku.
Setelah mendengar perkataan An Rushuang, aku segera teringat. Mungkinkah Kitab Xuan Huang Di Jing yang disebut Bai Wuchang itu adalah kitab kuno sampul biru yang tak bisa dibaca siapa pun itu?
Memikirkan ini, aku segera mengeluarkan kitab itu dari tas ransel dan menyerahkannya pada Bai Wuchang di hadapanku:
“Yin Shuai, apakah ini yang dimaksud?”
Bai Wuchang mengulurkan tangan pucatnya, mengambil kitab itu dariku. Setelah memeriksa beberapa saat, ia mengangguk halus. Tanpa pamit, tubuhnya berubah menjadi asap putih dan menghilang di depan kami semua.
"Bangsat, pura-pura apa lagi! Pergi diam-diam, meremehkan siapa?!" Melihat Bai Wuchang pergi, pria gemuk itu mengumpat!
"Sudahlah, mereka sudah pergi, jangan bicara lagi." Aku berkata pada pria gemuk itu.
"Shisan, kamu juga cepat pulanglah, bukankah besok mau bersiap sekolah?" An Rushuang mengingatkanku.
"Baik." Aku menjawab singkat.
"San Ge, kamu sedang bicara dengan siapa? Kok aku selalu merasa ada sesuatu di sampingmu? Tadi Bai Wuchang juga terus bicara sendiri ke arah sampingmu." Pria gemuk itu bertanya dengan bingung.
"Istriku." Aku jujur menjawabnya.
"Shixiong, jangan ngaco deh. Di mana istrimu?" Pria gemuk itu melirik ke sekeliling sambil bertanya.
"Aku di sini." An Rushuang yang berdiri di sampingku tiba-tiba menampakkan wujudnya, tersenyum lembut pada pria gemuk itu.
"Goblog!! Shi...Shixiong, istrimu ini manusia atau hantu?!!" Pria gemuk itu kaget setengah mati, sementara Leizi yang pernah melihat An Rushuang sebelumnya tetap tenang.
"Hantu." Jawabku pada pria gemuk itu.
"Han...hantu secantik ini?" Matanya melotar tak percaya memandang An Rushuang.
"Shisan, aku kembali ke Giok dulu." An Rushuang melambaikan tangan pada pria gemuk itu, lalu berubah menjadi cahaya samar menyatu dengan liontin giokku.
“Shixiong, bagaimana cara kamu menikahi istri hantu itu?” Pria gemuk baru menyadari sekarang, melangkah maju dan menggenggam lenganku, bertanya dengan panik.
“Apa yang kamu mau?” Aku menatap pria gemuk itu.
“Dia mau menikahi satu juga, apa lagi?” Leizi yang selama ini di dalam mobil tiba-tiba menyela.
“Shixiong, jangan sembunyikan rahasia. Kita semua saudara. Istriku sudah kabur dengan orang, aku benar-benar butuh wanita... eh hantu perempuan. Tolong beri tahu aku.” Pria gemuk itu terus mendesakku.
“Boleh saja. Tapi kamu harus pertimbangkan matang-matang. Menikahi istri hantu tidak bisa pilih-pilih. Apa yang ketemu, itu yang dinikahi. Setelah menikah, umurmu minimal berkurang tiga puluh tahun, mungkin lebih. Kalau tetap mau, aku bisa antarmu sekarang.” Aku membujuk pria gemuk itu.
Mendengar ucapanku, pria gemuk itu terdiam. Setelah lama, baru menghela napas panjang:
“Ini... ini aku pikir dulu...”
……
Setelah pria gemuk itu mengantar kami ke rumahnya dengan mobil, kusimpan cek dengan rapi. Kami bertiga mandi bergiliran dan bersiap tidur.
Karena harus berlatih, ketika aku kembali dari lari, pria gemuk dan Leizi sudah tidur. Aku buru-buru mandi lalu keluar. Setelah masuk kamar, aku melirik Ginseng Halus yang kutaruh di ambang jendela. Bunga merah di atas Ginseng Halus itu sudah layu, berganti menjadi buah merah tembus cahaya yang berkilau seperti akik, membuat air liur langsung menetes saat memandangnya.
Melihat ini, aku segera mendekat dan memetik buah itu dari Ginseng Halus. Kubawa ke hidung dan hirup aromanya - wangi segar yang menggugah selera membuatku tak tahan untuk langsung menyantapnya.
Aroma harum mengalir dari perut ke tenggorokan. Tiba-tiba seluruh tubuh terasa panas, dan sesuatu hangat mengalir dari hidung. Setelah kuseka, ternyata itu darah.
Sial, ini benda apa sih?! Bertahun-tahun aku tidak mimisan, kok baru makan buah merah dari Ginseng Halus langsung keluar darah?
Dengan panik aku lari ke kamar mandi. Setelah berusaha keras, akhirnya mimisan berhenti. Tubuh masih terasa agak hangat, tapi tidak ada keluhan lain. Kantuk menyerang, akhirnya aku merebahkan diri dan tertidur...
"Besoknya, jam 6 pagi, kami bertiga langsung terbangun karena alarm. Alasan bangun sepagi ini karena hari ini aku dan Leizi mau berangkat sekolah bersama. Kebetulan si pria gemuk juga tidak ada kerjaan, jadi kami minta dia mengantar kami berdua."
Setelah mandi dan bersiap-siap, baru sadar kalau aku cuma punya baju yang melekat di badan. Selain diri sendiri, tidak ada barang bawaan sama sekali.
"San Ge, kamu lagi cari baju ya?" Leizi menghampiriku sambil bertanya.
"Iya, aku sampai lupa soal ini." Aku mengangguk.
"Kamu lupa, tapi ibumu tidak. Sebelum masuk sekolah, dia sudah menaruh semua barangmu di asrama kita. Lengkap semuanya." Kata Leizi padaku.
Mendengar ini, hatiku langsung hangat tersentuh. Nanti kalau sudah berkeluarga, harus lebih berbakti pada orangtua.
"Sudah siap? Kita berangkat?" Si pria gemuk mengibaskan kunci mobil ke arah kami.
"Yuk."
Mobil meluncur dari perumahan menuju Universitas Dongdian. Sampai di gerbang kampus, aku dan Leizi masing-masing beli martabak telur sambil jalan santai ke asrama.
Tapi yang bikin kesel, di hari pertama sekolah langsung jadi buah bibir se-kampus...
Kenapa?
Pas kami berdua jalan ke asrama, tiba-tiba ada cewek berwajah "dinosaurus" yang sengaja gesekan intim denganku. Belum habis shock, dia malah melayangkan senyum genit. Aduh, langsung mimisan aku melihatnya!
Adegan ini juga dilihat oleh banyak orang. Seperti kata pepatah, kabar baik tidak keluar dari pintu, tapi kabar buruk menyebar ribuan mil. Seketika itu, namaku langsung tenar di kampus. Bahkan ada orang iseng kurang ajar di Kuaishou yang merekam momen aku mimisan. Setelah itu, foto aku yang terlihat mimisan saat menatap teman perempuan "dinosaurus" itu menyebar di forum dan kampus...
Aku jadi malu setengah mati! Dasar Ginseng Halus sialan, bikin ayah malu!!
## Jilid Kedua Gunung Salju Kunlun
