Melihat mata jahat Jing Changchong yang menyala-nyala sambil mendekat perlahan, keringat dingin mengucur deras di dahiku. Saat jaraknya semakin dekat, genggaman tangan pada Fu Pengusir Enam Jia semakin kukuh. Aku berdiri tegak, menunggu saat yang tepat untuk menyerang saat ia mendekat beberapa langkah lagi.
"Hmph, cuma bisa begini? Terakhir kali kutanya: mau terima tawaranku atau tidak?!" suara dingin Jing Changchong menggema.
Aku tidak tahu mengapa dia selalu ingin bermeditasi ganda denganku, tapi melakukan ini pasti akan meningkatkan level spiritualnya sendiri. Makhluk iblis seperti Jing Changchong ini, selain peduli pada levelnya, tidak mempedulikan apapun.
Aku menatapnya, malas mengucapkan sepatah kata pun, menggunakan diam untuk menyampaikan jawabanku saat ini.
"Kamu sendiri yang mencari kematian, jangan salahkan aku!" Jing Changcang itu mendengus dingin, tubuhnya berputar lalu menerjang ke arahku.
Melihat ini, aku segera menggigit jari tengah tangan kiriku sampai berdarah, mengoleskan darah ke Fu Enam Ding Enam Jia di tanganku, berteriak kencang sambil menginjakkan pola Tian Gang Qixing Bu dengan kaki, lalu menerjang ke arah iblis cacing itu.
Saat mendekat, aku mengabaikan segalanya, mengayunkan tangan dan menempelkan kertas jimat ke tubuh Jing Changchong itu dengan kasar.
Begitu kertas jimat menempel di tubuh iblis cacing itu, ekor raksasanya langsung menghantamku hingga terlempar. Seluruh tubuhku jatuh ke semak-semak penuh duri, tusukan itu membuatku gemetar kesakitan, dada berdebar-debar, kepala pusing hingga hampir muntah.
Hanya dengan satu serangan, Jing Changchong itu hampir melumpuhkanku. Kekuatan sebesar ini pasti bukan miliknya sendiri!
Sambil menahan sakit, aku merangkak keluar dari semak-semak, mengangkat kepala memandangi Jing Changchong yang memandangku seperti tikus kecil.
“Bagaimana? Masih mau bertarung?” Jing Changchong itu menatapku dengan pandangan penuh ejekan dan kesewenangan.
“Lawan, lawan sampai kau mati, atau aku yang tewas!” Aku berteriak dari kedalaman tenggorokan, darah panas dan naluri binatang dalam tubuhku mendidih. Sekarang aku tidak takut mati, hanya takut mati tanpa tulang!
Sebelum sempat maju, ekor ular raksasa milik Jing Changchong itu sudah menyapu horizontal ke arah dadaku. Melihat ini, aku cepat-cepat merendahkan tubuh dan berjongkok ke tanah.
Begitu berjongkok, ekor raksasa itu meleset tepat di atas rambutku. Angin kencang menyapu ubun-ubunku, hampir membuatku terjatuh.
Belum sempat berdiri, mataku tiba-tiba gelap disertai sakit hebat di perut. Tubuhku langsung meringkuk dan jongkok di tanah.
Seketika itu juga, seluruh tubuhku terlilit erat oleh ekor ular dingin. Ia mengangkatku perlahan hingga kakiku terangkat dari tanah.
Jing Changchong itu berdiri di tanah, memandangku yang terbelit dengan dingin: “Katakan! Sekte Naga Harimau Maoshan itu sampah dan jalan sesat! Ucapkan itu, akan kusudahkan kematianmu!”
“Tidak!!” Jawabku sambil mengatupkan gigi.
Aku tidak tahu mengapa siluman ular ini tiba-tiba menyuruhku mengucapkan kata-kata itu. Mungkin makhluk yang membuat perjanjian dengannya memiliki permusuhan mendalam dengan Sekte Naga Harimau Maoshan kami, sehingga ia memaksa siluman cacing panjang ini menyuruhku bicara seperti itu.
Tapi bagaimanapun juga, aku adalah anggota Aliran Longhu. Guruku dan Master Gui yang sangat kukagumi - Master Lu - juga berasal dari Aliran Longhu. Lebih baik aku mati daripada mengucapkan kata-kata itu.
Kalau sampai aku mati, sungguh tak ada muka untuk menemu Kakek dan Nenek di alam baka.
"Kau mau bicara atau tidak?!" Mata siluman ular itu memancarkan sinar jahat kehijauan, sementara ekor ular yang melilit tubuhku semakin mengencang. Napasku terasa tersekat, tulang-tulang tubuhku berderak-derak.
"Tidak!" Aku memaksakan keluar satu kata ini dari sela gigi.
"Baik! Akan kulihat sekeras apa tulangmu!" Jing Changchong itu mengeluarkan aura negatif yang menyengat setelah mendengar jawabanku. Ekornya semakin mencekik, sampai-sampai kupikir semua pembuluh darahku hampir putus. Seluruh tubuhku sakit tak tertahankan.
