Qiu Shasha sama sekali mengabaikan omongan Pangye sebelumnya. Matanya tak berkedip memandang mulut gua gelap itu. Tak lama kemudian, beberapa bayangan hitam melesat keluar dari lubang hitam pekat itu!
Mereka langsung menerjang ke arah kami. Dentuman senapan Pangye bersahutan dengan gerakan Qiu Shasha yang melompat ke depan menghadang bayangan-bayangan itu.
Kuperhatikan baik-baik - yang muncul dari lubang gelap itu masih mummi bermasker kuning dengan tubuh terbungkus kain linen putih. Bedanya, beberapa memakai topeng kepala serigala, lainnya berkepala buaya.
Dua dari mummi itu bertarung sengit dengan Qiu Shasha. Satu sisanya berputar badan dan langsung menyergapku dan Pangye.
Kutekan gigi, kibaskan Fu Pengusir Enam Jia di tangan lalu berlari menghadangnya.
Baru saja mendekat, sebelum makhluk itu sempat bergerak, aku segera menempelkan kertas jimat di dada mumi berkepala serigala itu. Begitu kertas jimat menempel, mumi itu langsung berhenti di tempatnya.
Tampaknya Fu Pengusir Enam Jia ini meski tak bisa membasminya, cukup ampuh untuk menahan gerakannya.
Persis di saat itu, suara tembakan terdengar keras di belakangku:
"Braak!!" Pria gemuk menembak. Pelurunya tepat mengenai dada mumi berkepala serigala di sampingku, menembus Fu Pengusir Enam Jia yang sebelumnya kutetapkan di tubuhnya.
Dengan hancurnya kertas jimat, efek penangkal energi yin pun lenyap seketika. Mumi itu mengaum rendah lalu menerjangku dengan cakar terkembang.
Aku segera menginjakkan Pola tujuh bintang (Qixing Bu), mengeluarkan lembar Fu Pengusir Enam Jia baru dari tas, bersiap menempelkannya lagi.
Namun tiba-tiba mumi itu seperti melihat kertas jimat di tanganku. Setelah mengeluarkan jeritan mirip tangisan kucing hutan, tubuhnya berputar cepat lalu melayang ke arah pria gemuk.
Gema jeritan mengerikan mumi berkepala serigala itu bergema di istana bawah tanah tertutup, menciptakan rasa ngeri yang tak terkatakan. Seluruh bulu kudukku berdiri, hatiku jadi gelisah.
"Aku sudah berkali-kali bersumpah takkan membiarkan seorang pun temanku mati lebih dulu dariku. Melihat nyawa pria gemuk hanya tinggal hitungan nafas, sama sekali tak kuhiraukan bahaya. Kularikan sambil mengumpulkan tenaga, menerjang dengan tendangan terbang ke punggung mumi berkepala serigala itu.
Tendanganku yang mendarat di tengah punggungnya terasa seperti menendang baja. Sakitnya membuatku nyut-nyutan, tulang kaki hampir patah.
Dasar Transformers atau Ultraman?! Badannya lebih keras dari mobil lapis baja!
Sesaat setelah tendanganku, pria gemuk itu menyambar maju. Dengan gagang pistol di tangan, dia menghantamkan sekuat tenaga ke kepala mumi berkepala serigala itu!
Hantaman gagang pistol itu membuat kepala mumi merunduk. Aku segera menempelkan Fu Pengusir Enam Jia ke punggungnya.
Mumi berkepala serigala itu langsung membeku di tempat, tak bergerak sama sekali.
Sebelum sempat bernafas lega, tiba-tiba kurasakan hembusan angin tajam dari belakang.
"Shixiong, awas!!" Pria gemuk itu melotot ke arah belakangku. Dengan tendangan keras, dia melemparkan tubuhku menjauh dari posisi semula.
Pada saat yang sama, aku hanya melihat satu lagi mumi berkepala buaya yang tiba-tiba muncul entah dari mana meluncur ke arah pria gemuk itu, langsung menerjangnya hingga terjatuh. Manusia dan mayat itu berguling-guling di atas lantai giok Lantian biru.
Melihat adegan ini, hatiku berdebar kencang. Aku segera bangkit dari tanah dan berlari mengejar ke arah pria gemuk itu.
"Pria gemuk, pria gemuk, dasar kamu bicara dong!!"
Sambil berlari, aku berteriak ke arahnya, khawatir dengan kondisinya saat ini.
Pria gemuk itu terjepit mati di bawah mumi bertopeng kepala buaya, tak bergerak sedikitpun, bahkan tak bisa mengeluarkan sepatah kata. Keadaan ini membuat hatiku langsung ciut, aku mempercepat langkah mendekatinya.
