Pada saat yang sama, aku tiba-tiba merasakan aliran udara panas dari Dantian dalam tubuhku. Panas ini langsung menekan api nafsu yang berkobar di sekujur tubuhku. Tangan yang sedang meraih ke arah dada Fang Ziyan pun berhenti di udara.
"Zuo Shisan, kamu... ada apa?" tanya Fang Ziyan yang masih terbaring di bawahku dengan tatapan penuh keraguan.
"Aku... tidak tahu. Sepertinya aku tidak seharusnya melakukan ini..." Pikiranku kacau balau. Meski wanita di bawahku ini sangat kusukai, entah mengapa hatiku merasa ganjil dan tidak tenang. Seolah-olah dengan melakukan ini, aku akan mengkhianati seseorang.
"Shisan, apa kamu tidak menyukaiku?" Mata Fang Ziyan yang penuh kelembutan menatapku.
"Aku menyukaimu..." Aku mengangguk sambil menatap wanita yang kucintai ini.
"Jujurlah padaku. Kamu lebih menyukai aku atau An Rushuang?" tanyanya lagi.
An Rushuang? Siapa dia? Mengapa hatiku bergetar aneh saat mendengar nama ini dari mulut Fang Ziyan?
"Shisan, cepat katakan padaku." Fang Ziyan mendesak saat melihatku diam.
"Kamu..." Aku memandangnya sambil bergumam.
"Kalau memang menyukaiku, mengapa tidak mengambilku? Aku juga sangat mencintaimu, melebihi segalanya..." Tangannya yang ramping tiba-tiba melingkari leherku.
“Namun tepat pada saat ini, perasaan aneh di hatiku kembali muncul. Seolah mengingatkan dan memperingatiku bahwa wanita di bawahku ini tak boleh kusentuh!”
“Tapi perasaan ganjil itu hanya sekilas, lalu digantikan oleh api nafsu dan hasrat. Kulemparkan pandangan ke Fang Ziyan di bawahku: wajah cantik, kulit putih mulus, tubuh menggairahkan. Yang terpenting, aku mencintainya. Jika kami saling mencinta, mengapa tak boleh?”
“Begitu pikiranku melayang, tubuhku pun mulai bereaksi...”
“Tapi yang tak kumengerti, mengapa di kedalaman mata Fang Ziyan yang cantik itu tersembunyi kecemasan dan kebohongan?”
“Bersamaan dengan itu, tiba-tiba teringat ucapan Master Qingfeng saat pertama kali belajar ilmu Tao darinya:”
“Di semesta luas, mungkin ada lebih banyak makhluk bijak daripada bintang. Batu tetaplah batu, manusia tetaplah manusia. Jangan terbuai oleh ilusi duniawi. Bertahanlah pada hati nurani. Jalan Tao dimulai dari sini. Hanya dengan menjaga kemurnian hati, kita mampu menangkal hantu dan roh jahat...”
“...dimulai dari hati, pertahankan kemurniannya...” gumamku dalam hati. Api nafsu perlahan mereda. Sebuah nama terlintas:
“An Rushuang!!”
“Aku ingat! Wanita yang kucintai adalah An Rushuang, bukan Fang Ziyan!!”
“Persis ketika pencerahan ini datang, suara familiar menggema dari belakang:”
“Zuo Shisan, sedang apa kau?!!”
Aku menoleh ke belakang, yang datang tak lain adalah An Rushuang yang kembali mencari aku!!
Saat melihatnya, hatiku bergetar, pikiran kosong, sama sekali tak tahu harus berkata apa atau menjelaskan apa.
Air mata mengalir di wajah An Rushuang saat ini. Matanya penuh keputusasaan menatapku lurus. Dua aliran air matanya seolah ditarik perlahan dari kedalaman jiwanya, mengalir di wajah pucat, membentuk lukisan kesedihan yang suram...
"Rushuang, jangan salah paham. Kejadian tadi bukan seperti yang kau bayangkan. Aku... bukan, tadi sama sekali bukan kehendakku..." Melihat An Rushuang yang terluka seperti ini, hatiku seperti teriris. Air matanya bagai spons yang perlahan menyedot habis jantungku.
"Kau masih berbohong! Lihat ke bawah sendiri! Kalau bukan kemauanmu, kenapa bisa begitu?!" Tatapan An Rushuang kini dipenuhi kekecewaan.
Aku melirik ke bawah dan melihat tenda yang tegak di celanaku. Hatiku langsung membeku. Sama sekali tak tahu bagaimana menjelaskan pada An Rushuang. Kesalahpahaman ini seperti konspirasi, dan kami berdua terjebak dalam perangkap ini!
"An Rushuang, kejadiannya bukan seperti yang kau pikir. Aku diracuni olehnya," aku berusaha menjelaskan dengan panik.
“Shisan, aku pernah bilang, aku tidak melarangmu punya pacar. Bagaimanapun, aku An Rushuang tidak bisa membantumu meneruskan keturunan keluarga. Tapi kenapa kau harus membohongiku? Berjanji akan memberiku kebahagiaan dan kedamaian, tapi kemudian kau sendiri yang merobeknya. Mungkin kau tak akan pernah mengerti betapa menyakitkannya seseorang jatuh dari surga ke jurang. Kau juga tak akan paham, ribuan tahun penantian hanya diganti dengan kebohongan. Seberapa pedih rasanya rasa sakit yang menyedot sumsum ini...” Saat ini An Rushuang menatapku dengan tampak tenang, tapi air matanya terus mengalir, menetes di baju putih saljunya, di tanah berdebu, dan juga di hatiku...
“An Rushuang, percayalah padaku! Apa yang kukatakan benar, sama sekali tidak bohong. Aku benar-benar diracuni olehnya!” Kataku sambil menunjuk Fang Ziyan yang masih duduk di rumput tanpa bicara.