"Kesabaranku habis! Pertanyaan terakhir - mau bicara atau tidak?!!" Jing Changchong itu kembali mengaum sambil menatapku.
"Tidak mau bilang! Prut~!" Setelah mengucapkan dua kata itu, aku tak bisa menahan diri memuntahkan darah segar dari mulut. Darah yang keluar dari mulutku jatuh di tanganku dan ekor Siluman Ular. Begitu darahku menyentuh ekor Jing Changchong itu, tiba-tiba muncul asap putih berdesis dari ekornya, membuatnya menjerit kesakitan dan melemparku hingga terpental!
Saat jatuh ke tanah, tas ransel di punggungku ikut terlempar dan isinya berserakan di tanah.
Terbaring di tanah, aku tak sempat peduli buku-buku dan Kertas Jimat yang berhamburan dari tas, langsung menengok ke arah Jing Changchong itu.
Kulihat ekornya terus mengeluarkan Asap Putih berkelompok-kelompok. Kesakitan, tubuhnya terus-menerus menggeliat sambil menjerit-jerit, ekor raksasanya menyapu ke sana kemiri. Setelah asap menghilang, samar kulihat beberapa luka di ekor ularnya yang mengeluarkan cairan hitam.
Meski muntahan darahku tak membuat luka parah pada Jing Changchong, tampaknya iblis ini jadi marah. Matanya menyorot tajam ke arahku, tanpa bicara lagi langsung menerjang ke arahku!
Melihat ini, aku buru-buru bangkit dari tanah. Tangan kanan yang penuh darah meraih ke depan dan menyentuh benda keras. Saat hendak menggunakannya untuk melawan Siluman Ular itu, tiba-tiba kurasakan sentuhan hangat dari benda tersebut. Aliran hangat mengalir dalam tubuhku, sementara bayangan gerakan tangan dan kalimat muncul di benak:
"Hun tak terpecah, esensi terkumpul, dalam keseimbangan gelap-terang dua Yang hidup!" Apakah... ini jurus kedua Lóng Hŭ Qī Shè Yìn?!
Tanpa pikir panjang, segera kuperagakan gerakan tangan yang terbayang. Kuteriakkan keras: "Hun tak terpecah, esensi terkumpul, dalam keseimbangan gelap-terang dua Yang hidup! Jíjí rú lǜ lìng!" Saat mantra selesai, tangan kananku berpendar cahaya kuning yang jauh lebih terang dari sebelumnya, dengan energi Yang yang begitu kuat terasa!
Langsung kududukkan tubuhku di tanah. Tangan kanan berpendar kuning kuhayunkan ke arah Jing Changchong yang menerjang.
Siluman cacing panjang itu awalnya menyerbu tanpa ragu. Namun melihat cahaya kuning di tanganku, ia tertegun sebentar. Saat hendak menghindar sudah terlambat, terpaksa ia hadapkan kedua tangan berbalut energi Yin hitam pekat untuk menahan seranganku.
“Braak!!” Bersamaan dengan suara benturan tumpul, tangan kananku bertabrakan dengan kedua tangan Jing Changchong. Di keheningan langit malam, terdengar jeritan menderita, tubuh setengah manusia setengah ularnya langsung terlempar jauh oleh pukulanku!
Terjatuh di tanah, ia berusaha bangkit namun terjatuh lagi, terus-menerus memuntahkan beberapa kali cairan hitam dari mulutnya. Udara pun dipenuhi bau yang sangat menyengat.
“Kau bahkan sudah menguasai jurus kedua Lóng Hŭ Qī Shè Yìn?! Aku harus membunuhmu sekarang!!” Suara Siluman Ular tiba-tiba berubah seperti orang lain, mungkin makhluk yang membuat perjanjian dengannya.
Mendengar perkataan Jing Changchong, aku tidak berkata apa-apa lagi. Saat ia belum sempat bangun dari tanah, aku segera melihat ke arah tangan kiriku.
Aku ingin tahu benda keras apa yang kuraih sebelumnya. Mengapa setelah meraih benda itu, aliran hangat tiba-tiba menyebar ke seluruh tubuhku, sekaligus memunculkan mudra dan mantra jurus kedua Lóng Hŭ Qī Shè Yìn di pikiranku?
Saat melihat benda yang kugenggam erat di tangan, aku langsung membeku. Bukan benda lain yang kugenggam, melainkan sebuah cambuk bertangkai kayu putih dengan bulu ekor kuda putih!
Melihat cambuk ini, aku langsung teringat saat aku dan Master Qingfeng turun ke sumur, kami menemukannya di dalam peti mati biksu Tao tua yang sudah meninggal, bersama dengan sebuah kitab 《Xuan Huang Di Jing》.
Jangan-jangan cambuk yang dianggap Shifu Qingfeng hanya sebagai senjata ritual Tao dari kayu persik biasa ini juga merupakan harta karun?
