Saat terdorong oleh Qiu Shasha, kudengar dentuman senapan dari tangan pria gemuk. Qiu Shasha langsung ambruk ke tanah. Darah dan kesadaranku seakan membeku oleh suara itu...
Sial! Dosa apa yang telah kulakukan?! Mengapa ini harus terjadi padaku?!!
"Pria gemuk! Dasar kenapa kamu?!" Saat ini aku langsung menoleh ke arah pria gemuk itu, melihatnya berdiri membeku dengan ekspresi hampa, perlahan mengarahkan senapan otomatisnya lagi ke arahku...
Melihat ini, aku cepat-cepat berguling di tempat untuk menghindar, lalu bangkit dari tanah. Tanpa memberi kesempatan pria gemuk itu menembak lagi, aku melompat dan menerjang ke arah tubuhnya.
Gaya jatuh dari serangan depan ditambah berat tubuhku, langsung membuat pria gemuk terjatuh. Sambil itu, tangan ku mengeluarkan Fu Pengusir Enam Jia dan menempelkannya di titik Yintang di dahi pria gemuk itu.
Begitu Fu Pengusir Enam Jia menempel di dahi pria gemuk yang kujepit di bawah tubuhku, tubuhnya mulai menggigil tak terkendali. Tampaknya dia memang terkena aura jahat tadi.
Tak lama kemudian, pria gemuk itu mulai sadar. Melihat aku, matanya berkedip bingung sebelum bertanya: "Shixiong, ngapain kamu nindihin aku?"
Aku tak menghiraukannya, langsung bangkit berdiri. Dengan panik aku berlari ke arah Qiu Shasha, mengangkat tubuhnya dari tanah. Napasnya tersengal, wajahnya pucat membius. Dadaku sesak melihatnya: "Qiu Shasha, bagaimana perasaanmu? Di mana lukanya? Aku akan membalutnya!"
Mendengar suaraku, Qiu Shasha perlahan mengangkat kepala. Matanya menatapku lemah sebelum berbisik: "Shisan... Jangan repot-repot... Sudahlah... Aku tahu... Tidak ada gunanya... Jangan buang waktu..."
"Tidak, tidak, Qiu Shasha, dengarkan aku, kamu harus percaya diri, kamu tidak apa-apa, kamu tidak apa-apa, semuanya akan berlalu, akan berlalu, akan berlalu..." Aku saat ini berbicara tanpa arah, bibir atas dan bawah bergetar tak terkendali, di hati ada perasaan bersalah yang sangat kuat.
Aku mulai membenci diriku sendiri, benci karena tak punya kemampuan, benci karena menjadi bintang sial, benar-benar membenci, bahkan hampir tak tahan ingin menampar diri sendiri dua kali!
Tapi untuk saat ini, kebencian sama sekali tak berguna, menyelamatkan nyawa lebih penting. Aku memandangi Qiu Shasha yang semakin lemah, tapi tak bisa menemukan di mana letak luka tembaknya.
Qiu Shasha tiba-tiba mengulurkan tangan ke arahku, menggenggam lenganku, berbisik pelan: "Shisan, berhenti mencari. Kuharap kau mau menemaniku bicara sebentar terakhir kali, boleh?" Suaranya semakin melemah, seolah napasnya akan putus kapan saja.
Melihat keadaannya, aku panik dan buru-buru mengangguk setuju:
"Baik, baik, katakanlah, aku dengarkan..."
Meski mulutku menyetujui, mataku tetap terus mencari-cari luka di tubuh Qiu Shasha. Sekalipun dia menyerah, aku tidak boleh menyerah. Kehidupan adalah hal paling berharga di dunia ini. Tapi yang membuatku bingung, sama sekali tak ada jejak darah di tubuhnya.
Apakah luka tembaknya berada di belakangnya??
Memikirkan ini, aku segera melihat ke punggung Qiu Shasha, tetapi dia tiba-tiba menarik tanganku:
"Shisan, jangan lihat. Selagi... selagi aku masih bisa berbicara dengamu, maukah kau mendengarkan beberapa kalimat dariku?" Suara Qiu Shasha terdengar seperti merengek.
Sang putri dengan sifat aneh ini ternyata bisa merendahkan diri seperti ini. Hatiku sakit sekaligus bingung, tanpa berkata-kata aku hanya mengangguk lesu padanya...
"Shisan, aku ingin bertanya jujur—apakah kau menyukaiku?" Qiu Shasha menatapku tiba-tiba dengan pertanyaan tak terduga.
Mendengar pertanyaannya, aku menatapnya ragu. Setelah beberapa saat baru kuucapkan: "Aku tidak membencimu..."
Qiu Shasha menggelengkan kepala:
"Maksudku suka seperti antara pria dan wanita..."
Aku berpikir sejenak lalu menjawab: "Maaf, aku tidak mau membohongimu atau diriku sendiri. Tidak... Di hati hanya ada An Rushuang." Jawabanku tegas. Dalam hal perasaan, aku takkan pernah menipu siapapun dengan alasan apapun. Kebohongan seperti itu selalu menyakiti lebih dari satu orang.
