Sepanjang hidupku, belum pernah sepelik ini memutuskan sesuatu. Bukan karena takut kehilangan tubuh. Jika dia benar bisa menyelamatkan An Rushuang seperti janjinya, tak hanya tubuh, nyawapun tak kusayangkan.
Yang mengganjal adalah: jika semua ini tipuan, suara ini memanfaatkan kelemahanku untuk mencuri tubuhku, lalu tak membantuku atau memang tak mampu, maka tubuhku bukan lagi milikku. Setelah itu, bahkan kesempatan bertarung mati-matian dengan hantu pria itu pun hilang.
Inilah hasil yang paling tak kuinginkan.
Siapa yang bisa memberitahu, apa yang harus kulakukan? Haruskah aku percaya pria ini?
"Sekeliling sunyi senyap, bau tanah dan daun yang membusuk terus menerus mengganggu sarafku, membuatku semakin sulit membuat penilaian yang tepat."
"Zuo Shisan, waktu dan kesabaranku tidak banyak. Terakhir kutanya - maukah kau membuat kontrak denganku? Kesempatan ini hanya sekali..." Suara tak sabar pria itu kembali terdengar dari gelang di pergelangan tanganku.
Tubuhku bergetar halus mendengar suara itu. Setelah merenung sejenak, kuhela napas panjang lalu memutuskan:
Setuju!
Entah dia menipu atau benar mengincar tubuhku, entah siapapun jati dirinya - selama ada secuil harapan menyelamatkan An Rushuang, tak boleh kulepaskan. Sekali-kali tidak!
Mungkin aku akan tertipu. Mungkin akan kusesali. Tapi jika tak kulakukan, penyesalan itu pasti lebih menyiksa! Menyesal sampai mati!!
"Huff~! ... Baik, sudah kuputuskan. Aku setuju." Perlahan kuangkat tangan kiriku, menatap gelang di lengan lalu mengangguk - penyerahan diri terakhir.
Seolah kudengar teriakan kemarahan tak berdaya dari dalam diriku. Namun realita kejam: tak ada manusia atau hantu yang membantu tanpa pamrih. Setiap makhluk egois. Jika diri tak kuat, apa lagi yang bisa kita lakukan selain menunduk, diam, dan menahan diri?
"Dalam hidup banyak orang, mereka akan menghadapi tekanan yang tak tertanggung dan pilihan yang sulit diambil. Tapi kita harus memilih, meski hasilnya tak sesuai harapan, dan sama sekali tak boleh lari secara pengecut—karena masih ada tatapan penuh harap dari keluarga dan teman-teman."
"Baik! Sekarang lihat ke bawah, perhatikan gelang di pergelangan tanganmu. Lihat ada satu manik yang bersinar?" Suara pria itu menatapku dan bertanya.
Kuperhatikan gelang hitam kuno di tangan. Benar, salah satu maniknya memancarkan cahaya hitam pudar samar. Meski tak terang, cukup jelas terlihat sekilas.
"Kulihat." Aku mengangguk.
"Segera iris jari tengah tangan kirimu, tempelkan darah di manik itu." Nada suara pria itu membuatku sangat tidak nyaman.
Tapi sudah terlanjur seperti menunggang harimau—tak bisa mundur lagi. Dengan menggigit gigi, kukeluarkan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks dari tas ransel, lalu menggoreskan luka di jari tengah tangan kiri.
Melepas gelang dari pergelangan tangan kiri, kutatap manik yang masih memancarkan cahaya hitam itu. Kutarik napas dalam, geretakkan gigi, dan langsung tekan jari tengah tangan kiri yang berdarah ke manik tersebut.
“Aku awalnya mengira saat menandatangani kontrak ini akan terjadi reaksi 'menggetarkan langit-bumi dan membuat hantu dewa menangis' seperti yang tertulis. Tapi setelah menekan jari tengah yang berdarah ke atas mutiara itu, aku menunggu beberapa saat. Tak ada perubahan selain angin sepoi-sepoi yang membawa beberapa daun kering berputar...”
“Sudah... selesai?” Aku menatap gelang tangan itu dengan perasaan bingung, bertanya dalam hati.
Tapi pria yang sebelumnya selalu berada di dalam gelang itu seolah menghilang. Lama tak ada suara yang berbicara padaku.
Seiring berjalannya waktu, langit yang semula gelap perlahan mulai terang. Harapanku yang sempat menggebu pelan-pelan meredup, meninggalkan kekecewaan yang membuat dadaku sesak.
“Sial! Kau penipu besar, keparat!!” Emosi dan amarah tak terbendung lagi. Aku mengayunkan gelang itu dengan kasar hendak menghancurkannya ke tanah.
