Memikirkan semua ini, jiwaku tak bisa tenang. Beberapa hal seolah bisa kuraba ujung benangnya, tapi tetap tak terjawab. Semuanya seperti jaring tak kasat mata yang menjerat kami, dengan sosok atau kekuatan tak terlihat yang mengendalikannya dari belakang layar.
Aku bagaikan seekor ikan dalam jaring raksasa ini, ingin melawan takdir tapi tak berdaya.
"Perasaan ini muncul dari dasar hatiku, membuatku merasa sangat tertekan. Seolah-olah ada sepasang cakar setan tak kasat mata yang tiba-tiba muncul, mencengkeram erat seluruh tubuhku hingga aku sulit bernapas."
Semakin kupikirkan, perasaan ini semakin kuat. Akhirnya kucoba mengesampingkan semua pertanyaan ini untuk sementara, memaksa diri tidak memikirkannya. Kuperhatikan lingkungan sekitar untuk mengalihkan perhatian, tapi pikiran tetap kembali ke masalah-masalah itu.
"Pria gemuk, bukannya kamu bilang jago nyanyi? Sekarang saatnya kita jalan membosankan ini, ini kesempatanmu unjuk suara." Tiba-tiba terpikir menggunakan nyanyian si gemuk untuk mengalihkan pikiranku.
Si gemuk langsung menoleh dan membalas, "Shixiong, Bisa nggak kamu bicara dengan nurani?!"
"Ada apa?" tanyaku.
"'Jago nyanyi'?! Hapus kata 'kah'-nya! Cuma karena sibuk aja biasanya. Kalau aku ikut The Voice of China, demi langit, nggak usah tiga detik, para juri pasti langsung putar badan buat Pangye!!" Si gemuk mulai mengarang lagi...
Mendengar omongannya, kutunggangi:
"Sudah deh, tiga detik? Intro lagu aja belum selesai!"
Si gemuk mencibir, "Shixiong jangan sok. Mau dengar Pangye nyanyi di sini?"
Zhao Man tersenyum kecil mendengarnya:
“Boleh, kamu latihan, kami dengar, lihat apakah kamu benar-benar tidak berbohong.”
Pria gemuk mendengar perkataan Zhao Man, buru-buru membersihkan tenggorokannya, menelan ludah beberapa kali, terbatuk kering beberapa kali, lalu mulai bernyanyi keras:
“Aku memandang ke atas, di atas bulan, berapa banyak mimpi terbang bebas, kemarin terlupa ah, angin mengeringkan kesedihan, aku ingin bertemu lagi denganmu di jalan yang luas tak berujung...”
“Berhenti!!” Mendengar suara serak pria gemuk itu, aku hampir terjatuh, buru-buru menghentikannya. Nyanyiannya benar-benar bisa menyaingi Leizi!
“Ada apa?” Pria gemuk masih terlihat percaya diri sambil menatapku bertanya.
“Ban mana yang pecah?!” Master Qingfeng yang berjalan di depan tiba-tiba menoleh ke pria gemuk.
“Ban pecah apa?” Pria gemuk masih belum paham situasi.
Zhao Man melihat pria gemuk sambil bercanda: “Kamu benar-benar punya bakat meniru lolongan serigala, sudah latihan bertahun-tahun ya?”
“Apa? Aku meniru serigala?! Kalian ini tidak punya selera musik ya? Lolongan serigala kalau seenak suaraku, manusia masih pantas hidup?”
Melihat ekspresi "polos" pria gemuk ini, aku tidak tega menyakitinya lagi, lalu diam.
Sementara Lu Yu di samping langsung blak-blakan: “Paman Gemuk, suara nyanyianmu benar-benar tidak enak didengar!”
“Apa?!!” Pria gemuk langsung tersinggung mendengar perkataan Lu Yu.
“Dia bilang nyanyianmu tidak enak,” tambahku sambil tertawa.
Pria gemuk menggelengkan kepala:
“Bukan, maksudku panggilan apa yang dia ucapkan tadi? Adik kecil Lu Yu, kamu tadi memanggil kakak apa?” Pria gemuk yang bermuka tebal ini sengaja menekankan kata "kakak" dengan suara keras saat bertanya pada Lu Yu.
“Memanggilmu Paman Gemuk!” Lu Yu tetap tenang, menatap pria gemuk itu dengan mata besar lugu yang berkilauan dan mengulangi dengan serius.
“Hancur, hancur, hidupku kedepan sudah rusak, terlalu suram. Dipanggil paman ya sudah, tapi dia masih kurang puas harus menambahkan kata 'gemuk' di depannya! Warisan tradisi baikku ini semuanya dirangkum dalam satu kalimatnya...”
Mendengar ucapan pria gemuk, aku tak tahan tertawa: “Sudahlah, cepatlah kita jalan. Hemat tenagamu, nanti di depan masih perlu kau yang membuka jalan.”
Setelah bercanda sebentar dengan pria gemuk, hatiku terasa lebih ringan. Hal-hal menekan tadi perlahan kulupakan.
Sebenarnya aku tahu, meski suara nyanyian pria gemuk tidak terlalu merdu, tapi pasti tidak sekacau hari ini. Dia sengaja menghibur karena melihat aku sedang ada beban pikiran.
