Angin berdebu yang menyertai kami sebelumnya mulai mereda. Kuangkat kacamata anti-debu, memerhatikan area yang ditunjuk Qiu Shasha - Lembah Kematian di kaki Gunung Kunlun.
Sebenarnya meski Qiu Shasha tidak menyebutkan, tujuan kami dan si pria gemuk ke sini memang untuk menyambangi Lembah Kematian tersebut.
Tepat saat aku baru saja bersiap untuk berbicara, pemandu pria paruh baya itu berlari mendekat. Dia berdiri di depan aku dan Qiu Shasha sambil bertanya dengan wajah penuh keheranan: "Aku... Aku dengar kalian ingin berjalan lurus ke depan, menuju Lembah Kematian di depan?!"
Qiu Shasha mengangguk pada pemandu itu, berkata dengan nada acuh tak acuh: "Benar. Karena sudah sampai sini, lebih baik kita masuk melihat-lihat."
"T-tempat itu tidak boleh dimasuki, sungguh tidak boleh! Kalian sama sekali tidak boleh pergi ke sana!!" Pemandu paruh baya itu berbicara dengan logat Mandarin yang terbata-bata, terus melambaikan tangan pada Qiu Shasha.
Qiu Shasha menggoyang-goyangkan peta di tangannya, menatap pemandu pria itu dan bertanya: "Mengapa tidak boleh?"
Wajah pemandu itu berubah pucat mendengar pertanyaan Qiu Shasha. Dia menoleh ke arah Lembah Kematian sejenak sebelum berkata pada kami: "Kalian tidak tahu, Lembah Kematian itu terlarang bagi orang hidup! Di dalamnya penuh siluman yang sudah mencapai kesempurnaan. Di siang bolong pun petir terus menyambar. Orang yang masuk pasti tidak akan keluar lagi. Kalau kalian pergi ke sana, bukankah itu mencari mati?"
Qiu Shasha batuk kering mendengar penjelasan pemandu. "Kami memang spesialis menangani siluman tingkat tinggi. Justru lebih baik kalau di sana benar-benar ada makhluk gaib." Ekspresi Qiu Shasha tetap tenang bagai permukaan danau yang tak beriak.
“Pemandu pria itu mendengar perkataan Qiu Shasha, jelas-jelas tidak percaya dengan ucapannya, masih berusaha menasihati: "Nona, jangan nekat-naketan. Sudah lebih dari 10 tahun aku di sekitar Pegunungan Kunlun ini, banyak yang seperti kalian. Berapa pun jumlahnya, entah orang Tiongkok atau asing, begitu masuk Lembah Kematian, tak ada yang keluar hidup-hidup. Makanya kami di sini menyebut Lembah Kematian itu 'Gerbang Neraka'! Kabar anginnya, di lembah depan itu bukan cuma ada monster pemakan manusia, ada juga yang bilang itu tempat arwah gentayangan, bahkan ada yang menyebutnya pintu masuk ke alam baka. Intinya, berbagai rumor sudah beredar ratusan tahun, benar-benar tak boleh dimasuki, jangan nekat!"
"Semakin kau bilang begitu, semakin ingin aku masuk melihat." Sifat putri Qiu Shasha yang temperamental mulai muncul. Dengan keahlian supranatural dan berbagai senjata Dao serta cara Bertahan hidup yang dimilikinya, apalagi ditemani bodyguard kayu, dia sama sekali tak merasa takut.
"Nyawa ini milik kalian sendiri, jangan main-main..."
"Paman, tak perlu bicara panjang. Kau mau pulang sekarang atau mau mengantar kami lebih jauh?" Qiu Shasha menyela perkataan pemandu sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya.
Pemandu itu melihat Qiu Shasha sudah bulat tekad, kata-kata yang hampir terucap akhirnya ditelannya kembali. Ia menghela napas berat sambil berkata: "Aku belum puas hidup, aku pulang sendiri." Begitu bicara, ia langsung berbalik pergi tanpa pamit pada kami, seolah di matanya kami sudah setara dengan "mayat".
Saat pemandu itu kembali lewat jalan yang sama, langit mulai gelap. Qiu Shasha segera meminta aku, Lao Niu, dan Xiao Ran untuk mendirikan tenda.
Di Gurun Kunlun seperti ini, siang hari terik menyengat, malam hari bisa membuat orang membeku seperti anjing. Perbedaan suhu siang-malam sangat ekstrem.
Setelah tenda berdiri, aku dan si gemuk berencana menyalakan api unggun di sekitarnya untuk penghangat dan pengusir binatang. Tapi setelah mencari kayu bakar di sekitar, kami menyerah karena tak menemukan cukup.
Meski begitu, kami tetap menggantung lonceng di sekeliling tenda. Begitu ada keadaan darurat, lonceng di atas tenda akan langsung berbunyi.
Kehati-hatian ini karena lokasi kami sekarang banyak hewan besar liar: yak liar, keledai liar, kijang kuning, antelop Tibet, juga kawanan serigala yang memangsa manusia tanpa menyisakan tulang.
