“Hehehe... Aku benar-benar tidak menyadari, cewek ini ternyata punya sifat aneh, cocok dengan seleraku, semakin aku suka...” Lao Lu meski tertembak oleh Zhao Man sebelumnya, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda luka, nada bicaranya mengandung nuansa menggoda.
Mendengar perkataan Lao Lu, alis Zhao Man langsung mengerut, mulutnya terkunci rapat, tangan yang memegang pistol mencengkeram erat lalu perlahan mengangkat sedikit. Kali ini dia membidik kepala Lao Lu, berniat langsung meledakkannya di tempat!
Memang benar, wanita ini bukan main-main, apalagi Zhao Man yang memiliki harga diri sangat tinggi.
Lao Lu juga menatap ke arahku dan Zhao Man. Meski melihat pistol Zhao Man kembali membidiknya, dia tidak panik atau takut, malah mulai melangkah besar-besaran mendekati kami berdua.
Pistol di tangan Zhao Man dianggapnya seperti barang pajangan.
Melihat ini, sorot dingin muncul di mata Zhao Man. Pelatuk pistol ditarik, "Braak!!" Di kegelapan, peluru melesat membawa jejak api menuju kepala Lao Lu!
"Braak!" Saat peluru menghantam kepala Lao Lu, terdengar suara gedebuk kecil. Kepala Lao Lu terlempar ke belakang, karena jarak yang dekat, seluruh tubuhnya bahkan terdorong mundur dua langkah.
Tapi meski kepalanya tertembus peluru, Lao Lu tetap tidak jatuh.
Zhao Man yang selama ini berada di sampingku mendengus dingin melihat perubahan pada Lao Lu. Dengan lompatan gesit, ia menerjang ke arah Lao Lu sambil mengeluarkan rantai besi mengilap dari tubuhnya.
Dalam sekejap kilat, Zhao Man sudah berlari ke depan Lao Lu. Kedua kakinya melompat tinggi, seluruh tubuhnya melayang di udara. Kedua kakinya dengan cepat melilit leher Lao Lu, kemudian rantai besi berkilauan di tangannya langsung dikencangkan di leher Lao Lu. Seketika itu juga ia berhasil menguasainya.
Melihat hal itu aku tak bisa tinggal diam. Segera kukeluarkan pisau belati "Naga Lilin dan Burung Feniks" dari tas ransel, lalu langsung berlari ke sana.
Zhao Man saat ini sudah menguasai Lao Lu dengan erat-erat, sepasang paha panjang yang bulat dan kokoh melilit kedua lengan Lao Lu. Rantai besi di tangannya sekaligus mencekik lehernya. Baru sekarang aku menyadari, rantai yang dipegang Zhao Man sebenarnya adalah rangkaian lempengan besi tajam seperti pisau. Saat ini semua lempengan besi itu telah menyatu ke dalam daging leher Lao Lu, membuat lehernya tampak daging hancur berdarah.
"Kak Zhao, mau membunuhnya?!" Meskipun ini bukan pertama kalinya aku membunuh, tapi saat benar-benar harus menghadapi pembunuhan, hatiku kembali ragu. Walau Lao Lu dihadapanku ini adalah pemelihara mayat terkutuk, tapi bagaimanapun dia juga manusia hidup.
“Serang sampai mati! Ini sudah saatnya kau masih punya belas kasihan?! Malam ini jika bukan kita yang membunuhnya, dialah yang akan mengambil nyawa kita berdua!!!” Zhao Man yang sedang menahan Lao Lu langsung meledak marah setelah mendengar perkataanku, berteriak keras kepadaku.
Setelah mendengar perkataan Zhao Man, aku segera membalas, menggigit gigi dan membidik dada Lao Lu, lalu menusuk dengan keras menggunakan Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks di tanganku.
Namun yang tak kusangka, meski Lao Lu sedang ditahan oleh Zhao Man, kekuatan tubuhnya luar biasa besar. Dalam situasi kritis hidup-mati, dia tiba-tiba mengerahkan seluruh tenaga untuk bergerak ke kanan bersama Zhao Man, membuat pisau belatiku nyaris mengenai paha Zhao Man sehingga terpaksa berhenti di tengah jalan.
Melihat ini, aku segera melangkah maju, meraih lengan Lao Lu dengan tangan satunya, lalu kembali menusuk ke arah perutnya.
"Pshh!~" Terdengar suara, tanganku langsung terasa dingin. Pisau belati itu menancap sempurna di perut Lao Lu, darah segar langsung menyembur keluar. Namun dalam kegelapan malam, warna darah itu sama sekali tak terlihat. Yang membuatku bingung: bukankah darah manusia seharusnya hangat? Mengapa darah yang menyembur dari tubuh Lao Lu ke tanganku justru dingin?!
Meski untuk sementara aku tak bisa memahami apa yang terjadi, aku harus menekan pertanyaan ini dalam hati. Karena saat ini bukan waktu untuk berpikir, yang mendesak sekarang adalah membunuh Lao Lu ini terlebih dahulu.