An Rushuang mendengar ini, melirik Fang Ziyan lalu menatapku. Setelah lama terdiam, akhirnya dia memilih percaya padaku sekali ini. Perlahan dia berkata: “Lalu bagaimana kau bisa membuktikannya padaku?”
Mendengar pertanyaan An Rushuang, aku langsung membeku. Bagaimana aku harus membuktikannya?
Memikirkan ini, aku segera berlari ke arah Fang Ziyan, menggenggam lengannya dan menariknya bangkit dari rumput. Dengan suara menggelegar kuteriakkan: “Fang Ziyan! Cepat bilang ke An Rushuang bahwa semua tadi tidak benar! Kalau kau yang meracuniku!”
Tapi Fang Ziyan hanya terus menggelengkan kepala sambil menatapku:
“Zuo Shisan, kamu benar-benar mengecewakanku! Apa semua yang baru saja kamu katakan padaku adalah kebohongan?!” Saat berbicara, air mata mulai mengalir dari kedua matanya.
“Goblog!! Fang Ziyan, aku peringatkan kamu, katakan yang sebenarnya sekarang! Jangan paksa aku memukulmu!!” Aku benar-benar diliputi amarah, ingin merobek-robek wanita di hadapanku ini!
“Baiklah, Zuo Shisan, kamu tidak mau mengaku ya! Lalu siapa yang baru saja menindihku dan meraba-raba tubuhku?!” Tangis Fang Ziyan semakin menjadi, seolah dia sedang menghadapi seorang pria tak bertanggung jawab yang menghianatinya.
“Bangsat!! Fang Ziyan coba kamu ngomong sembarangan sekali lagi!!” Aku hampir gila mendengar kebohongan yang keluar dari mulutnya, langsung memaki tanpa kontrol.
“Cukup! Berhenti berdebat!” An Rushuang tiba-tiba mengaum ke arah kami. Ini pertama kalinya dalam bertahun-tahun aku mengenalnya, mendengar suaranya sekeras ini. Mungkin kali ini aku benar-benar melukai hatinya.
Tapi apa yang harus kulakukan? Di hadapan "Bukti" ini, semua penjelasan terasa sia-sia. An Rushuang masih mau memberiku kesempatan menjelaskan. Jika posisi kami ditukar, saat melihatnya ditindih pria lain tanpa perlawanan, mungkin aku sudah hilang kendali. Mana mungkin mau dengar penjelasan?
“Zuo Shisan... Mungkin manusia memang bisa berubah...” An Rushuang berkata dengan tenang. Suaranya lembut tapi penuh keputusasaan dan kesepian...
“Tidak, selamanya tidak akan. An Rushuang, aku mencintaimu, selamanya tidak akan berubah. Semua ini adalah konspirasi darinya……”
An Rushuang saat itu menggelengkan kepala dan berkata padaku: “Shisan, sebenarnya aku juga ingin percaya bahwa apa yang kulihat dan kudengar bukanlah kenyataan. Tapi kau sama sekali tidak membuktikan apa pun. Mungkin kau tidak tahu, tadi aku terus mengawasi dari kejauhan. Aku tidak melihat tanda-tanda obat dalam matamu. Saat itu kesadaranmu sangat jernih, dan kau terus berkata bahwa orang yang kau cintai adalah dia!!”
Mendengar perkataan An Rushuang ini, hatiku seperti digerogoti ribuan semut. Bibirku bergetar halus ingin menjelaskan pada An Rushuang. Tapi tepat saat itu, suara orang lain terdengar dari kejauhan masuk ke pikiranku. Kata-kata mistis dalam suara itu familiar, sama dengan mantra yang sebelumnya diucapkan Fang Ziyan. Namun kali ini yang mengucapkannya adalah seorang pria.
Di saat yang sama, pikiranku langsung membeku mengikuti mantra mistis yang diucapkan pria itu. Meski otakku masih sadar, tapi mulutku tak bisa terbuka.
“Shisan, apakah kau sudah tak punya kata-kata lagi untukku?” An Rushuang bertanya lagi saat melihatku terus diam.
Ingin berbicara tapi mulut terkunci. Melihat sorot mata An Rushuang yang semakin redup, seluruh tubuhku berkeringat dingin karena panik.
“Kau telah berubah, benar-benar berubah. Jika kau tak mau bicara lagi, aku tak akan memaksamu.” An Rushuang berputar sambil berubah menjadi cahaya pucat, terbang menjauh.
Meninggalkan rangkaian tetesan air mata yang beterbangan di udara.
Tepat pada saat itu, gelang yang melingkar di tangan kiriku tiba-tiba memancarkan sinar redup. Seketika aku bisa berbicara lagi. Aku segera berlari ke arah An Rushuang sambil berteriak: "An Rushuang! Jangan pergi!! Aku tak bisa kehilanganmu!! An Rushuang!! An Rushuang!! An Rushuang..."
Teriakanku terus menggema, namun setelah menunggu lama dia tak kunjung kembali. Penderitaan seperti ribuan semut menggerogoti tulang menyebar di seluruh tubuhku. Aku tak bisa menghindar, juga tak punya cara untuk melarikan diri. Kuangkat kepala, menarik napas berat, memaksa rasa pedih di matanya tak menjelma menjadi air mata. Namun gelombang ketidakberdayaan yang dahsyat menerpa, membuatku limbung. Aku tak punya kekuatan, juga tak punya alasan untuk mengikat An Rushuang agar tetap di sisiku.
Saat ini, aku takkan pernah melupakan momen ketika An Rushuang menitikkan air mata dan menunjukkan kekecewaannya padaku. Kepergiannya bukan hanya membawa masa depanku, tapi juga jiwaku...