"Mendirikan tenda, kami semua duduk melingkar di tempat. Setelah Qiu Shasha, aku, dan pria gemuk menyepakati rute besok, kami duduk bersama mengobrol dengan suara pelan, pembicaraan yang terputus-putus..."
Malam semakin larut, kami tiga pria bergiliran berjaga. Xiao Ran berjaga pertama. Saat tidur di dalam tenda, tengah malam aku terbangun karena ingin kencing. Kepalaku terasa ringan, melihat ke luar, cahaya bulan mengalir seperti air menyirami pepohonan, terang berkilau seperti diselimuti embun beku.
Melihat ke arah pria gemuk di samping yang masih tertidur pulas, aku merayap keluar dari sleeping bag. Memakai baju dan berjalan ke luar tenda untuk buang air. Xiao Ran yang sedang berjaga masih duduk di luar seperti patung, tidak bergerak sama sekali. Secara refleks mataku menyapu sekeliling, napas langsung tersengal. Dingin merayap di punggungku - di kegelapan terlihat pasang-pasang mata serigala hijau bercahaya bergerak perlahan dalam gelap!!
Tapi serigala-serigala itu sepertinya takut akan sesuatu. Tidak melolong, juga tidak mendekat. Mereka terus berputar-putar mengelilingi dua tenda kami dalam radius puluhan meter, seolah sangat waspada terhadap sesuatu.
"Kak Xiao? Kak Xiao?" Aku memanggil lembut Xiao Ran yang masih duduk tak bergerak di atas batu. Usianya lebih tua dariku, dan kami sama-sama dari Aliran Longhu, karena itu aku memanggilnya demikian.
Setelah mendengar suaraku, Xiao Ran menunggu sejenak sebelum perlahan menoleh dan menatapku. Ia sama sekali tidak berkata-kata, seolah menungguku untuk melanjutkan pembicaraan.
Melihat sikapnya yang seperti itu, aku terpaksa berbicara lagi, "Kita sedang dikepung serigala. Haruskah kubangunkan Qiu Shasha dan si pria gemuk?"
Mendengar pertanyaanku, ia menggelengkan kepala dan hanya mengucapkan enam kata:
"Tenang, mereka tidak berani..." Kemudian ia langsung memalingkan wajahnya lagi, seolah setiap kata tambahan akan membuatnya kehilangan dua ons daging.
Karena dia enggan bicara lebih banyak, aku pun malas memaksa. Aku mencari sudut dan mulai menyelesaikan urusan pribadiku.
Tepat setelah aku selesai kencing, saat menoleh, tiba-tiba kulihat di seberang perkemahan darurat kami ada seekor binatang berwarna kuning keabu-abuan sedang berjongkok di atas gundukan tanah.
Ukurannya sebesar anjing kampung setengah dewasa. Duduk di gundukan tinggi itu, matanya menatap tajam ke bulan. Seperti tupai yang memegang makanan, ekornya agak terangkat, tubuh bagian atas tak bergerak, kedua kaki depan terkatup, menghadap selatan-utara, mengangguk-angguk ke arah bulan. Sekitar sudah bersujud tiga kali, lalu diam di tempatnya...
Cahaya bulan di langit malam yang gelap pekat menyinariku. Bulan purnama tergantung tinggi di angkasa. Suasana sekitar tiba-tiba terasa membeku, berubah menjadi sangat mistis.
Binatang apa itu? Jangan-jangan ini yang diceritakan kakek waktu aku kecil - musang bersujud pada bulan?!
"Aku ingat Kakek pernah bilang, kalau di luar ketemu musang lagi menyembah bulan, jangan sekali-kali mendekat mengganggu, langsung cari jalan lain. Asal manusia tidak mengusik, mereka pun tak akan menyerang."
Menekan rasa penasaran di hati, tepat saat aku hendak pura-pura tidak melihat dan balik tidur, tiba-tiba musang itu menoleh tajam ke arahku!
Matanya yang hijau berpendar itu memancarkan kebencian, seolah aku punya dendam kesumat dengannya...
Sorot matanya membuat rasa dingin merambat di sekujur tubuhku.
"Sialan, beraninya kau!!" Tiba-tiba Xiao Ran si "manusia kayu" yang selama ini diam itu berteriak empat kata. Mendengar itu, musang penyembah bulan langsung membungkuk hormat dua kali ke arahnya sebelum kabur...
Melihat ini, hatiku semakin bingung: Siapa sebenarnya daoshi bernama Xiao Ran ini? Kenapa serigala takut mendekat, bahkan musang jadi-jadian yang menyembah bulan rela memberi hormat padanya?
Bagaimanapun, semua ini membuktikan bahwa pria bernama Xiao Ran ini pasti bukan orang sembarangan.
Meski penasaran setengah mati ingin ngobrol dengannya, melihat wajahnya yang seperti baru ditagih utang jutaan, akhirnya aku urungkan niat dan kembali ke tenda untuk tidur.
……
Keesokan harinya pagi-pagi, kami semua sudah membereskan perlengkapan dan buru-buru sarapan sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju Lembah Kematian. Menurut Qiu Shasha, jika tidak ada halangan di jalan, paling lambat siang ini kami akan sampai di mulut lembah tersebut.