Tiba-tiba, dari gelang itu merambat hawa dingin yang menusuk tulang. Energi itu bagai banjir bandang yang menyapu lengan, lalu menyebar ke seluruh tubuhku.
Saat itu juga, kurasakan kekuatan dingin nan dahsyat bergerak liar dalam tubuh. Badanku seakan mulai dikuasai oleh kekuatan tak kasat mata ini...
"Tidak tahu sudah berapa lama berlalu, seluruh tubuhku mulai terasa dingin yang mematikan, menusuk tulang sumsum. Namun di tengah kedinginan itu, kurasakan pula kekuatan tak terbatas mengalir dalam tubuhku bagai binatang purba, memicu gelora pembunuhan yang meluap!"
Kedua matanya dipenuhi amarah dan dahaga darah.
"Aku... apa yang terjadi padaku?" Aku menunduk, memandangi tubuh yang akrab namun terasa asing ini, bertanya pada diri sendiri.
"Jangan tanya kenapa! Mulai sekarang tubuh ini bukan milikmu lagi. Rasakan kekuatan luar biasa yang kuberikan? Pergilah! Kutepati janjiku: sebelum kau menjadi diriku, bantu aku merebutnya kembali!!" Suara pria itu kembali bergema.
Mendengar ucapannya, segalanya kulepaskan. Tak sempat bertanya lagi. Hanya satu tujuan: Menyelamatkan An Rushuang!!
Mataku menyapu sekeliling. Di sebelah kiri, terdeteksi pancaran Energi Yin yang nyaris tak kasatmata - mustahil terlihat olehku sebelumnya.
Melihat jejak tipis itu, tak ada waktu untuk ragu. Tubuhku bergerak refleks mengejarnya.
"SWIS!!" Saat berlari kencang, perubahan pada diriku sendiri membuatku terkejut. Kecepatan lari ini bukanlah kemampuan manusia biasa! Padang rumput dan pepohonan melesat mundur bagai diterbangkan angin. Satu lompatan mampu mengangkasa sejauh beberapa zhang!
Di tengah keterkejutan, sensasi tak terlupakan menyelimuti seluruh tubuh. Tanpa sadar langkahku semakin cepat, memburu jejak Energi Yin itu dengan dahsyat.
An Rushuang, tunggu aku, aku datang menyelamatkanmu!!
……
Energi Yin yang selama ini kukejar awalnya bergerak lurus, tapi tak sampai beberapa menit kemudian, aku melihatnya berbelok menuju jurang gunung yang sangat dalam.
Melihat ini, tanpa ragu aku langsung mengejarnya. Setelah melewati jurang yang tidak terlalu lebar itu, langit mulai terang samar. Namun sepertinya cuaca hari ini buruk, cahaya matahari tetap tak bisa menembus Hutan Lebat di bawah ini.
Di balik jurang itu, terhampar pegunungan yang sangat luas. Energi Yin yang kukejar terus mengalir lurus menuju pegunungan tersebut.
Melihat ini, aku langsung berlari ke arah pegunungan itu. Jaraknya tidak jauh, baru beberapa langkah aku berlari, sudah sampai. Aku mengikuti energi Yin ini hingga ke kaki tebing besar, lalu mulai mengamati dengan cermat.
Kuperhatikan energi Yin itu berkelok-kelok menuju salah satu cekungan gunung. Kukejar lagi, sampai di tengah cekungan itu. Semakin dalam aku masuk, rasa energi Yin di sekitarku semakin pekat.
Cekungan gunung ini tidak terlalu dalam. Di ujungnya, kulihat sebuah gua yang sangat tersembunyi. Sekelilingnya dipenuhi rumput liar dan pepohonan. Kalau bukan karena ada energi Yin yang membimbing, mustahil terlihat oleh mata telanjang.
Apakah ini sarang hantu pria itu?
Sambil berpikir, aku berlari ke arah sana. Saat sampai di mulut gua, kulihat ke dalam. Entah kenapa, energi Yin itu tiba-tiba terputus di sini.
Seolah energi Yin itu sama sekali tidak masuk ke dalam gua ini...
“Trik kecil, dia ada di dalam gua itu.” Suara pria itu kembali terdengar, mengingatkanku.
Aku mengangguk, tidak banyak bertanya, lalu melangkah masuk. Meski mulut gua ini tidak besar, semakin ke dalam semakin luas dan lega.
Sejak masuk ke gua ini, aku mulai berhati-hati. Seberapapun kuat kekuatan yang diberikan pria itu, aku tidak boleh sembrono atau meremehkan musuh.
Semakin masuk, gua menjadi semakin gelap sampai benar-benar gelap gulita. Saat aku hendak mengeluarkan senter dari tas, tiba-tiba kakiku menginap sesuatu yang lunak, membuatku kaget.
