Dalam keadaan setengah sadar, kulihat beberapa sosok samar membawa rantai besi—seperti... seperti petugas neraka dari alam baka!
Mereka mendekatiku perlahan. Wajah mereka hitam legam dengan rupa yang mengerikan, berbicara dengan suara serak bernada sinis: "Zuo Shisan dari dunia Yang, kau telah menghukum mati hantu yin tanpa izin, mengganggu keseimbangan Yin-Yang. Kami diperintahkan menangkapmu ke neraka untuk diadili!" Rantai besar mereka gemerincing mendekat.
“Kalian siapa?! Atas dasar apa menangkapku?! Lepaskan aku!!” Meski para petugas neraka itu telah mengalungkan rantai besi di leherku, aku tetap menolak untuk menyerah, bergerak memberontak tak mau mengikuti mereka.
Di saat itulah, salah satu petugas neraka mendekatiku dan menampar wajahku dengan keras. Saat itu juga aku nekat, kalau sudah emosi, biar itu petugas neraka atau Raja Yama sekalipun, tetap kuhadapi!
Maka terjadilah perkelahian sengit antara aku dan petugas neraka itu. Kupegang kerah bajunya dan menyobeknya hingga terlepas. Petugas lain yang melihat langsung ikut menyerbu. Dalam hitungan detik, aku sudah terjatuh ke tanah, hanya bisa melindungi kepala dari hantaman.
Tiba-tiba salah satu prajurit Yin berseru menghentikan rekan-rekannya yang masih memukuliku:
“Berhenti! Semua berhenti!!”
“Ada apa?”
“Iya, kenapa? Aku belum puas menghajarnya. Dasar anak tak tahu diri, berani melawan kita! Nanti di alam baka akan kubuat dia menyesal!”
“Jangan bicara dulu. Lihat gelang yang dipakainya di pergelangan tangan ini!” Kata prajurit Yin itu sambil menunjuk tanganku.
“Ini... bukankah Qingyou...”
“Ssst! Jangan lanjutkan. Asal-usul anak ini tidak biasa. Kita tak boleh menangkapnya. Cepat laporkan ke Yin Si biar dia yang memutuskan hukuman.” Setelah berkata demikian, para prajurit Yin itu perlahan menghilang dari pandanganku...
“San Ge, San Ge, bangun, jangan tidur lagi……” Dalam keadaan setengah sadar, aku merasa ada yang terus mendorongku. Aku segera membuka mata dan melihat Leizi berdiri di samping kasurku.
Melihat Leizi, barulah aku tersadar bahwa sebelumnya itu hanya mimpi. Goblog, hampir saja membuatku mati ketakutan!
“San Ge, kenapa masih tidur? Sudah jam berapa ini? Pagi ini ada kelas Lao Geng, cepat bangun nanti terlambat.” Leizi berkata gugup sambil menatapku.
“Shisan, kemarin malam diam-diam pergi kencan sama Bunga Kelas Fang ya? Makanya pagi-pagi tidak bisa bangun.” Lao Huang bertanya sambil tersenyum nakal. Mereka belum tahu Fang Ziyan sedang dirawat di rumah sakit.
“Goblog pamanmu!” Aku memaki sambil bangkit dari kasur, berusaha mengingat mimpi tadi. Apakah petugas neraka yang datang mengait hun-ku tadi nyata atau hanya mimpi? Saat menunduk, kulihat seprai kasurku tiba-tiba ada sobekan kertas putih panjang. Setelah kuambil, aku langsung kaget!
Sobekan itu ternyata kerah baju dari kertas yang dipakai di mayat-mayat keluarga orang mati!
"Saat mengingat kembali sebelum aku mulai bertarung dengan para petugas neraka itu, aku merobek kerah baju salah satu dari mereka. Melihat kerah kertas putih di tanganku sekarang, aku langsung merinding. Ternyata mimpi semalam itu bukan mimpi biasa, melainkan pasukan hantu itu memanfaatkan mimpiku untuk benar-benar mengait rohku dan membawaku ke alam baka untuk diadili!
Hai! Takdir yang harus datang akhirnya tiba juga. Tidak bisa dihindari lagi. Untuk saat ini, kita hanya bisa melangkah selangkah demi selangkah.
Tapi yang masih membuatku bingung adalah, bagaimana para petugas neraka itu bisa mengenali gelang pemberian pria bertopi itu? Detail ini membuatku semakin penasaran dengan identitas pria bertopi bambu itu. Dia pasti bukan sekadar salah satu Tiga Zhenren dari Aliran Longhu, pasti ada identitas lain. Lalu untuk siapa dia bekerja? Atau siapa sosok di belakangnya yang selalu memberi perintah?
"Shisan, kenapa kamu tidak pakai baju terus duduk di situ?" Da Yaya bertanya sambil memandangiku.
