“Oke! Peralatannya sudah kubawa semua!” Pria gemuk mengeluarkan dua sekop lipat dari Tas-nya dan melemparkan satu ke arahku.
Aku menerima sekop besi itu. Kami berdua masing-masing memegang sekop, mencari area yang tanahnya lebih rendah dan gembur di sekitarnya untuk mulai menggali.
Pertama kami membersihkan ranting dan daun busuk di sekitar lokasi. Kemudian aku dan pria gemuk mulai menggali bergantian. Meskipun tanah di hutan lebat ini lembab dan belum pernah diinjak manusia, namun terlalu banyak akar pohon berbelit di bawahnya yang membuat penggalian tak kalah sulit dibanding daerah lain.
Setelah lebih dari setengah jam, kami berdua sudah ngos-ngosan dan berkeringat deras. Lubang sedalam hampir satu meter akhirnya selesai, seharusnya sudah cukup aman.
Setelah selesai menggali, kami beristirahat sebentar sebelum berdiri untuk memasukkan mayat Lao Lu bersama mayat hidup yang bermutasi itu ke dalam lubang.
Sebelum melemparkan mayat, Master Qingfeng mengeluarkan Pedang kayu persik dari jubahnya sebagai antisipasi. Beliau menusuk titik vital di dahi kedua mayat tersebut, baru kemudian menyuruh kami menyeret jenazah-jenazah itu ke dalam lubang kuburan.
Setelah berjuang keras, akhirnya aku dan pria gemuk berhasil mengubur Lao Lu bersama mayat mutasi yang berubah. Setelah menginjak-injak tanah hingga padat, kami menutupinya dengan daun-daun kering sebelum akhirnya merasa lega.
Master Qingfeng melihat kami sudah selesai dan berkata, "Kalian beristirahat dulu. Aku akan kembali ke Zhao Man untuk membahas sesuatu. Ikuti nanti." Beliau lalu berjalan sendirian menuju perkemahan tempat tenda kami dipasang.
Aku dan si gemuk yang kelelahan duduk di atas gagang sekop, beristirahat di tempat.
Meski banyak nyamuk "bzzz-bzzz" beterbangan, kami terlalu letih untuk mengusirnya. Bahkan mengangkat tangan pun malas.
Si gemuk sambil terengah-engah mengeluarkan rokok dari saku, menyalakannya, menghirup dalam-dalam sebelum bertanya, "Shixiong, kuburan sudah digali, mayat dikubur. Sekarang bisakah kau jelaskan apa sebenarnya yang terjadi? Bagaimana Lao Lu mati?"
Aku pun menceritakan semua kejadian: kedatangan Lao Lu, pertarungan sengit, pemulihan kemampuan An Rushuang berkat jamur mayat dalam peti mati, selama kami beristirahat.
Pria gemuk duduk di samping seolah-olah terhanyut mendengar cerita, sampai rokok di tangannya habis terbakar dan melukai jarinya, baru dia sadar. Dengan jerit kesakitan, dia segera melemparkan puntung rokok yang tersisa ke tanah.
Seolah belum puas, dia langsung mengambil sebatang rokok lagi dari kotaknya, menyalakannya, menghirup sekali, lalu menatapku bertanya: "Shixiong, kalau menurutmu begitu, berarti istri hantu mu itu bisa melindungi kita kedepannya, ya?"
Mendengar pertanyaan pria gemuk itu, aku hanya tersenyum tanpa menjawab. Dalam hati kuberpikir, masa depan memang sulit diprediksi. Jika kita hanya menghadapi musuh kecil sih tidak masalah, tapi kalau sampai bertemu monster di gelangku atau arwah lelaki berumur seribu tahun seperti Lingxi yang dulu, An Rushuang sekarang jelas bukan tandingan mereka.
Lagipula, bagaimanapun juga An Rushuang adalah perempuan, istriku. Aku tidak boleh terus-terusan bergantung padanya. Bukan karena alasan lain, tapi karena aku ini pria sejati, lelaki yang punya nyali.
Setiap pria memiliki naluri alami untuk melindungi orang yang dicintainya. Aku juga begitu. Aku tidak ingin selamanya seperti burung kecil yang terus berlindung di bawah naungan pohon besar An Rushuang.
Karena itu, tekadku semakin kuat. Sayangnya, aku tidak hidup di dunia virtual. Di dunia nyata ini ada aturan tak tertulis: mudah menetapkan tujuan, tapi sangat sulit untuk konsisten menjalani dan mewujudkannya.
"Tapi tak peduli seberapa panjang dan sulit jalan ini, sejak saat Kakek-Nenekku dibunuh, aku sudah bertekad bulat. Jalan ini harus kutapaki sampai titik akhir, bahkan jika harus menabrak tembok selatan, aku akan hancurkan tembok itu dan terus melangkah!"
Karena aku pernah berjanji pada diri sendiri, harus menjadi kuat, takkan membiarkan orang yang kusayangi terluka lagi.
Sebenarnya, kadang aku sendiri memaki diri. Mengapa meski sudah berjuang mati-matian dan berusaha keras, justru semakin menjauh dari target yang kutetapkan sebelumnya? Berkali-kali harus meminta bantuan orang lain.
Apakah aku yang stagnan? Atau lawan-lawan yang kuhadapi semakin kuat?
