“Istana bawah tanah?!” Pria gemuk terkejut mendengar perkataan Qiu Shasha, spontan berteriak bertanya.
“Benar.” Qiu Shasha mengalihkan pandangannya ke arah Xiao Ran, bertanya padanya: “Xiao Ran, bagaimana pendapatmu?”
Xiao Ran menatap ke depan beberapa saat, diam saja, hanya mengangguk ringan seolah menyetujui dugaan Qiu Shasha.
Saat itu, pria gemuk mendekatiku dan berbisik di telingaku: “Shixiong, kita kali ini benar-benar beruntung. Istana bawah tanah ini pasti menyimpan harta tak terhitung!”
Aku melirik pria gemuk dan bertanya: “Darimana kamu tahu?”
Pria gemuk menyeringai lalu menjelaskan: “Kamu tidak tahu? 40-50 tahun lalu, ada istana bawah tanah Ming Dingling yang misterius. Saat gerbang batu istana itu dibuka arkeolog, seluruh dunia gempar. Istana bawah tanah megah itu berisi harta budaya langka yang tak terhitung, sampai sekarang masih membuat orang berdecak kagum.”
Qiu Shasha menambahkan: “Tapi saat itu setelah pembukaan makam Ming Dingling, karena berbagai alasan, kabarnya tidak langsung diumumkan. Informasi dikunci selama dua tahun baru dirilis, detailnya tetap dirahasiakan sehingga hingga kini masih sedikit yang tahu situasi sebenarnya.”
Aneh sekali, di saat seperti ini, Xiao Ran yang biasanya jarang bicara tiba-tiba menoleh ke Qiu Shasha setelah mendengar ucapannya: "Penggalian Makam Dingling Ming itu sendiri sudah merupakan sebuah kesalahan..."
"Mengapa?" Qiu Shasha bertanya dengan bingung.
Xiao Ran menjawab dengan singkat:
"Tiga peti mati dan jasad hancur, puluhan nyawa tak bersalah terkubur. Menurutmu ini bukan kesalahan?"
"Karena apa?" Qiu Shasha melanjutkan pertanyaannya.
"Tak pernah dengar istilah 'kutukan'?" tanya Xiao Ran.
Aku dan si Gemuk tak ingin menanggapi Xiao Ran. Qiu Shasha menggelengkan kepala: "Tidak..."
"Kutukan peti mati pertama-tama merenggut sembilan nyawa. Musim gugur tahun pembukaan makam kekaisaran Ming Dingling, peti yang dibuang diambil warga. Sembilan orang tewas seketika tanpa sebab jelas. Kasus ini cepat ditutup Kantor Polisi setempat.
Tahun yang sama, peti mati kayu nanmu Kaisar Wanli dan dua permaisurinya yang dibuang ke jurang luar benteng, sore harinya langsung dijarah warga. Seorang pasangan tua menyimpan kayu berharga ini untuk dibuatkan peti mati mereka kelak.
Tapi yang sama sekali tidak mereka duga adalah, ketika peti mati pertama selesai dibuat, sang nenek tua menghentakkan kaki dan meninggal dunia; peti kedua baru saja rampung, sang kakek tua pun menghembuskan nafas terakhir, semuanya terjadi dalam waktu kurang dari setengah bulan.
Sejak itu, Makam Ming Ding secara resmi disamakan dengan kata 'kutukan', namun masalah tidak berhenti di situ. Lima bulan kemudian, sebuah kisah yang jauh lebih misterius dan menyeramkan terjadi.
Di antara anggota komune yang mengambil peti mati, seorang petani dari Desa Yuling mendapat hasil terbanyak. Saat peti mati dilemparkan dari tembok kota makam, dia dan istrinya sedang bekerja di lereng bukit di luar tembok makam. Menyadari bahwa ini adalah kayu nanmu berlapis emas yang langka, dia segera bertindak. Bersama istrinya, mereka menarik dan mengangkut papan kayu tebal berukir emas itu ke ladangnya sepotong demi sepotong, lalu membuat dua lemari panjang yang diletakkan rapi di ruang tengah.
Warga desa tak segan memperingatkan dengan nada iri: 'Barang milik kaisar tidak bisa sembarangan dipakai. Jika tidak punya Fu (keberuntungan), bukan saja tak bisa menikmatinya, malah bisa kehilangan nyawa...' Namun petani itu mengabaikan perkataan mereka. Tak lama kemudian, tragedi benar-benar terjadi.
Pada suatu siang, saat dia dan istrinya pulang kerja dengan tubuh penuh lumpur, tiba-tiba menyadari keempat anak mereka menghilang bersamaan. Ketika pasangan itu kembali ke rumah setelah mencari, mereka terkejut menemukan empat pasang sepatu kecil tersusun rapi di samping peti kayu. Dengan panik membuka tutup peti, terlihat keempat anak saling berhimpitan telah meninggal. Bekas darah mengering di pangkal jari-jari kecil mereka, dinding peti penuh coretan cakaran. Setelah penyelidikan mendalam, polisi setempat menyimpulkan 'kematian akibat kekurangan oksigen' untuk keempat korban (3 laki-laki 1 perempuan, tertua 12 tahun, bungsu perempuan 5 tahun).