Demikian juga, luka yang ditimbulkan takkan hanya untuk satu orang...
Mendengar jawabanku, matanya langsung redup. Alisnya berkerut tanpa bicara. Aku tak tahu apakah dia sengaja diam atau karena lukanya. Hatiku semakin cemas ingin melihat lokasi luka di punggungnya.
"Tapi gerakanku ini sekali lagi dihentikan olehnya:"
"Shisan, jika aku mati, apakah kau akan mengingatku? Apakah kau akan?"
Aku menatap Qiu Shasha, saat ini tak tahu harus menjawab bagaimana, di hati muncul perasaan gagal dan penyesalan yang sangat besar mulai mengalir dari dasar hatiku, memenuhi seluruh tubuhku.
Mengapa sejak kecil aku harus hidup dalam perlindungan wanita?! Pertama An Rushuang, lalu Lu Yu, kemudian Bai Ruotong, sekarang bahkan Qiu Shasha juga terluka parah untuk menyelamatkanku, setiap saat bisa kehilangan nyawa.
Aku dasar pria sejati ini, apa artinya hidup terhina seperti ini? Lebih baik membenturkan kepala sampai mati saja, daripada terus membebani orang lain, terus merusak hidup orang!
"Shisan, kau belum menjawab pertanyaanku..." Qiu Shasha menatapku, bertanya lagi. Suaranya kali ini semakin lemah, kalau tak kusimak baik-baik mungkin tak akan kudengar apa yang diucapkannya.
"Aku... aku tak tahu..." Saat ini sungguh aku tak tahu bagaimana menjawab Qiu Shasha. Di satu sisi tak ingin An Rushuang terluka lagi karenaku, di sisi lain juga tak tahu harus bagaimana menghadapi Qiu Shasha.
"Zuo Shisan! Dasar kura-kura keparat tak punya nurani!!" Qiu Shasha menggigit bibirnya setelah mendengar ucapanku, menunjuk leherku dan memaki! Suaranya mengguntur, sama sekali tak terlihat seperti orang sekarat!!
“Lao niang aku demi menyelamatkanmu, hampir saja ditembak mati oleh pria gemuk itu. Dasar keparat tak punya nurani, bahkan satu kata 'kangen' pun tak mau kau ucapkan! Hari ini aku harus menghabisi kau!!” Qiu Shasha semakin keras memarahiku, amarahnya berkobar-kobar. Langsung bangkit dari tanah dan menendangku sekuat tenaga.
Saat itu aku benar-benar membeku belum sempat sadar, sama sekali tak waspada. Tiba-tiba tubuhku terlempar akibat tendangan Qiu Shasha!
Terjatuh di tanah, aku mengabaikan rasa sakit dan buru-buru bangkit. "Hei! Qiu Shasha! Jangan keterlaluan! Pura-pura mati menakut-nakuti orang sudah cukup, sekarang malah semakin menjadi, berani main tangan?!"
Qiu Shasha menatapku dengan pipi dingin membeku, tak bicara sepatah kata pun. Langsung berlari ke arahku dan melepas pukulan dengan angin yang menyengat - jelas dia tak segan-segan.
Aku menghindar sambil berteriak: "Qiu Shasha kalau masih begini, aku akan melawan! Aku biasanya tak mau lawan perempuan, nanti kau jadi cacat jangan salahkan... Aduh!" Kepalaku tiba-tiba tersapu tendangan horizontalnya, membuatku terjatuh!
Tergeletak di tanah, darahku benar-benar mendidih. Dia pura-pura mati sudah keterlaluan, sekarang malah main pukul tanpa alasan. Mana mungkin aku tak marah?
"Tapi kalau benar-benar harus berkelahi, aku memang bukan lawan Qiu Shasha. Meski marah, harus tetap menahan diri. Aku mencoba merayu dengan perasaan, memberi penjelasan logis. Baru saja hendak bangun dari tanah untuk berdebat dengannya, suara Xiao Ran tiba-tiba terdengar dari belakangku:"
"Nona Qiu, ada apa ini?"
Mendengar suara Xiao Ran, amarahku langsung memuncak dari dada ke ubun-ubun. Aku menoleh ingin menuntut penjelasan tentang semua yang terjadi tadi, tapi akhirnya kutahan. Dalam situasi ini, membiarkan Qiu Shasha yang menanyainya pasti lebih efektif daripada aku atau pria gemuk itu.
Pria gemuk di samping sepertinya juga menyadari hal ini. Dia tetap berdiri di tempat, kedua matanya menatap Xiao Ran yang baru kembali, tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Qiu Shasha melirik Xiao Ran. Wajahnya yang sudah dingin bertambah berlapis es. Sorot matanya memancarkan aura mengintimidasi, kedua lengannya gemetar tak terkendali. Setelah menatapnya lama, barulah dia bertanya: "Xiao Ran, tadi kamu ke mana?" Nada bicaranya seperti embun beku di musim dingin, membuatku tak bisa menahan tubuh menggigil...