Karena pria gemuk itu, amarahku memuncak. Langsung kukeluarkan kertas jimat dan tempelkan di punggung mumi buaya itu. Energi Yin yang mengelilinginya seketika tertahan oleh kertas jimat.
"Goblog~! Shixiong, kalau kamu terlambat satu detik lagi, dasar aku pasti sudah dicekik mati oleh cucu buaya sialan ini. Nanti aku yang duluan ke alam baka buat jagain tempat buat kamu." Pria gemuk yang masih terengah-engah di bawah mumi itu berkata padaku.
Baru sekarang kusadari, ternyata pria gemuk itu sengaja mencekik leher mumi buaya hingga tak bisa bersuara. Baru setelah kutempelkan kertas jimat, dia bisa bernapas lega.
Aku tersenyum, tidak menjawab ucapan pria gemuk itu, melainkan menoleh dan melihat ke arah Qiu Shasha. Baru kusadari perempuan itu sendirian menghadang enam-tujuh mumi berkepala serigala atau buaya, bertarung sengit dengan mereka.
Meski gerakan tubuh Qiu Shasha sangat cepat dan dilindungi senjata Tao, "harimau tak mampu melawan kawanan serigala". Tubuhnya kini penuh luka goresan darah akibat cakaran tajam di tangan mumi bermasker itu.
Melihat itu, hatiku panik. Kutinggalkan pria gemuk yang terbaring di tanah, segera berbalik dan berlari ke arah Qiu Shasha.
Kini tak bisa lagi menyimpan cadangan. Kalau tidak menggunakan energi Yang di Dantian sekarang, kapan lagi?
Dengan pikiran itu, kuterus berlari sambil membentuk mudra dengan satu tangan. Kulantunkan mantra: "Qi tak tercerai, Shen tak meredup! Dalam keheningan tanpa pikiran, Yang Satu terlahir! Lóng Hŭ Qī Shè Yìn, She!!" Tangan kananku memancarkan cahaya kuning terang, menghantam mumi berkepala buaya terdekat.
Lóng Hŭ Qī Shè Yìn menghantam tulang rusuk kiri mumi itu. Seluruh tubuhnya hancur berkeping-keping. Di tanah terserak tulang belulang, lapisan linen putih, dan sebuah topeng kuningan.
Melihat serangan pertama berhasil, aku tak sempat berpikir panjang. Langsung kuhantamkan telapak tangan ke tubuh mumi berkepala serigala berikutnya.
Satu lagi mumi hancur berkeping-keping di bawah pukulanku. Qiu Shasha yang sedang menusukkan kuas kaligrafinya ke mumi lain, menoleh ke arahku dengan ekspresi terkejut:
"Shisan, hebat kamu! Begitu cepat menguasai jurus Lóng Hŭ Qī Shè Yìn?!"
"Tentu saja," jawabku sambil mengarahkan pukulan keras ke jenazah mumi berikutnya.
Berdua dengan Qiu Shasha, kami bergerak cepat. Satu lawan satu. Tak sampai seperempat jam, delapan mumi berkepala serigala dan buaya itu sudah menjadi puing-puing di tanah.
Pertarungan selesai untuk sementara. Kulepaskan formasi gerakan tangan agar tak boros energi Yang. Di tempat penuh energi Yin ini, penghematan energi adalah prioritas.
Pria gemuk itu datang terengah-engah, memandang puing-puing mumi di kaki kami: "Hei, tak bisakah kalian menyisakan satu dua untuk kuhajar? Baru pemanasan, belum mulai latihan!!"
Kutolehkan badan: "Sudahlah Pangye, tadi waktu terhimpit mumi kok diam saja?"
Pria gemuk tidak terima dan membantahku: "Barusan Pangye ini tidak waspada, sampai binatang sialan itu berhasil menyerang, kapal terbalik di selokan kecil. Bukankah pepatah mengatakan: kuda bisa kehilangan kuku, manusia bisa gagal, benar? Jadi barusan aku hanya gagal bukan?"
Mendengar omongan pria gemuk itu aku malas menanggapinya, lalu memandang ke arah mulut gua gelap tadi. Kulihat energi Yin di dalamnya sudah hilang, artinya topeng mumi yang bersembunyi di sana sudah semua kabur keluar.
Hasil ini membuat sarafku yang tegang selama ini sedikit mereda...
"Air mata kering, 'hujan' berhenti?..." Tiba-tiba Qiu Shasha mengucapkan kalimat ini.
Aku segera melihat ke arah sekumpulan mumi yang tergantung di udara itu. Benar seperti kata Qiu Shasha, mumi-mumi yang tergantung itu sudah berhenti "menangis", hanya beberapa tetesan sisa air yang masih sesekali jatuh...