Setelah keempat anaknya meninggal, pasangan itu melahirkan seorang putra dalam dua tahun. Namun tragisnya, satu-satunya anak lelaki mereka yang baru lulus SMA itu tewas secara misterius di dekat lokasi peti kayu yang telah dikubur di halaman belakang, pada suatu malam yang sunyi. Meskipun sudah memanggil polisi, dokter forensik tidak menemukan penyebab kematian...
Xiao Ran yang biasanya pendiam ini ternyata pandai bercerita. Narasinya yang hidup membuatku terpana, sulit membedakan apakah ceritanya nyata atau fiksi.
Usai bercerita, Xiao Ran memberi isyarat kepada Qiu Shasha. Tanpa pamit pada kami dan si pria gemuk, ia berjalan menyusuri kegelapan gua sendirian.
Melihat ini, aku juga tidak ingin membuang waktu, lalu bersama pria gemuk mengikutinya. Biarlah ada atau tidaknya kutukan di istana bawah tanah, aku tidak percaya pada hal angker itu!
Semakin dalam kami masuk ke gua ini, semakin kusadari ruang gua ini semakin luas. Tidak lagi segelap sebelumnya, perlahan mulai terang. Melihat ini, hatiku penuh keheranan: Bagaimana mungkin? Di sini sama sekali tidak ada alat penerangan, mengapa semakin terang?
Dengan kebingungan yang tak terpecahkan, aku hendak bertanya pada Qiu Shasha. Tepat saat itu, Qiu Shasha yang berjalan di depan tiba-tiba menoleh ke kami: "Shisan, Pria Gemuk, cepat kemari lihat!"
Mendengar suara Qiu Shasha yang terdengar tergesa, aku urungkan niat bertanya. Segera bersama pria gemuk mempercepat langkah, menyusul di belakang Qiu Shasha dan Xiao Ran, memandang ke depan.
Mengikuti arah senter kuat, terlihat sebuah batu prasasti di depan kami. Di atasnya terukir puluhan serangga hidup-hidup yang membuat bulu kuduk meremang. Di bagian tengah prasasti terdapat tulisan yang sama sekali tidak kupahami:
“?nmormant，mori，cines??ntrerupifaraonul?npace，moarteavazburadepecapullui?”
Qiu Shasha kembali menoleh bertanya: "Hei, mahasiswa, bisakah kau membaca tulisan di tengah prasasti ini?"
"Setelah mendengar ucapan Qiu Shasha, aku langsung muntah darah. Aku bahkan tidak bisa membedakan karakter-karakter di sini berasal dari negara mana, apalagi membacanya." Saya buru-buru menggelengkan kepala dan menjawab, "Aku tidak mengerti, satu huruf pun tidak bisa kubaca."
"Yang...yang memasuki istana akan mati. Siapa pun yang mengganggu ketenangan Firaun ini, Dewa Kematian pasti akan mengepakkan sayapnya di atas kepalanya. Aku adalah penjaga Istana Scaututan, akulah yang menggunakan api Gunung Shen untuk mengusir para penyerbu..." Saat itu, Xiao Ran menatap tenang deretan karakter di tengah prasasti sambil membacanya.
Mendengar perkataan Xiao Ran, Qiu Shasha menoleh dengan ragu dan menatapnya sambil bertanya;
"Xiao Ran, bagaimana kau bisa mengenalinya?"
"Dulu di perpustakaan Aliran Longhu, aku pernah melihat buku terjemahan bahasa kuno saat bosan. Belajar beberapa jenis sendiri, tak disangka berguna di sini." Xiao Ran menjelaskan pada Qiu Shasha.
Qiu Shasha mengangguk setuju, tak banyak bertanya. Langsung mengabaikan "peringatan" di prasasti itu dan terus memimpin kami maju.
Tapi aku tidak sependapat. Kemungkinan besar Xiao Ran baru saja berbohong. Mungkin inilah tempat yang dia janjikan dengan hantu yin bermata merah itu untuk menjebak kami semua sekaligus.
Sempat terpikir untuk menghentikan Qiu Shasha, tapi kemudian kuputuskan: takdir yang harus dihadapi tetap harus dijalani. Kesempatan hari ini untuk menghadapi hantu yin berusia dua ribu tahun yang selalu bersembunyi di bayang-bayang, tak boleh disia-siakan!
Meskipun yang menanti di depan adalah jebakan, adalah konspirasi.
Perkataan Master Lu sebelumnya selalu terukir dalam pikiran saya:
"Bagi kita yang mempelajari Jalan Tao, hal terpenting dalam hidup bukanlah seberapa banyak ilmu Tao hebat yang dikuasai, atau seberapa banyak alat ritual Tao yang dimiliki. Yang terpenting adalah: Jangan pernah menyerah, menepati janji, hati tanpa niat jahat, dan kapan pun jangan pernah menundukkan kepala pada kejahatan di dunia ini, bahkan jika harus mengorbankan nyawa sendiri..."
Ini adalah sikap, sikap tanpa takut terhadap hantu yin dan makhluk angker. Sebuah keyakinan, sekaligus keberanian.
Memikirkan ini, saya mempercepat langkah ritual, bersama pria gemuk mengikuti di belakang Qiu Shasha melewati prasasti itu, terus bergegas ke depan.
Namun, satu pertanyaan yang selalu mengganggu hati saya: Apa perbedaan antara istana bawah tanah dan lorong makam?
Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, gua berakhir di tikungan. Kami berempat berbelok dan pemandangan yang muncul tiba-tiba membuat saya terpaku seperti tersambar petir!
