"Lalu... bagaimana aku bisa membantumu sekarang?" An Rushuang bertanya dengan suara pelan.
“Aku juga tidak tahu, sekarang aku terbaring di sini, bahkan ingin melepas celanaku sendiri saja sulit.” Entah mengapa, saat mengucapkan kalimat ini, perasaan malu yang awalnya ada tiba-tiba tercampur dengan sedikit harapan.
“Maksudmu kau ingin aku membantumu melepas celana?!” Mata An Rushuang langsung memancarkan kilau aneh saat menatapku, wajahnya semakin memerah.
“Ada cara lain apa lagi?” Aku memandang An Rushuang dengan ekspresi korban yang dipaksakan. Saat ini benar-benar bukan sengaja menyusahkannya, memang tidak ada cara lain.
Pertama kucoba duduk sendiri dan melepas celana dengan tangan. Tapi begitu punggungku meninggalkan batu besar abu-abu di bawah, seluruh tubuh langsung lemas tak bertenaga, terpaksa rebah kembali.
“Shisan, jangan bergerak. Aku... aku akan membantumu melepas...” Melihat kondisiku, An Rushuang buru-buru mendekat sambil berkata.
“Baik.” Aku mengangguk sambil tetap terbaring di atas batu.
An Rushuang mendekat, perlahan berjongkok, meraih tali celana lapangan cepat kering yang kupakai. Setelah melepas talinya, kedua tangannya menarik perlahan untuk melepas celanaku.
Kini bagian bawah tubuhku hanya tersisa celana dalam. An Rushuang melirik celana dalamku, lalu kembali mengulurkan tangan ke arahnya.
“Shisan, kenapa celana dalammu tidak bisa dilepas?” An Rushuang bertanya penasaran sambil menatapku.
“Celana pendeknya juga ada tali…” kataku.
“Oh, aku lepaskan.” An Rushuang membantu melepas tali di celana pendek yang tertutup pakaianku, lalu menoleh sambil menarik ke bawah dengan kedua tangan, membuat bagian bawah tubuhku telanjang bulat.
“Aku… sudah kubantu lepaskan, kau… urus sendiri ya.” Setelah menanggalkan celanaku, An Rushuang tak lagi menoleh sama sekali, nada bicaranya semakin terburu-buru.
“Rushuang, aku… bagaimana bisa seperti ini? Jangan-jangan kencingnya nanti mengenai badan sendiri?” tanyaku dengan putus asa.
“Lalu bagaimana? Apa… apa kau mau kubantu pegang bambu untuk menampungnya?” tanya An Rushuang.
“Boleh.” Aku segera menyetujui.
An Rushuang segera lari ke samping, tak lama kemudian kembali dengan sebatang bambu. Wajahnya memerah saat perlahan menempatkan bambu itu di posisi yang semestinya…
Saat buang air kecil, aku sangat berhati-hati. Karena air seni perjaku ini bisa mengusir energi jahat dan menekan energi Yin, takut kalau-kalau mengenai tangan An Rushuang dan melukainya.
Setelah urusanku selesai, An Rushuang kembali membantuku memakai celana.
Begitulah, dia menemaniku mengobrol sampai malam tiba, lalu pergi dari gua membawa bambu sambil berjanji akan mencari makanan pengganjal perut selain buah-buahan liar.
Setelah kepergian An Rushuang, aku berbaring sendirian di atas batu abu-abu ini, merenungkan berbagai kejadian beberapa hari terakhir.
Mengapa tiba-tiba aku bisa membaca satu karakter dari 《Xuan Huang Di Jing》 yang bahkan An Rushuang tidak mengenalinya? Bagaimana aku bisa mengetahui ini? Apakah... apakah ini karena ingatan reinkarnasi sebelumnya?
Semakin kupikirkan, semakin tinggi kemungkinannya. Tapi mengapa ingatan reinkarnasi sebelumnya tiba-tiba muncul? Lalu tentang cambuk ritual itu, mengapa sekali pakai nyaris merenggut nyawaku? Daoshi tua yang memiliki senjata ritual sehebat ini dan 《Xuan Huang Di Jing》, siapakah sebenarnya dia yang mengejar Panjang Umur dan Tak Mati ini?
Memikirkan ini, aku menarik napas dalam-dalam. Teringat pedang kayu persik di peti mati daoshi tua yang membuat Master Qingfeng terpana. Untung pedang kayu itu hilang, kalau senjata ritual itu muncul, pasti akan menakuti mayat?!
Lalu hantu yin yang bersembunyi di gelangku dan ingin membuat kontrak denganku, dari mana asalnya sebenarnya?
Pikiranku tak bisa berhenti, melompat dari satu hal ke hal lain. Semakin dipikir semakin kacau. Akhirnya kugelengkan kepala, mencoba mengosongkan pikiran. Untuk sementara tak ingin memikirkan apapun.
Agar tak terjebak dalam pikiran yang mengganggu, kuperhatikan gua ini dengan seksama. Seluruh gua hanya memiliki batu abu yang terus memulihkan energi Yang-ku dan aroma wangi samar. Tak ada yang istimewa, persis seperti gua biasa...
