Melihat Qiu Shasha kelelahan seperti ini, meski hatiku cemas dan khawatir sampai ingin mengambil nyawa, tapi sama sekali tak punya cara. Aku berusaha mati-matian melepaskan diri dari pelukan Qiu Shasha, tapi seluruh tubuhku saat ini terasa seperti kosong, tak ada tenaga untuk bergerak sedikitpun.
"Qiu Shasha, kamu... lepaskan aku! Kalau terus begini, kamu bisa mati kelelahan..." Aku memandangi Qiu Shasha dan berkata sulit padanya.
Qiu Shasha tak menanggapi. Pandangannya yang teguh terus menatap ke depan. Keringat di wajahnya semakin deras, napasnya semakin kacau, tapi kecepatan larinya sama sekali tak berkurang.
Dia mengatupkan gigi dengan keras, memelukku lalu melompati semak-semak lebat. Badannya melesat masuk ke dalam Hutan Lebat di depan, terus berlari ke dalam.
"Qiu Shasha, lepaskan aku sekarang!" Aku berteriak sekuat tenaga dengan sisa napas terakhir.
Qiu Shasha masih mengabaikan. Seolah tak mendengar sepatah katapun, tetap menggigit bibirnya erat-erat sambil berlari lebih dalam ke hutan.
Memandangi wajah Qiu Shasha yang pucat karena kelelahan, hatiku terasa seperti ditusuk pahat, sakitnya bukan main.
Aku tidak pernah menyangka, gadis manja yang hanya beberapa kali bertemu denganku ini ternyata memiliki sisi keras kepala dan teguh. Apa yang membuatnya rela mengorbankan diri sendiri seperti ini untukku?
Aku tidak mengerti, dan tidak ingin memikirkannya. Saat ini aku hanya ingin Qiu Shasha segera berhenti dan beristirahat. Jika terus begini, dia pasti akan kelelahan sampai mati!
Jika benar sampai terjadi, meskipun dia berhasil menyelamatkanku, aku tidak akan bisa hidup dengan tenang.
Tapi... Bagaimana pun aku mencoba membujuknya, dia tidak mau berhenti. Badanku sama sekali tak ada tenaga. Adakah cara lain untuk menghentikan gadis keras kepala ini?
Ah! Tiba-tiba ada ide melintas di kepalaku. Aku segera menarik napas dan berkata pada Qiu Shasha: "Qiu Shasha, jika tidak segera menurunkanku, aku akan menggigit lidah sendiri!" Ancaman ini kulakukan karena ini satu-satunya cara membuatnya beristirahat.
Mendengar ucapanku, wajah Qiu Shasha berubah pucat. Dia langsung berhenti berlari, berdiri terengah-engah beberapa saat sebelum berkata: "Zuo... Zuo Shisan, omong kosong apa lagi ini?!"
"Ini bukan omong kosong. Jika kau terus lari nekat seperti ini... kau benar-benar akan mati..." Kataku lemah pada Qiu Shasha. Entah mengapa, bahkan untuk berbicara keras pun tenagaku sudah habis.
Qiu Shasha terus menunduk menatapku, di antara napasnya yang berat, tiba-tiba dia berkata padaku: "Shisan, aku pasti tidak akan membiarkanmu mati, pasti tidak!" Setelah bicara, sebelum sempat kubicara, tangannya menyambar dan menampar keras tengkukku. Seketika penglihatanku gelap gulita, kesadaranku pun menghilang...
Yang kuingat hanyalah, di detik terakhir sebelum mataku terpejam, Qiu Shasha seolah berbisik sesuatu padaku. Aku berusaha keras mendengarnya, tapi akhirnya tak juga bisa menangkap suaranya.
……
Dalam kondisi setengah sadar, entah sudah berapa lama berlalu, tubuhku mulai terasa dingin membeku seperti terjatuh ke dalam lubang es. Aku berusaha membuka mata, tapi kelopak mata terasa sangat berat. Tubuhku juga sama sekali tak bisa bergerak.
Perlahan-lahan, dalam dingin yang menusuk, kesadaranku kembali menghilang...
……
Entah berapa lama kemudian, ketika kesadaranku kembali, yang pertama kurasakan adalah sensasi dingin menyelubungi seluruh tubuhku, seolah aku sedang terbaring di aliran sungai beku.
Aku gemetar tak tertahankan, mata terbuka lebar. Sekeliling gelap gulita namun masih bisa kulihat bentuk-bentuk samar. Langit-langit gua berlumut hijau terpampang di depan mata, dipenuhi kerak hijau yang lebat. Tetesan air jatuh berdesakan dari atas, satu per satu menghujam ke bawah.
Dan di sekitar gua ini melayang aroma harum yang sangat lembut, setelah menghirupnya, aku langsung merasa seperti mabuk kepayang. Aku tak tahan untuk menarik napas dalam-dalam udara di sini berkali-kali.
Hingga saat ini, barulah aku benar-benar tersadar. Perlahan-lahan kesadaranku mulai pulih di dalam benak.
A... Aku ini di mana? Apakah aku tidak mati? Aku menunduk melihat tempat berbaringku, menyadari saat ini aku sedang terbaring di atas batu abu-abu yang sangat licin. Jelas terlihat dari permukaannya bahwa batu abu-abu ini dipenuhi energi Yang putih!
Tapi kenapa di sini ada sepotong batu abu-abu aneh seperti ini? Lagipula jika batu ini penuh energi Yang, mengapa masih terasa sedingin ini?
Qiu Shasha!! Tiba-tiba namanya muncul di benakku. Pasti dia yang membawaku ke sini. Tapi sekarang ke mana perginya? Apakah dia baik-baik saja?