Dalam sekejap, aku segera menarik Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks yang tertancap di perut Lao Lu, lalu mengangkat lenganku kembali dan menusuk keras ke arah dadanya.
Dari jarak sedekat ini, dengan Zhao Man dan aku bersama-sama menahannya, seharusnya serangan ini pasti tepat sasaran. Namun di luar dugaan, saat pisau belati hendak menikam, Lao Lu tiba-tiba berubah menjadi makhluk lain. Deretan taring tajam tumbuh dari mulutnya sambil mengeluarkan raungan aneh, tenaga di tubuhnya melonjak drastis dan dengan sekali hentakan melemparkan kami berdua menjauh.
Nasibku masih baik, terhempas beberapa kali berguling di tanah lalu bisa bangun. Kulihat Zhao Man terpental jauh hingga tubuhnya menghantam batang pohon sebesar paha, lalu jatuh ke tanah bersama dedaunan yang berhamburan disertai erangan berat.
Tanpa peduli wujud Lao Lu yang sudah berubah, aku segera berlari ke arah Zhao Man. Sampai di dekatnya, kulihat garis darah mengalir di sudut bibirnya. Seluruh tubuhnya gemetar saat ia berusaha bangun, namun jatuh kembali.
“Saudari Zhao Man, aku akan membantumu bangun.” Aku berkata sambil menyangga Zhao Man dengan satu tangan, perlahan menariknya dari tanah.
Setelah berdiri dengan bantuanku, Zhao Man segera melepaskan tanganku dari tubuhnya, terengah-engah menatap ke arah Lao Lu. Aku pun ikut memandang ke sana.
Lao Lu kini memiliki kulit seluruh tubuh berwarna merah keunguan. Sepasang taring seperti Zombie menyembul dari sudut mulutnya. Matanya memancarkan sinar sial berwarna darah, dada berdegup kencang, sekujur tubuh diselimuti Energi Yin hitam pekat. Tatapannya terkunci tajam pada Zhao Man dan diriku.
“Saudari Zhao Man, apakah si pemelihara mayat itu... masih manusia sekarang?” Aku bertanya pada Zhao Man sambil memandang transformasi mengerikan Lao Lu.
Zhao Man menjawab sambil terengah, “Kamu dengan Yin Yang Yan saja tidak bisa melihatnya, bagaimana aku bisa tahu? Yang pasti dia jelas-jasad bukan manusia sekarang.”
Bukan manusia? Hatiku dipenuhi keheranan.
“Hmph, rupanya aku meremehkan kalian tadi,” suara Lao Lu menggema. “Tapi ini justru membuatku semakin tertarik padamu. Namamu Zhao Man, ya? Hehehe... Nanti saat kujadikanmu mayat hidup, pasti akan kuperlakukan dengan ‘istimewa’...” Jarinya mengelus lehernya sendiri, lalu mengendus bau jari itu. Dari awal sampai akhir, matanya tak sekalipun berpaling dari Zhao Man. Di kedalaman tatapannya, kulihat hasrat yang menyala-nyala...
"Aku bisa melihat Zhao Man yang berdiri di sampingku malam ini sedang dalam suasana hati yang sangat buruk. Sebenarnya, wanita mana pun yang punya harga diri pasti tidak akan merasa senang digoda sepanjang malam oleh pria paruh baya yang janggal seperti ini. Apalagi wanita seperti Zhao Man, mungkin sudah mencapai batas toleransinya. Dari sorot matanya yang menatap Lao Lu, aku bisa melihat niat membunuh yang sangat kuat dan pekat.
"Shisan, kamu belum pernah menyentuh wanita kan? Sekarang ada kencing tidak?" Tiba-tiba Zhao Man menepuk pundakku pelan, memegang peluru berkepala hitam sambil menatapku.
Mendengar pertanyaan Zhao Man, harus kuakui aku memang merasa agak ingin kencing. Aku mengangguk padanya.
"Kencing perjaka-mu di peluru-peluru ini, cepat! Aku yang akan menahan dia." Zhao Man langsung menyodorkan peluru-peluru itu padaku.
Aku tahu ini bukan saatnya untuk sungkan. Setelah menerima peluru dari Zhao Man, aku segera berbalik meletakkannya di tanah dan membuka celana.
Tapi persis saat itu, tiba-tiba kudengar suara langkah kaki sangat cepat mendekat dari belakang. Lao Lu datang!
Mendengar derap langkah itu, yang tadinya sudah sulit kencing jadi semakin tidak bisa karena gugup. Baru mau menoleh, Zhao Man di sampingku sudah meletuskan beberapa tembakan berturut-turut, lalu menerjang ke arah Lao Lu.
Sialan, Adik, jangan sampai kau gagal di saat genting, Bung! Cepat kencing!
Sambil berpikir, aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan kegelisahan yang menguasai diri...