"Melihat ini, hatiku tidak bisa tidak merasa sedikit bosan dan gerah, lalu mulai menghitung tetesan air yang jatuh dari atas kepalaku dengan jenuh..."
Sekitar lebih dari setengah jam kemudian, An Rushuang kembali dari luar gua membawa beberapa ikan mas dan seikat ranting kering. Melihatku, dia mengayunkan dua tiga ikan mas di tangannya sambil tersenyum dan berkata, "Shisan, jika ingatanku tidak salah, sejak kecil kamu suka makan ikan. Malam ini aku akan membakar ikan untukmu."
"Kamu bisa menyalakan api?" Tanyaku pada An Rushuang dengan bingung.
"Tentu saja bisa. Kamu meremehkanku sekali." An Rushuang meletakkan ranting kering di tanah dengan rapi, lalu berdiri dan melambaikan pergelangan tangannya dengan lembut. Nyala api hijau pucat segera muncul di antara ranting-ranting kering itu, perlahan berubah menjadi merah. Kemudian dia berjongkok, menusuk ikan yang sudah dikupas sisiknya dengan sebatang ranting, dan mulai membakarnya dengan serius...
……
Sejak aku terbaring di batu kelabu ini, An Rushuanglah yang merawat semua kebutuhan hidupku dengan telaten: makan-minum, buang air, memakaikan baju, membersihkan tubuhku. Seluruhnya dia lakukan sendiri selama aku tidak berdaya.
Aku sekarang bagai orang cacat yang sama sekali tak bisa mengurus diri sendiri, terus-menerus terbaring di batu kelabu ini. Semua urusan harus dihandle olehnya...
Setiap kali melihat An Rushuang dengan teliti membersihkan seluruh tubuhku sebelum tidur, beberapa kali aku hampir meneteskan air mata. Bagaimanapun keadaanku, dia tak pernah meninggalkanku, tetap setia. Nikmat apa yang telah kuperoleh hingga Tian mengaruniakan wanita seperti An Rushuang di sisiku?
Memandang An Rushuang di sampingku, aku berjanji dalam hati: Sepanjang hidup Zuo Shisan, takkan ada perbuatan yang menyakiti atau membuatnya menangis. Apapun yang terjadi, siapapun yang datang, istri seumur hidupku hanya satu - An Rushuang!
Kesetiaannya padaku kubalas dengan keteguhan hatiku. Ini prinsip dasar manusiawi, tapi di era yang semakin hiruk-pikuk dan dunia maya ini, cinta yang tak tergoyahkan seperti ini sungguh langka.
Sejak kehadiran An Rushuang di hatiku, tak ada ruang untuk wanita lain. Bukan karena kecantikannya yang sempurna, tapi karena dia layak kukorbankan segalanya...
……
Qiu Shasha kembali pada senja hari keempat. Pakaian yang dikenakannya saat pergi masih sama ketika pulang. Dari situ terlihat, selama empat hari ini dia bahkan tak menyempatkan mandi atau ganti baju - bergegas ke Kuil Lingyin untuk mencari obat yang bisa memulihkan tiga titik vital di tubuhku.
Melihat wajahnya yang penuh kelelahan, hatiku mulai merasa bersalah. Aku tidak tahu mengapa dia selalu begitu baik padaku, tapi aku benar-benar tidak ingin berhutang budi terlalu banyak. Karena sekali hutang perasaan tertentu tercipta, bahkan seumur hidup tak bisa terlunasi.
"Qiu Shasha, kamu sudah kembali? Apa sudah menemukan cara untuk membantu Shisan memperbaiki titik vitalnya?" An Rushuang segera menyambut Qiu Shasha yang baru datang, bertanya dengan nada khawatir.
Qiu Shasha yang tampak letak memandang An Rushuang, tersenyum paksa lalu berkata: "Sudah, tapi masih butuh bantuan Kakak Rushuang."
"Bantuan seperti apa yang kau butuhkan?" An Rushuang segera menyambung.
"Ini adalah bubuk obat dari berbagai ramuan yang bisa membantu Shisan memperbaiki tiga titik vital dalam tubuhnya. Tapi agar khasiatnya bekerja maksimal, diperlukan bahan katalis." Qiu Shasha mengeluarkan kantong kecil hitam dari tas ranselnya sambil menjelaskan.
"Bahan katalis apa?" An Rushuang langsung bertanya begitu Qiu Shasha selesai berbicara.
"Air mata hantu." Qiu Shasha menatap An Rushuang sambil mengucapkan kalimat itu.
Begitu mendengar ini, hatiku langsung tenang. Hal lain mungkin sulit, tapi air mata hantu ini tidak masalah bagi An Rushuang. Aku pernah melihatnya menangis dan mengeluarkan air mata.
Hanya saja di dalam hati aku juga merasa khawatir, jangan-jangan "air mata hantu" yang disebut Qiu Shasha itu bukan air mata yang ditinggalkan saat An Rushuang menangis, apakah hal itu akan menyulitkan An Rushuang?