"Nggak ada apa-apa." Aku menjawab sekenanya lalu mulai mengenakan baju.
"Eh Leizi, tolong hari ini kamu izinkan aku cuti sehari. Ada urusan." Aku berkata sambil memakai sepatu.
"San Ge, urusan apa?" Leizi bertanya dengan wajah bingung.
"Sudah, jangan banyak tanya. Tolong beri tahu Lao Geng saja. Urusan selanjutnya aku yang tangani." Kataku pada Leizi.
"Oke." Leizi mengangguk lalu kembali sibuk menata rambutnya.
Lao Huang mendekat lagi, berbisik: "Shisan, jujurlah pada kami. Apa cutimu hari ini untuk kencan dengan Bunga Kelas Fang? Kukira kau terlalu tega! Nilai Fang Ziyan jangan sampai kau rusak!"
Setelah mendengar perkataan Lao Huang, aku langsung mendorongnya ke samping:
“Bisa nggak kamu mengurangi pikiran kotor?! Hah! Kamu pikir semua orang sama sepertimu? Cepat pergi ke kelas, kurangin masturbasi nanti malem ginjelmu sakit!!”
Lao Huang malah berkata dengan wajah tak peduli: “Postur tubuhku ini, sangat kuat!”
Aku tersenyum dan tidak bicara lagi. Kalau hari biasa mungkin aku bisa membual dengan mereka, tapi hari ini sama sekali tidak ada mood. Setelah akhirnya ketiga mereka selesai bersiap dan bergegas ke kelas, barulah asrama menjadi tenang.
Sendirian di kasur, kukeluarkan lagi mutiara putih yang ditinggalkan Bai Ruotong. Darah di permukaannya masih terlihat, hanya warnanya agak menggelap.
Bangkit dari kasur, aku berjalan menuju toilet di kantor polisi. Dengan menggunakan air, aku mulai membersihkan darah yang menempel di atasnya sedikit demi sedikit. Sebenarnya darah yang sudah lama mengeras ini sangat sulit dibersihkan, tapi bahan mutiara ini aneh sekali. Setelah dibasahi air, dengan menggosok-gosokkan perlahan, noda darah di atasnya langsung terkelupas.
"Setelah membersihkan mutiara itu, aku kembali ke asrama dan mengeringkannya dengan handuk. Kumasukkan kembali ke saku, lalu mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Si Bekas Luka agar membantu memberitahu pihak sekolah mengurus cuti panjang."
"Tepat saat kuambil ponsel, tiba-tiba berdering. Kulihat layar—ternyata panggilan dari Master Qingfeng, guruku."
Tanpa pikir panjang, kuangkat telepon:
"Halo, Shifu?"
"Shisan, kau sedang kelas di sekolah?" suara Master Qingfeng terdengar di telepon.
"Tidak, aku di asrama sekarang. Ada apa, Shifu?" tanyaku bingung.
"Segera minta izin cuti dan kembali ke Kuil Qingzhu! Shibomu tiba-tiba bangun!!" suaranya terdengar panik.
Mendengar kabar itu, dadaku berdebar kencang. "Apa?! Master Lu... Master Lu hidup kembali? Benarkah? Shifu, kalian menemukan hun ketiganya?!"
Master Qingfeng menghela napas berat:
"Andai sudah ditemukan, takkan kusegawat ini. Justru karena hun ketiga belum ditemukan, tapi Shibomu sudah bangun—inilah yang aneh!"
Otakku langsung kacau. Bukankah kebangkitan dari kematian membutuhkan hun Langit, tanah, dan nyawa? Bagaimana mungkin Master Lu hidup hanya dengan dua hun?
“Shifu, ini sebenarnya bagaimana?” Semakin kupikir semakin bingung, akhirnya kutanyakan langsung.
Master Qingfeng tiba-tiba terdengar kesal di telepon, “Shisan, jangan banyak tanya dulu, cepat minta cuti dan pulang... Aduh! Nenek, itu komputer, jangan disiram air!!” Suara Master Qingfeng terputus tergesa-gesa. Dari percakapan terakhirnya, sepertinya ada seorang “nenek” yang sedang mengganggu di kuilnya?
Apakah “nenek” yang disebut Master Qingfeng itu Master Lu yang telah bangkit kembali?
Memikirkan itu, aku tak lagi membuang waktu. Segera kukenakan baju, pertama-tama menghubungi Si Bekas Luka untuk minta cuti panjang. Di telepon, Si Bekas Luka langsung menyetujui tanpa ragu. Setelah basa-basi sebentar, kututup telepon.
Kemudian kupersiapkan barang seadanya, bawa tas ransel, melompati tembok belakang asrama, menuju jalan raya. Kunaik taksi langsung ke Terminal Dongdian.