Memandang siluet tiga orang - pria gemuk, Zhao Man, dan Master Qingfeng yang berjalan di depan, dalam hati kuucapkan: Terima kasih!
……
Kami berlima terus berjalan menyusuri jalan yang sama hingga siang hari. Setelah beristirahat sejenak dan makan seadanya, perjalanan dilanjutkan kembali.
Baru berjalan sebentar di sore hari, Lu Yu sudah mulai mengantuk. Aku terpaksa melemparkan tas ranselku ke pria gemuk itu dan menggendongnya melanjutkan perjalanan.
Sebenarnya meski terlihat gemuk, fisik pria itu sama sekali tidak lemah. Jika bukan karena latihan intensif setiap hari, baik stamina maupun daya tahan, aku pasti takkan bisa menyainginya.
Meski dipandu Zhao Man yang ahli ekspedisi alam, arah utama kami kembali benar, namun jalur kami sedikit menyimpang. Saat sampai di area semak-semak yang lebat, jejak jalan yang kami buka sebelumnya sama sekali tak terlihat.
Akhirnya pria gemuk itu kembali mengangkat golok pembuka jalan dan berjalan di depan.
Meski stamina pria gemuk itu bagus, ia bukan robot. Setelah lebih dari satu jam berjalan di belakangnya, kulihat keringat mengucur deras membasahi bajunya, napasnya semakin tersengal.
Melihat ini, aku meminjam perban dari Zhao Man untuk mengikat Lu Yu di punggungku. Dengan kedua tangan bebas, aku merebut golok dari pria gemuk itu dan memimpin jalan.
Semak-semak di sekeliling sangat rapat, berkelompok-kelompok dengan tanaman merambat yang menjerat kaki. Meski membawa golok tajam, tetap saja sulit membuka jalan.
Tapi berkat latihan intensif selama ini, baik stamina maupun daya tahanku telah meningkat pesat. Meski lelah, aku masih bisa bertahan.
Begitulah, aku terus membuka jalan dengan parang di tangan sampai akhirnya berhasil keluar dari semak-semak ini. Meskipun sangat lelah, setidaknya bagian jalan tersulit ini telah kami lewati.
Berdasarkan rute perjalanan datang dan estimasi kecepatan saat ini, jika tidak ada halangan, paling lambat besok sore kami akan berhasil menembus Hutan Lebat Gunung Erkou dan kembali ke dunia beradab.
Setelah melewati semak-semak di belakang, Zhao Man kembali memimpin dengan peta dan kompas penunjuk arah. Aku bisa merasakan jelas peningkatan kecepatan jalannya.
Untungnya dalam tim ini, selain Lu Yu yang sering mengantuk, tidak ada anggota yang jadi beban fisik. Kemajuan dan kecepatan perjalanan kami bisa dibayangkan.
Perjalanan siang ini terus berlanjut tanpa henti sampai matahari mulai terbenam, barulah Zhao Man mengajak kami mencari tanah lapang yang cocok untuk mendirikan tenda...
Di tengah Hutan Lebat yang dipenuhi pepohonan dan rerumputan ini, mencari tanah lapang yang relatif bersih dan aman memang tidak mudah. Tapi untungnya sebelum gelap kami menemukan area yang cukup untuk bermalam, meski sempit namun bisa mendirikan tenda dan menyalakan api unggun.
Senja pun tiba. Kami akhirnya berhasil mendirikan tenda dan menyalakan api unggun sebelum malam benar-benar gelap. Kemudian kuatur Lu Yu yang sudah tertidur pulas.
Setelah seharian berjalan, kami semua berkumpul mengelilingi api unggun sambil mengeringkan pakaian, makan, memandang langit malam, dan bercengkerama dengan riang.
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, hari sudah gelap. Zhao Man dan Master Qingfeng berpesan beberapa kata padaku, lalu memanggil si pria gemuk untuk kembali beristirahat di tenda. Malam ini giliranku berjaga shift pertama, jadi aku dibiarkan duduk sendiri di samping api unggun. Memandangi kobaran api yang berderak-derak di depanku, aku tak bisa menahan diri untuk kembali memikirkan hal-hal yang mengganggu pikiranku sejak siang tadi, hati seperti benang kusut.
Aku tahu bahkan jika kuhabiskan seluruh tenagaku untuk memikirkan masalah-masalah itu sampai kepala hampir pecah, tetap tak akan ada jawaban atau hasil yang kudapat. Tapi tetap saja aku tak bisa berhenti, karena dalam semua ini bukan hanya menyangkut diriku, tapi juga orang-orang terdekat yang paling kupedulikan.
Saat aku terus menerus merenung dengan kepala tertunduk, samar-samar kudengar suara dengusan aneh dari belakang. Awalnya kukira itu suara serangga, tapi saat suara itu perlahan mendekat, semakin jelas kudengar...
Begitu suara itu benar-benar jelas terdengar, seluruh tubuhku menggigil kedinginan!
Bagaimana mungkin bisa mereka?!! Seketika itu juga kucekalit Pisau Naga Lilin dan Burung Feniks dari tas ransel, menggenggamnya erat-erat sambil bangkit berdiri dari tanah.