Memikirkan itu, dadaku sesak oleh kecemasan. Buru-buru ingin bangkit dari batu abu-abu tempatku berbaring. Tapi saat mengerahkan tenaga, kepalaku langsung pusing berputar. Seluruh tubuhku kembali terjatuh ke atas batu.
Seketika tubuhku terasa seperti terkuras habis. Seluruh badan kembali lemas tak bertenaga. Aku terbaring kembali, terengah-engah. Baru sekarang tenagaku sedikit demi sedikit pulih.
"Karena alasan apa sebenarnya? Aku terbaring di atas batu abu-abu yang dingin ini sambil terengah-engah, hati semakin bingung. Mengapa setiap kali aku menjauh dari batu abu-abu ini, seluruh tubuh lemas tak berdaya, energi Yang dalam tubuhku juga menghilang seolah-olah mau mati? Tapi begitu aku berbaring, perasaan ini membaik dan muncul sedikit tenaga."
Kebingungan ini tidak bertahan lama di hatiku karena aku tahu diri sendiri tidak akan bisa memahaminya, apalagi menemukan jawaban. Prioritas sekarang adalah mencari dimana Qiu Shasha dan bagaimana keadaannya?
Hanya saja... dengan kondisiku seperti ini, bagaimana caranya mencarinya?
Karena panik, aku langsung berbaring di batu abu-abu itu dan berteriak keras:
"Qiu Shasha, Qiu Shasha! Qiu Shasha..."
"Shisan, jangan panggil dia lagi. Dia sedang pingsan, biarkan beristirahat. Jangan sampai terbangun." Tiba-tiba suara An Rushuang terdengar dari belakangku.
Mendengar perkataan An Rushuang, hatiku lega. Ternyata Qiu Shasha belum mati. Aku buru-buru menoleh dan melihat An Rushuang berjalan mendekat dari belakang.
"Rushuang, ini tempat mana? Bagaimana keadaan Qiu Shasha sebenarnya?" Tanyaku pada An Rushuang dengan panik.
An Rushuang tersenyum lemah padaku, lalu menjelaskan, "Qiu Shasha baik-baik saja. Saat dia pingsan kelelahan, aku secara kebetulan terbang keluar dari Giokmu. Sebelum matanya tertutup, arah jarinya yang terbaring di tanah menunjuk ke Gua ini. Melihat energi Yang dalam tubuhmu hilang sama sekali, aku segera mengerti situasinya. Aku segera membawamu bersamanya ke sini dan meletakkanmu di batu penuh energi Yang ini, sehingga nyawamu bisa terselamatkan."
Mendengar penjelasan An Rushuang, hatiku yang cemas perlahan tenang mengetahui Qiu Shasha hanya pingsan kelelahan. Terbaring di batu itu, kutanyakan padanya, "Sebenarnya apa yang terjadi dengan batu ini? Dan kondisi tubuhku ini bagaimana? Mengapa setiap kali menjauh dari batu ini, seluruh tubuhku terasa lemas seperti terkuras?"
An Rushuang menjawab dengan suara lembut, "Aku juga tidak mengerti batu ini. Sangat aneh, permukaannya diselimuti Energi Yin tapi bagian dalamnya dipenuhi energi Yang. Energi Yang dalam tubuhmu sudah habis terkuras. Jika bukan karena pasokan energi Yang terus-menerus dari batu ini ke tubuhmu, mungkin kau..." Ucapnya terhenti di tengah kalimat.
"Aku tentu mengerti maksud yang akan diucapkan An Rushuang selanjutnya, tapi masih ada satu hal yang tak kupahami. Jika batu ini mengisi energi Yang ke dalam tubuhku, mengapa saat aku menjauh darinya, energi Yang dalam tubuhku langsung menghilang semua?"
Memikirkan ini, aku segera bertanya kepada An Rushuang tentang kebingungan ini.
An Rushuang menatapku dan berkata: "Karena tubuhmu sekarang tidak bisa menyimpan energi Yang. Lebih tepatnya, tiga titik vital dalam tubuhmu sudah rusak oleh cambuk itu."
Mendengar perkataan An Rushuang, hatiku langsung dingin. Tamat, tamat! Kali ini aku benar-benar tamat! Apa aku harus menghabiskan sisa hidup di atas batu seperti ini?!
Di saat aku ingin menangis tapi tak berair mata ini, An Rushuang yang berdiri di sampingku tiba-tiba menghela napas tipis. Sangat halus dan spontan, sampai-sampai mungkin dia sendiri tidak menyadarinya. Tapi aku mendengarnya dengan telinga, dan juga merasakannya dalam hati.
"Rushuang, kamu... kamu tidak bahagia?" tanyaku pada An Rushuang.
"Bagaimana mungkin aku bahagia melihatmu seperti ini?" An Rushuang tersenyum getir sambil menatapku.
"Tidak, pasti ada hal lain yang membuatmu sedih. Apakah karena Qiu Shasha?" Aku bertanya sambil menatapnya. Setelah bersama sekian lama, aku tahu dia suka menyimpan masalah dalam hati, menanggung semuanya sendiri.
Mendengar pertanyaanku, wajah An Rushuang jelas-jelas berubah. Bibirnya terbentuk seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya tak ada kata yang keluar.
“Rushuang, apakah karena Qiu Shasha memperlakukan saya seperti ini, hatimu merasa sakit?” Saya memandang An Rushuang dengan perasaan sedih bertanya.
An Rushuang terdiam sejenak setelah mendengar perkataanku, akhirnya berbicara lembut padaku: “Sejujurnya, setiap wanita yang mengalami situasi seperti ini pasti tidak akan merasa senang...”