Saat aku sedang merenungkan masa depan hidup, pria gemuk di sampingku tiba-tiba mendorongku: "Shixiong, sedang memikirkan apa?"
"Tidak ada. Rokokmu sudah habis? Kalau sudah, kita harus kembali, jangan sampai mereka khawatir." Aku menoleh memandangnya.
Pria gemuk itu segera membuang rokoknya ke tanah, menginjaknya dengan kaki, lalu berdiri membawa sekop: "Sudah, mari kita pulang."
……
Ketika kami kembali ke kamp sementara, kulihat Zhao Man dan Master Qingfeng sedang berbisik di samping api unggun. Lu Yu yang tak tahu kapan sudah bangun, asyik memunguti ranting kering dan melemparkannya ke api unggun sambil bermain sendiri.
“Kakak, kamu sudah pulang?” Lu Yu melihat aku dan pria gemuk, segera mengangkat kepala bertanya, sudut bibirnya naik perlahan sambil tersenyum gembira. Dua lesung pipi kecil yang samar muncul di wajahnya, seolah dia sedang bermain petak umpet dan tiba-tiba berhasil menangkapku.
Melihat ekspresi lucu Lu Yu ini, aku tak tahan ikut tersenyum padanya. Aku berjalan mendekat dan berbisik lembut: “Kakak sudah pulang. Kamu sudah makan? Lapar tidak?”
“Sudah.” Kata Lu Yu sambil terus berjongkok melempar ranting kering ke tumpukan api unggun. Dia seperti anak-anak yang suka bermain api, selalu punya rasa ingin tahu terhadap nyala api.
Zhao Man melihat aku dan pria gemuk kembali, segera menyuruhku meletakkan sekop yang kubawa, lalu memintaku segera mendekat.
Saat aku mendekat, Zhao Man sedang memegang kotak P3K kecil. Dia menyuruhku melepas seluruh baju bagian atas dan menggulung celana, lalu mulai memeriksa luka-luka di tubuhku.
Setelah baju dilepas, dari penjelasan Zhao Man, untungnya sebagian besar lukaku hanya lecet, kedalaman lukanya tidak parah. Setelah didesinfeksi dan diolesi obat, sudah cukup. Tapi meski begitu, setelah mengobati semua lukaku, Zhao Man mengeluarkan obat antiradang dan menyuruhku meminumnya untuk mencegah komplikasi.
Setelah minum obat, Zhao Man mengeluarkan sebungkus dendeng dari tasnya dan membagikannya ke kami semua. Begitu melihat daging, mata pria gemuk itu langsung berbinar seperti mata serigala. Setelah menerima dendeng, dia buru-buru kembali ke tenda, mengeluarkan sebotol Er Guo Tou lalu duduk sendiri sambil menyantap daging dan minum arak bergantian. Hidupnya benar-benar seperti dewa...
Setelah makan, Zhao Man menyuruh kami semua beristirahat di tenda terlebih dahulu sementara dia berjaga malam pertama. Kami tak bisa menolak, akhirnya menurut dan kembali ke tenda. Merasa sangat lelah dan mengantuk, aku hanya melepas sepatu tanpa sempat membuka baju dan celana, langsung merebahkan diri di atas sleeping bag dan terlelap.
Keesokan paginya, saat aku dan pria gemuk dibangunkan Master Qingfeng dan keluar dari tenda, hari sudah terang benderang. Cuaca hari ini sangat cerah, sinar matahari berlimpah. Meski berada di bawah hutan lebat, kami masih merasakan kehangatan cahaya matahari yang menyinari tubuh, sangat nyaman dan menyenangkan.
Setelah beberapa hari berada di lingkungan lembap dan dingin, cuaca seperti ini membuat kami merasa sangat rileks dan damai. Seluruh tubuhku seolah dipenuhi energi baru. Dengan cuaca sebaik ini, pasti kecepatan perjalanan kami tidak akan lambat.
Kami berlima berkumpul untuk sarapan pagi terlebih dahulu, kemudian membereskan tenda dan peralatan sebelum kembali menyusuri jalan yang sama saat datang. Sambil berjalan pulang, diam-diam aku mulai menyusun rencana pribadi:
Setelah kembali, pertama-tama pahami kitab 《Xuan Huang Di Jing》, lalu pergi ke Gunung Kunlun untuk mencari buah Qiqiaolinglong yang dibutuhkan untuk menghidupkan kembali An Rushuang.
Tentu saja, selama dalam perjalanan dan merencanakan, aku juga terus memikirkan beberapa masalah yang terjadi sebelumnya:
Di manakah letak Hun ketiga Master Lu? Akankah hantu laki-laki berusia seribu tahun itu kembali mengganggu? Makhluk apa sebenarnya yang sebelumnya berada di gelangku dan ingin membuat perjanjian denganku - manusia, hantu, atau entitas lain? Mengapa terkadang aku bisa menggunakan jurus Lóng Hŭ Qī Shè Yìn, tapi di waktu lain tidak?
Di mana hantu yin Xiangtian asal Jepang itu bersembunyi sekarang. Apa hubungan Bai Ruotong dengan jenazah perempuan di makam kuno itu. Apa tujuan sebenarnya Pria Bertopi mengikutiku. Serta siapa sebenarnya orang yang memberikanku Kutukan Hantu Yin setelah aku keluar dari makam kuno itu?
Pertanyaan-pertanyaan ini terus muncul di pikiranku, membuat pikiran semakin berat.
